Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018 Ahmad Heryawan atau Aher dan Deddy Mizwar hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara suap perizinan Proyek Meikarta, dengan terdakwa Bupati Bekasi non-aktif Neneng Hassanah Yasin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Aher yang hadir mengenakan batik lengan panjang, duduk berdampingan dengan Deddy Mizwar atau Demiz yang mengenakan kemeja putih di ruang sidang.
Selain Aher dan Demiz, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Sumarsono atau Soni juga hadir sebagai saksi dalam sidang tersebut. Ketiganya saat ini dipanggil oleh majelis hakim sebagai saksi.
Terdakwa yang juga Bupati Bekasi non-aktif Neneng Hassanah Yasin menjalani sidang perdana terkait perkara suap perizinan Proyek Meikarta di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung pada Rabu 27 Februari 2019.
Dalam sidang perdana tersebut, jaksa dari KPK Dody Sukmono mengungkapkan bahwa terdakwa Neneng Hassanah Yasin menerima aliran dana terkait suap perizinan pembangunan kawasan terpadu Meikarta sebesar Rp10,8 milliar dan 90 ribu dolar Singapura.
Selain Neneng, sidang perdana tersebut juga menghadirikan terdakwa dari jajaran Pemkab Bekasi, yaitu Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi yang diduga turut membantu memuluskan perizinan proyek tersebut.
Para terdakwa tersebut diduga mendapatkan uang suap dari pejabat PT Lippo Cikarang dengan jumlah yang berbeda-beda.
"Para terdakwa telah menerima uang seluruhnya sejumlah Rp16.182.020.000 dan 270 ribu dolar Singapura," ujar Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Dalam rinciannya, jaksa menyebutkan terdakwa Jamaludin menerima Rp1,2 miliar, terdakwa Dewi Tisnawati menerima Rp1 miliar dan 90 ribu dolar Singapura, terdakwa Sahat Maju Banjarnahor menerima Rp952 juta, dan terdakwa Neneng Rahmi Nurlaili menerima Rp700 juta.
Jaksa dalam persidangan juga menyebutkan adanya aliran dana ke Sekda Jawa Barat Iwa Karniwa dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi yang masih belum berstatus sebagai tersangka.
"Di dalam dakwaan kami uraikan ada enam peristiwa pemberian, dan itu akan kami uji di dalam persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi yang sebelumnya sudah disidangkan," kata jaksa pula.
Ia mengatakan, fakta-fakta di persidangan terdakwa Billy Sindoro Cs akan menjadi pertimbangan dalam perkara sidang Neneng sebagai terduga penerima uang suap tersebut.
"Sementara perkara sebelumnya kan sudah kami tuntut, sudah diuraikan fakta-fakta persidangannya, itu akan menjadi pertimbangan dalam perkara ini," katanya lagi.
Neneng serta terdakwa lainnya didakwa melanggar pasal 12 huruf a dan atau pasal 12 huruf b dan atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: Deddy Mizwar : Ini Lippo kayaknya negara di dalam negara
Baca juga: Sedang hamil, terdakwa Neneng Yasin minta izin berobat ke hakim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
Aher yang hadir mengenakan batik lengan panjang, duduk berdampingan dengan Deddy Mizwar atau Demiz yang mengenakan kemeja putih di ruang sidang.
Selain Aher dan Demiz, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Sumarsono atau Soni juga hadir sebagai saksi dalam sidang tersebut. Ketiganya saat ini dipanggil oleh majelis hakim sebagai saksi.
Terdakwa yang juga Bupati Bekasi non-aktif Neneng Hassanah Yasin menjalani sidang perdana terkait perkara suap perizinan Proyek Meikarta di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung pada Rabu 27 Februari 2019.
Dalam sidang perdana tersebut, jaksa dari KPK Dody Sukmono mengungkapkan bahwa terdakwa Neneng Hassanah Yasin menerima aliran dana terkait suap perizinan pembangunan kawasan terpadu Meikarta sebesar Rp10,8 milliar dan 90 ribu dolar Singapura.
Selain Neneng, sidang perdana tersebut juga menghadirikan terdakwa dari jajaran Pemkab Bekasi, yaitu Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi yang diduga turut membantu memuluskan perizinan proyek tersebut.
Para terdakwa tersebut diduga mendapatkan uang suap dari pejabat PT Lippo Cikarang dengan jumlah yang berbeda-beda.
"Para terdakwa telah menerima uang seluruhnya sejumlah Rp16.182.020.000 dan 270 ribu dolar Singapura," ujar Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Dalam rinciannya, jaksa menyebutkan terdakwa Jamaludin menerima Rp1,2 miliar, terdakwa Dewi Tisnawati menerima Rp1 miliar dan 90 ribu dolar Singapura, terdakwa Sahat Maju Banjarnahor menerima Rp952 juta, dan terdakwa Neneng Rahmi Nurlaili menerima Rp700 juta.
Jaksa dalam persidangan juga menyebutkan adanya aliran dana ke Sekda Jawa Barat Iwa Karniwa dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi yang masih belum berstatus sebagai tersangka.
"Di dalam dakwaan kami uraikan ada enam peristiwa pemberian, dan itu akan kami uji di dalam persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi yang sebelumnya sudah disidangkan," kata jaksa pula.
Ia mengatakan, fakta-fakta di persidangan terdakwa Billy Sindoro Cs akan menjadi pertimbangan dalam perkara sidang Neneng sebagai terduga penerima uang suap tersebut.
"Sementara perkara sebelumnya kan sudah kami tuntut, sudah diuraikan fakta-fakta persidangannya, itu akan menjadi pertimbangan dalam perkara ini," katanya lagi.
Neneng serta terdakwa lainnya didakwa melanggar pasal 12 huruf a dan atau pasal 12 huruf b dan atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: Deddy Mizwar : Ini Lippo kayaknya negara di dalam negara
Baca juga: Sedang hamil, terdakwa Neneng Yasin minta izin berobat ke hakim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019