Tawau (ANTARA) - Sepanjang 2000-2019, sebanyak 39 warga negara Indonesia (WNI) diculik oleh Kelompok Abu Sayyaf Filipina di Negeri Sabah Malaysia, satu orang dilaporkan meninggal dunia dan seorang lagi masih disandera.
Konsul RI di Tawau Malaysia, Sulistijo Djati Ismoyo, Selasa menyatakan, puluhan WNI tersebut sebagian besar diculik saat melakukan aktivitas di laut di sekitar Pantai Timur Sabah.
Sehubungan dengan maraknya penculikan terhadap WNI ini, dia mengimbau agar senantiasa waspada saat melakukan aktivitas di laut.
Menanggapi pembebasan tiga WNI yang diculik di Pantai Tambisan Lahad Datu, Sabah pada September 2019, Djati menyatakan dua orang telah berhasil diselamatkan oleh Tentara Filipina di Barangay Pugad Manaul Panamo, wilayah Sulu Filipina bagian selatan baru-baru ini.
Kedua WNI yang berhasil diselamatkan adalah Maharudin Lunani (48) dan Samiun Maneu (27). Keduanya saat ini sedang ditangani Kedutaan Besar RI di Manila Filipina dan siap dipulangkan ke Indonesia pada 26 Desember 2019.
Djati menyatakan penculikan yang dilakukan Kelompok Abu Sayyaf terhadap Maharudin Lunani dan Samiun Maneu di Pantai Tambisan Lahad Datu pada September 2019 sebenarnya tiga orang. Namun satu orang masih dalam penyanderaan kelompok bersenjata Filipina Selatan ini atas nama Muhammad Farhan (27).
Sehubungan dengan masih adanya satu WNI yang dalam penyanderaan Kelompok Abu Sayyaf, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Filipina saat ini masih giat memantau keberadaannya.
"Satu orang lagi WNI, yakni Muhammad Farhan masih disandera. Dua orang sudah berhasil diselamatkan yaitu Maharudin Lunani dan Samiun dan sudah ditangani Kedutaan Indonesia di Manila," ujar Djati melalui siaran tertulisnya.
Ia menerangkan, KJRI Tawau mencatat 29 kasus penculikan yang dilakukan Kelompok Abu Sayyaf sejak 2000 dengan korban sebanyak 98 orang dan 39 orang di antaranya WNI.
Sebanyak 37 WNI di antaranya telah berhasil diselamatkan termasuk Maharudin Lunani dan Samiun baru-baru ini oleh Tentara Filipina yang giat melakukan operasi militer di kamp Kelompok Abu Sayyaf.
Djati menegaskan, kasus penculikan terhadap WNI di Negeri Sabah menjadi perhatian serius KJRI Tawau.
Oleh karena itu, dia meminta WNI yang masih mau bekerja di Negeri Sabah khususnya yang beraktivitas di laut perlu menjaga keselamatannya dengan memasang Sistem Pemantauan Automatik (AIS) pada kapal masing-masing.
Kemudian juga memastikan peralatan komunikasi berfungsi dengan baik sebelum turun ke laut dengan cara berkelompok untuk memudahkan berkoordinasi dengan rekan-rekannya saat terjadi masalah, misalnya penculikan.
Baca juga: Pemerintah Otonomi Xinjiang berterima kasih atas dukungan negara Islam