Antarajabar.com - Dinas Kehutanan Jawa Barat melepasliarkan sekitar 550 ekor burung di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ir H Djuanda, Dago, Bandung.

Jenis burung yang dilepaskan antara lain cicak daun, jalak, kutilang, toet, merpati, jalak kebo, anis caing, jogjong, peking, dan tikukur

"Ada 550 ekor burung liar yang dikembalikan ke habitatnya di alam bebas. 25 ekor di antaranya sumbangan dari pusat penangkaran burung di Kabupaten Bogor," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Budi Susatijo pada Rakor Forum Pelestari dan Peduli Burung-Burung Liar, dan Kampanye Pelepasan Burung Liar di Tahura Dago Pakar, Selasa.

Budi mengatakan, pihaknya terus mengkampanyekan pelestarian burung liar di Jawa Barat dan kampanye disosialisasikan terhadap para pedagang, dan penangkar.

Selain itu, Budi mengatakan Dishut Jabar juga mengajak masyarakat untuk menanam pohon pakan burung.

Kegiatan pelepasan burung liar, katanya, merupakan bagian dari upaya pelestarian satwa yang diantaranya terancam kepunahan.

"Termasuk burung-burung endemis yang beberapa di antaranya juga terancam karena diburu dan habitatnya dirusak," ujar Budi.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengajak komunitas pecinta burung, untuk bersama-sama mengkampanyekan gerakan penyelamatan burung-burung liar dan menjaga keragamanan populasi liar di Jawa Barat dari ancaman kepunahan.

"Burung boleh dipelihara, diikutsertakan dalam kontes, bahkan dijadikan komoditas bisnis, selama bukan termasuk spesies langka yang dilindungi," kata dia.

Untuk itu, yang harus dikedepankan oleh komunitas, kata Deddy, terutama Forum Pelestari dan Peduli Burung-Burung Liar di Jawa Barat, adalah mendorong, mengarahkan dan melakukan pembinaan terhadap para pecinta burung.

"Sehingga timbul kesadaran dan kemauan untuk menjadi bagian dari upaya pelestarian burung-burung liar di Jawa Barat, terutama yang termasuk 382 spesies burung yang dilindungi," kata dia.

Menurut dia, pada saat yang sama, alternatif yang dapat dikembangkan oleh komunitas untuk mengurangi perburuan burung liar ilegal adalah melalui aktivitas penangkaran sehingga aktivitas perdagangan burung yang berasal dari tangkapan hutan dapat dihentikan, atau setidaknya dikurangi.

Selain itu, kata Deddy, sebagai wujud kecintaan lingkungan, tentunya hasil penangkaran juga harus ada yang dilepasliarkan ke alam bebas, sehingga dapat meningkatkan populasi burung di ekosistem liar.

"Kemudian, tingkatkan pula gerakan penanaman pohon pakan burung untuk menambah ketersediaan pakan sekaligus dapat memperbaiki habitat alami, sehingga burung-burung liar memiliki tempat tinggal alami yang mendukung perkembangbiakannya dengan baik," kata dia.

Indonesia dikenal sebagai "Mega Bird Diversity" karena memiliki tidak kurang dari 1.500 jenis spesies burung dari 10.000 jenis burung di dunia, atau menempati peringkat kelima terbesar di dunia.

Akan tetapi, keberadaan burung-burung liar di Indonesia semakin terdesak oleh aktivitas manusia dan tidak kurang dari 100 jenis burung dalam kondisi kritis, genting dan rentan punah.

"Bahkan Indonesia juga disebut salah satu negara yang ancaman kepunahannya tertinggi di dunia, sehingga masuk daftar merah International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN)," kata dia.

Atas latar belakang tersebut, Sementara itu, Direktur Konsevasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Darma Adji berharap kegiatan kampanye satwa liar bisa terus menggerakan masyarakat untuk ikut peduli menjaga kelestariannya.

Kementerian KLHK, kata dia, menargetkan pelepasan burung yang dilindungi mencapai jutaan ekor. Kementerian memiliki sejumlah program konservasi. Salah satunya penangkaran burung untuk mendukung pelestarian burung liar.

"Semoga dengan kepedulian terhadap burung liar ini bisa mensejahterakan masyarakat tanpa harus mengambil (satwa liar) dari alam," katanya

"Kami punya aturan untuk para penangkar harus memberikan 10 persen dari jumlah penangkaran pada pemerintah," ujarnya.

Pewarta:

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017