Pengamat intelijen, pertahanan dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menyebutkan penegakan disiplin bagi tiga anggota TNI untuk menjaga kewibawaan dan bentuk komitmen institusi TNI untuk menegakkan citra sebagai lembaga yang tetap profesional.
Ngasiman menyampaikan hal itu di Jakarta, Sabtu, menanggapi sanksi disiplin terhadap Komandan Kodim Kendari Kolonel HS, Sersan Dua berinisial Z, dan pencopotan Peltu YNS dari jabatannya sebagai anggota Satpomau Lanud Muljono Surabaya.
Ketiga Anggota TNI tersebut diberi sanksi tegas lantaran ungkapan yang bernuansa fitnah oleh para istri-istri mereka di media sosial.
"Peristiwa ini merupakan bentuk tindakan indisipliner dan kurang beretika. Terlebih para istri tersebut juga merupakan bagian dari keluarga besar TNI," tuturnya.
Menurut dia, komitmen Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk menegakkan disiplin di tubuh institusi dengan menggunakan mekanisme yang berlaku patut diapresiasi.
"Ini merupakan komitmen kelembagaan yang dikomando langsung oleh Panglima TNI," ujar Ngasiman.
Penertiban dan pendisiplinan anggota TNI, kata dia, adalah aspek penting untuk membersihkan institusi dari unsur-unsur yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Terlebih posting-an di medsos tersebut berkaitan dengan kasus penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto yang bertendensi ke arah radikalisme.
Dikatakannya, berdasarkan data dari Kementerian Pertahanan, sekitar 3 persen prajurit TNI sendiri teridentifikasi terpengaruh radikalisme. Jumlah ini tentu tidak signifikan, tetapi berbahaya jika tidak ditindak dan diantisipasi.
"Kejadian ini memberikan peringatan kepada TNI untuk selalu mengevaluasi pola pembinaan. Baik TNI AD, TNI AU maupun TNI AL ketiganya haruslah meninjau kembali mekanisme assessment sebelum penunjukan Perwira Menengah dengan pangkat strategis. Terlebih untuk organ yang memiliki tugas berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti Dandim," jelasnya.
Peluang masuknya unsur radikalisme biasanya bersamaan dengan rekrutmen pengisian jabatan yang kosong.
"Jangan sampai kelompok yang jumlahnya 3 persen itu menduduki posisi-posisi strategis di TNI. Jadi, petinggi TNI AD terutama harus memperhatikan hal ini karena matra darat yang paling banyak mengendalikan struktur TNI hingga tingkat daerah, kecamatan dan desa," ucap Ngasiman.
Komitmen Panglima TNI dalam hal ini jelas, yakni membersihkan tubuh TNI dari unsur radikalisme. TNI haruslah tetap menjaga profesionalisme dalam koridor hukum yang berlaku.
Disamping itu, tambah dia, membangun kepercayaan masyarakat kepada TNI tidak bisa dilakukan tanpa menunjukkan wajah TNI yang profesional dan netral menjaga kualitas kerja dan kemampuan bersinergi dengan masyarakat.
Baca juga: Keterkejutan keluarga mantan istri Syahrial, pelaku penyerangan Wiranto
Baca juga: Akibat postingan medsos istri, jabatan Dandim Kendari disetahterimakan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Ngasiman menyampaikan hal itu di Jakarta, Sabtu, menanggapi sanksi disiplin terhadap Komandan Kodim Kendari Kolonel HS, Sersan Dua berinisial Z, dan pencopotan Peltu YNS dari jabatannya sebagai anggota Satpomau Lanud Muljono Surabaya.
Ketiga Anggota TNI tersebut diberi sanksi tegas lantaran ungkapan yang bernuansa fitnah oleh para istri-istri mereka di media sosial.
"Peristiwa ini merupakan bentuk tindakan indisipliner dan kurang beretika. Terlebih para istri tersebut juga merupakan bagian dari keluarga besar TNI," tuturnya.
Menurut dia, komitmen Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk menegakkan disiplin di tubuh institusi dengan menggunakan mekanisme yang berlaku patut diapresiasi.
"Ini merupakan komitmen kelembagaan yang dikomando langsung oleh Panglima TNI," ujar Ngasiman.
Penertiban dan pendisiplinan anggota TNI, kata dia, adalah aspek penting untuk membersihkan institusi dari unsur-unsur yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Terlebih posting-an di medsos tersebut berkaitan dengan kasus penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto yang bertendensi ke arah radikalisme.
Dikatakannya, berdasarkan data dari Kementerian Pertahanan, sekitar 3 persen prajurit TNI sendiri teridentifikasi terpengaruh radikalisme. Jumlah ini tentu tidak signifikan, tetapi berbahaya jika tidak ditindak dan diantisipasi.
"Kejadian ini memberikan peringatan kepada TNI untuk selalu mengevaluasi pola pembinaan. Baik TNI AD, TNI AU maupun TNI AL ketiganya haruslah meninjau kembali mekanisme assessment sebelum penunjukan Perwira Menengah dengan pangkat strategis. Terlebih untuk organ yang memiliki tugas berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti Dandim," jelasnya.
Peluang masuknya unsur radikalisme biasanya bersamaan dengan rekrutmen pengisian jabatan yang kosong.
"Jangan sampai kelompok yang jumlahnya 3 persen itu menduduki posisi-posisi strategis di TNI. Jadi, petinggi TNI AD terutama harus memperhatikan hal ini karena matra darat yang paling banyak mengendalikan struktur TNI hingga tingkat daerah, kecamatan dan desa," ucap Ngasiman.
Komitmen Panglima TNI dalam hal ini jelas, yakni membersihkan tubuh TNI dari unsur radikalisme. TNI haruslah tetap menjaga profesionalisme dalam koridor hukum yang berlaku.
Disamping itu, tambah dia, membangun kepercayaan masyarakat kepada TNI tidak bisa dilakukan tanpa menunjukkan wajah TNI yang profesional dan netral menjaga kualitas kerja dan kemampuan bersinergi dengan masyarakat.
Baca juga: Keterkejutan keluarga mantan istri Syahrial, pelaku penyerangan Wiranto
Baca juga: Akibat postingan medsos istri, jabatan Dandim Kendari disetahterimakan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019