Bandung  (Antaranews Jabar) - Aliansi buruh yang tergabung dalam FSP LEM SPSI Jawa Barat menyampaikan enam tuntutan kepada pemerintah pusat dan daerah dalam perayaan Hari Buruh Internasional (May Day) 2018 di Gedung Sate, Kota Bandung.

Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat Muhamad Sidarta mengatakan, enam tuntutan itu terdiri atas dua tuntutan lokal dan empat tuntutan nasional.

"Pertama untuk isu lokal, gubernur supaya segera membenahi penetapan upah minimun sektoral, permasalahan UMK sampai hari ini masih menjadi persoalan," ujar Sidarta ditemui di sela-sela aksi, Selasa.

Menurut Muhammad Sidarta, belum adanya regulasi ditenggarai menjadi polemik penetapan UMK. Dengan begitu, ia menuntut agar gubernur segera menerbitkan Perda atau Pergub tentang penetapan upah.

"Agar proses penetapan UMSK tahun 2019 dan seterusnya tidak lagi ada masalah dalam proses dan mekanismenya, maka FSP LEM SPSI Jawa Barat menuntut Gubernur Jawa Barat segera menerbitkan Perda/Pergub yang mengatur peroses penetapan UMSK Jawa Barat," katanya.

Menurutnya, dengan belum adanya regulasi tersebut, UMSK 2018 Kota Bandung terpaksa hilang tanpa SK Gubernur. Hal ini terjadi karena soal penafsiran kajian yang berbeda antara yang dipahami oleh Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kota Bandung.

"Bahkan Kota Bandung lenyap tidak maju, tidak ada SK-nya dari gubernur, padahal Kota Bandung awalnya ada SK-nya dari gubernur," kata dia.

Isu lokal kedua yakni masalah penegakkan hukum. Ia meminta agar pemerintah daerah melibatkan seluruh pihak termasuk buruh, serikat pekerja, kepolisian, dan imigrasi dalam penanganan masalah ketenagakerjaan.

"Jadi bisa cukup menangani semua, apalagi sekarang makin rawan kan tenaga asing," katanya.

Sementara untuk isu nasional mengenai Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Ia menilai bahwa Perpres tersebut memberi celah yang luas dan kemudahan bagi TKA untuk bekerja di semua sektor usaha termasuk bekerja di lembaga pemerintah, bahkan hingga tenaga kasar.

"Kami menolak tenaga kerja asing yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Seharusnya TKA bekerja dijabatan tertentu atau jadi transfer knowledge bagi pekerja lokal," katanya.

Buruh juga menuntut pemerintah mencabut PP 78/2015 Tentang Pengupahan yang dianggap pro upah murah dan mengeksploitasi tenaga buruh.

Ia menyoroti adanya ketimpangan upah di Jabar. Di Pangandaran UMK sebesar Rp.1.558.793 sementara di wilayah barat seperti Karawang UMK mencapai Rp.3.919.291

"Kita juga menolak rencana revisi undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan," kata dia.

Terakhir, ia meminta agar pemerintah menurunkan berbagai macam harga kebutuhan pokok yang selalu naik tanpa diimbangi kenaikan upah layak.

"Di Pangandaran dan Karawang harga kebutuhan pokok sama, telur, beras, ayam sama. Tapi upah kenapa harus beda. Pemerintah harus menyubsidi harga kebutuhan pokok," katanya.

Pewarta: Asep Firmansyah

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018