Sejumlah warga di Kabupaten Garut, Jawa Barat, berharap kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dari mulai tingkat pertama sampai mendapatkan pelayanan obat maupun tindakan medis yang berat di rumah sakit.
"Kami sebagai masyarakat biasa tidak bisa apa-apa dengan kenaikan BPJS ini selain berharap pelayanannya lebih ditingkatkan lagi," kata Kusuma (32) warga Kecamatan Tarogong Kaler, Garut, di Garut, Jabar, Minggu.
Ia menuturkan, kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan tentunya berdasarkan pertimbangan yang matang untuk tujuan meningkatkan pelayanan dan mengatasi defisit biaya di lembaga tersebut.
Namun kenaikan itu, kata dia, tentunya telah memberatkan masyarakat bukan pekerja atau penerima gaji tetap, karena harus mengeluarkan biaya bulanan yang lebih besar dari sebelumnya.
"Kenaikan ini tentu harus mengeluarkan uang tambahan untuk membayar BPJS setiap bulannya," kata ibu rumah tangga itu.
Warga Garut lainnya, Yuyus (38) menyatakan, tidak mendukung adanya kenaikan BPJS Kesehatan sebesar 100 persen karena akan berdampak pada keuangan keluarga, apalagi saat ini penghasilan pekerjaan tidak tentu.
Jika pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan awal tahun, kata dia, tentunya harus didukung dengan pelayanan kesehatan yang baik dan tidak antre lama saat akan berobat.
"Saya tidak mendukung naik, terlalu mahal, bagusnya tarif yang dulu saja. Tapi kalau pun harus naik pelayanan harus baik, jangan antre lama," katanya.
Warga Garut lainnya, Ali (28) mengatakan, sudah beberapa bulan tidak membayar iuran BPJS Kesehatan karena terkendala masalah keuangan keluarga yang harus memenuhi kebutuhan lainnya.
Pria bergelar sarjana itu, kata dia, sudah lama menganggur sehingga tidak bisa lagi membayar iuran BPJS Kesehatan untuk istri dan satu anaknya setiap bulan.
"Sudah beberapa bulan tidak bayar. Katanya kalau menunggak BPJS bisa menghambat orang yang sedang melamar pekerjaan ke perusahaan, saya jadi bingung," kata Ali.
Peserta BPJS Kesehatan lainnya, Ai Nuraeni mengatakan, program tersebut telah membantu meringankan biaya mendapatkan pelayanan kesehatan dari mulai fasilitas pertama sampai rumah sakit.
Namun adanya kenaikan iuran yang cukup besar itu, kata dia, tentu memberatkan karena harus menyiapkan uang tambahan untuk membayar BPJS Kesehatan bagi dirinya dan juga satu anak.
"Iuran sekarang saja saya sudah kesulitan, ditambah sekarang dinaikkan, sementara saya pekerjaannya hanya tukang jahit, suami tidak ada," kata ibu satu anak itu.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Kami sebagai masyarakat biasa tidak bisa apa-apa dengan kenaikan BPJS ini selain berharap pelayanannya lebih ditingkatkan lagi," kata Kusuma (32) warga Kecamatan Tarogong Kaler, Garut, di Garut, Jabar, Minggu.
Ia menuturkan, kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan tentunya berdasarkan pertimbangan yang matang untuk tujuan meningkatkan pelayanan dan mengatasi defisit biaya di lembaga tersebut.
Namun kenaikan itu, kata dia, tentunya telah memberatkan masyarakat bukan pekerja atau penerima gaji tetap, karena harus mengeluarkan biaya bulanan yang lebih besar dari sebelumnya.
"Kenaikan ini tentu harus mengeluarkan uang tambahan untuk membayar BPJS setiap bulannya," kata ibu rumah tangga itu.
Warga Garut lainnya, Yuyus (38) menyatakan, tidak mendukung adanya kenaikan BPJS Kesehatan sebesar 100 persen karena akan berdampak pada keuangan keluarga, apalagi saat ini penghasilan pekerjaan tidak tentu.
Jika pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan awal tahun, kata dia, tentunya harus didukung dengan pelayanan kesehatan yang baik dan tidak antre lama saat akan berobat.
"Saya tidak mendukung naik, terlalu mahal, bagusnya tarif yang dulu saja. Tapi kalau pun harus naik pelayanan harus baik, jangan antre lama," katanya.
Warga Garut lainnya, Ali (28) mengatakan, sudah beberapa bulan tidak membayar iuran BPJS Kesehatan karena terkendala masalah keuangan keluarga yang harus memenuhi kebutuhan lainnya.
Pria bergelar sarjana itu, kata dia, sudah lama menganggur sehingga tidak bisa lagi membayar iuran BPJS Kesehatan untuk istri dan satu anaknya setiap bulan.
"Sudah beberapa bulan tidak bayar. Katanya kalau menunggak BPJS bisa menghambat orang yang sedang melamar pekerjaan ke perusahaan, saya jadi bingung," kata Ali.
Peserta BPJS Kesehatan lainnya, Ai Nuraeni mengatakan, program tersebut telah membantu meringankan biaya mendapatkan pelayanan kesehatan dari mulai fasilitas pertama sampai rumah sakit.
Namun adanya kenaikan iuran yang cukup besar itu, kata dia, tentu memberatkan karena harus menyiapkan uang tambahan untuk membayar BPJS Kesehatan bagi dirinya dan juga satu anak.
"Iuran sekarang saja saya sudah kesulitan, ditambah sekarang dinaikkan, sementara saya pekerjaannya hanya tukang jahit, suami tidak ada," kata ibu satu anak itu.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019