Bandung (Antaranews Jabar) - Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat membahas penghapusan Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Pemerintah Wilayah (BKPPPW).
Hal itu merupakan dampak implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2018 dan Permendagri No. 12/2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah, kata Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jabar Syahrir di Kota Bandung, Jumat.
Untuk menindaklanjuti hasil paripurna status Bakorwil akan dicabut kewenangannya dan tupoksinya, Komisi I mengundang mitra kerja untuk mengetahui lebih jauh berkaitan dengan PP No. 33/2018 dan Permendagri No. 12/2017.
Menurut dia, aspirasi dari Bakorwil bahwa lembaganya masih sangat dibutuhkan, terutama untuk menangani keterwakilan dari pemerintah kabupaten/kota untuk menyerap aspirasi kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya yang bersentuhan langsung dengan Bakorwil.
Peran-peran tersebut, katanya lagi, harus tetap ada, heritage (warisan) yang benar-benar terjaga keberadaanya di Bakorwil
"Peluangnya tetap ada, susunan organisasi dan fungsinya harus tetap dipertahankan," kata Syahrir.
Ke depannya, lanjut Syahrir, ada lembaga yang tidak menghilangkan fungsi, seperti Bakorwil.
Selain itu, juga untuk menjaga aset-aset pemprov yang sudah dirawat dengan baik meskipun secara kebijakan akan relatif sulit.
Permendagri-nya, kata dia, masih dibahas di pemerintah pusat. Hal ini merupakan peluang untuk mengusulkan solusi yang lebih baik daripada penghapusan unit kerja.
Dalam aspek pelayanan publik, kata pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran Dr. Rahman Mulyawan, keberadaan BKPPPW masih dibutuhkan.
"Bagaimana solusinya agar PP tersebut tidak berbenturan dengan kebijakan provinsi, kepala daerah, dan jajaranya harus memiliki kebijakan lain agar fungsi badan koordinasi itu tetap ada meskipun namanya berganti," kata Rahman.
Menurut dia, kalau melihat aspek sejarah pada masa Belanda, keberadaan residen sampai dengan pembantu gubernur dan Bakorwil tersebut sangat strategis. Dengan adanya PP tersebut, seolah-olah fungsi tersebut menjadi hilang.
Sehubungan dengan PP No. 33/2018 merupakan penyelenggaraan asas dekonstentrasi maka kebijakan-kebijakan yang dilakukan gubernur diupayakan agar tidak berbenturan dengan PP ini.
"Mudah-mudahan ada PP lain melalui pasal-pasal di dalamnya untuk bisa digunakan bahwasanya pembentukan lembaga yang serupa dengan BKPPPW itu diperbolehkan," katanya.
Sesuai dengan PP No. 33/2018 dan Permendagri No. 12/2017, kata perwakilan Biro Organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat Lilis Farida, yang menjadi perubahan atas sekretariat gubernur tergantung pada aturan di atasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
Hal itu merupakan dampak implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2018 dan Permendagri No. 12/2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah, kata Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jabar Syahrir di Kota Bandung, Jumat.
Untuk menindaklanjuti hasil paripurna status Bakorwil akan dicabut kewenangannya dan tupoksinya, Komisi I mengundang mitra kerja untuk mengetahui lebih jauh berkaitan dengan PP No. 33/2018 dan Permendagri No. 12/2017.
Menurut dia, aspirasi dari Bakorwil bahwa lembaganya masih sangat dibutuhkan, terutama untuk menangani keterwakilan dari pemerintah kabupaten/kota untuk menyerap aspirasi kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya yang bersentuhan langsung dengan Bakorwil.
Peran-peran tersebut, katanya lagi, harus tetap ada, heritage (warisan) yang benar-benar terjaga keberadaanya di Bakorwil
"Peluangnya tetap ada, susunan organisasi dan fungsinya harus tetap dipertahankan," kata Syahrir.
Ke depannya, lanjut Syahrir, ada lembaga yang tidak menghilangkan fungsi, seperti Bakorwil.
Selain itu, juga untuk menjaga aset-aset pemprov yang sudah dirawat dengan baik meskipun secara kebijakan akan relatif sulit.
Permendagri-nya, kata dia, masih dibahas di pemerintah pusat. Hal ini merupakan peluang untuk mengusulkan solusi yang lebih baik daripada penghapusan unit kerja.
Dalam aspek pelayanan publik, kata pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran Dr. Rahman Mulyawan, keberadaan BKPPPW masih dibutuhkan.
"Bagaimana solusinya agar PP tersebut tidak berbenturan dengan kebijakan provinsi, kepala daerah, dan jajaranya harus memiliki kebijakan lain agar fungsi badan koordinasi itu tetap ada meskipun namanya berganti," kata Rahman.
Menurut dia, kalau melihat aspek sejarah pada masa Belanda, keberadaan residen sampai dengan pembantu gubernur dan Bakorwil tersebut sangat strategis. Dengan adanya PP tersebut, seolah-olah fungsi tersebut menjadi hilang.
Sehubungan dengan PP No. 33/2018 merupakan penyelenggaraan asas dekonstentrasi maka kebijakan-kebijakan yang dilakukan gubernur diupayakan agar tidak berbenturan dengan PP ini.
"Mudah-mudahan ada PP lain melalui pasal-pasal di dalamnya untuk bisa digunakan bahwasanya pembentukan lembaga yang serupa dengan BKPPPW itu diperbolehkan," katanya.
Sesuai dengan PP No. 33/2018 dan Permendagri No. 12/2017, kata perwakilan Biro Organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat Lilis Farida, yang menjadi perubahan atas sekretariat gubernur tergantung pada aturan di atasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018