Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengendalian Aplikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen APTIKA Kemenkominfo) Teguh Arifiyadi menjelaskan mekanisme pengendalian konten yang digunakan di Indonesia ialah model yang dikenal dengan nama pengendalian blacklist.
"Blacklist itu semua konten silahkan masuk ke masyarakat dulu. Kalau ada yang enggak benar baru kita (pemerintah) saring," kata Teguh di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Jumat.
Pemerintah sengaja memilih model pengendalian konten blacklist untuk tetap menjaga amanat dari sistem pemerintahan Indonesia yang menganut demokrasi dan kebebasan berekspresi.
Hal ini tentunya berbeda dengan pengendalian konten bernama whitelist yang merupakan model pengendalian konten yang ketat dan salah satu contoh negara yang menganut model ini ialah China.
Teguh menyebutkan model whitelist mengedepankan penyaringan yang sangat ketat di awal oleh Pemerintah sebelum konten-konten bisa disebarkan di ruang digital.
Menurut dia untuk negara yang menganut model whitelist hampir 80 persen pengaturan kontennya diawasi oleh Pemerintah dan baru setelahnya masyarakat bisa menerima informasi yang telah disaring.
"Kalau whitelist jauh lebih bersih (ruang digitalnya), tapi kekurangannya apa? Demokrasi. Demokrasi yang akan terancam, kebebasan berekspresi masyarakat juga akan terbatas," kata Teguh.
Adapun Kementerian Kominfo konten-konten di platform digital yang diharus diputus aksesnya atau diblokir adalah sebagai berikut pornografi atau pornografi anak, perjudian, pemerasan, penipuan, kekerasan atau kekerasan anak, dan fitnah atau pencemaran nama baik.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkominfo jelaskan mekanisme pengendalian konten di Indonesia
Kemenkominfo beberkan mekanisme pengendalian konten di Indonesia
Jumat, 28 Juni 2024 14:04 WIB