Warga adat Kampung Naga di Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, terus berupaya mempertahankan tiga kesenian tradisi leluhur yakni Terbang Gembrung, Terbang Sejak, dan Angklung yang seringkali ditampilkan pada momentum khusus di kampung adat itu.
"Ada tiga kesenian yang sering tampil di Kampung Naga yaitu Terbang Gembrung, Terbang Sejak dan Angkluing," kata Juru Pelihara juga Sesepuh Kampung Naga, Ucu Suherlan di Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Kawalu, Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu.
Ia menuturkan, instrumen dalam kesenian musik itu seperti Terbang Gembrung dapat dimainkan oleh banyak orang yang selalu ditampilkan pada saat hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Ramadhan, maupun Maulud Nabi.
"Untuk Terbang Gembrung semua warga ikut, yang biasa ditampilkan saat maulud, idul fitri, semua warga bersalawat, yang bisa digelar semalaman, dari jam 8 malam sampai jam tiga (dini hari)," katanya.
Sedangkan permainan tradisi kesenian Terbang Sejak, kata dia, dapat dilaksanakan dalam momentum kapan saja, dengan melibatkan pemain sebanyak enam orang dengan alat musik seperti rebana.
Bahkan, lanjut dia, kesenian Terbang Sejak bisa dikolaborasikan dengan lagu-lagu Sunda yang biasa ditampilkan pada kegiatan syukuran atau hiburan warga Kampung Naga.
"Terbang Sejak ini sebagai hiburan yang kapan saja bisa digelar, tidak hanya waktu tertentu saja, isinya bebas, bisa kolaborasikan dengan lagu-lagu seperti lagu Sunda," katanya.
Ia menambahkan, ketiga adalah tradisi bermain angklung atau alat musik dari bambu yang sampai saat ini masih terus dipertahankan warga adat Kampung Naga dalam menggelar kegiatan-kegiatan adat di kampungnya.
"Angklung biasa dipentaskan di acara ritual juga, seperti hajatan, atau sunatan," katanya.
Ia menyampaikan, setiap kesenian yang digelar warga adat Kampung Naga memiliki pesan moral yang disampaikan kepada masyarakat, khususnya warga adat untuk saling menjaga, menghormati dan selalu hidup bersama alam.
"Tentunya kesenian di Kampung Naga ada petuah, isinya petuah dari alam, ada pesan moral," katanya.
Sementara itu, warga adat Kampung Naga masih mempertahankan tradisi dan adat istiadat leluhur seperti menjaga tatanan hidup masyarakat kampung, termasuk dalam menata pemukimannya masih tradisional.
Masyarakat adat Kampung Naga sebagian besar beraktivitas bertani, dan selalu terbuka bagi masyarakat luar untuk berkunjung mempelajari aktivitas masyarakat di lingkungan Kampung Naga.
Sampai saat ini, pemukiman kampung adat tersebut tidak menerima masuknya jaringan listrik dan masih menggunakan bahan bakar minyak tanah untuk penerangan saat malam hari.
Baca juga: Kampung Naga di Tasikmalaya diminati wisatawan mancanegara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Ada tiga kesenian yang sering tampil di Kampung Naga yaitu Terbang Gembrung, Terbang Sejak dan Angkluing," kata Juru Pelihara juga Sesepuh Kampung Naga, Ucu Suherlan di Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Kawalu, Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu.
Ia menuturkan, instrumen dalam kesenian musik itu seperti Terbang Gembrung dapat dimainkan oleh banyak orang yang selalu ditampilkan pada saat hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Ramadhan, maupun Maulud Nabi.
"Untuk Terbang Gembrung semua warga ikut, yang biasa ditampilkan saat maulud, idul fitri, semua warga bersalawat, yang bisa digelar semalaman, dari jam 8 malam sampai jam tiga (dini hari)," katanya.
Sedangkan permainan tradisi kesenian Terbang Sejak, kata dia, dapat dilaksanakan dalam momentum kapan saja, dengan melibatkan pemain sebanyak enam orang dengan alat musik seperti rebana.
Bahkan, lanjut dia, kesenian Terbang Sejak bisa dikolaborasikan dengan lagu-lagu Sunda yang biasa ditampilkan pada kegiatan syukuran atau hiburan warga Kampung Naga.
"Terbang Sejak ini sebagai hiburan yang kapan saja bisa digelar, tidak hanya waktu tertentu saja, isinya bebas, bisa kolaborasikan dengan lagu-lagu seperti lagu Sunda," katanya.
Ia menambahkan, ketiga adalah tradisi bermain angklung atau alat musik dari bambu yang sampai saat ini masih terus dipertahankan warga adat Kampung Naga dalam menggelar kegiatan-kegiatan adat di kampungnya.
"Angklung biasa dipentaskan di acara ritual juga, seperti hajatan, atau sunatan," katanya.
Ia menyampaikan, setiap kesenian yang digelar warga adat Kampung Naga memiliki pesan moral yang disampaikan kepada masyarakat, khususnya warga adat untuk saling menjaga, menghormati dan selalu hidup bersama alam.
"Tentunya kesenian di Kampung Naga ada petuah, isinya petuah dari alam, ada pesan moral," katanya.
Sementara itu, warga adat Kampung Naga masih mempertahankan tradisi dan adat istiadat leluhur seperti menjaga tatanan hidup masyarakat kampung, termasuk dalam menata pemukimannya masih tradisional.
Masyarakat adat Kampung Naga sebagian besar beraktivitas bertani, dan selalu terbuka bagi masyarakat luar untuk berkunjung mempelajari aktivitas masyarakat di lingkungan Kampung Naga.
Sampai saat ini, pemukiman kampung adat tersebut tidak menerima masuknya jaringan listrik dan masih menggunakan bahan bakar minyak tanah untuk penerangan saat malam hari.
Baca juga: Kampung Naga di Tasikmalaya diminati wisatawan mancanegara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019