Antarajabar.com - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menawarkan skema kerja sama antarbadan usaha atau "business to business" untuk proyek revitaisasi jalur Kereta Api Jakarta-Surabaya.
       
"Kita punya preferensi agar proyek itu 'B to B' (antarbadan usaha)," kata Budi usai menerima hibah dari Pemerintah Jepang terkait Sistem Lalu Lintas Kapal (VTS) di Jakarta, Senin.
       
Budi menjelaskan alasan penawaran skema alternatif tersebut, yaitu agar tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diprioritaskan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia Timur.
       
"Kita tau dana APBN tidak banyak, kita harus Indonesia sentris," ucapnya.
       
Proyek revitalisasi jalur KA Jakarta-Surabaya tersebut nantinya bisa megubah kecepatan menjadi kecepatan medium, yaitu 160 kilometer per jam atau hanya memakan waktu sekitar lima jam dari Jakarta-Surabaya.
       
Namun, saat ini kendala yang masih dihadapi, yaitu banyaknya lintasan sebidang sepanjang lintas Utara Jawa tersebut, yang mencapai 980 lintasan.
       
"Bisa dipenuhi dengan dua hal, yaitu dengan elektrifikasi dan kedua menghilangkan lintasan sebidang, kita membutuhkan cara-cara lebih strategis," tuturnya.
       
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Dwitjahjono mengatakan saat ini masih dilakukan prastudi kelaikan.
       
"Masih jalan terus, nanti setelah Lebaran ada laporan pedahuluan," ujarnya.
       
Prasetyo menambahkan setelah laporan pendahuluan pada Juli dilakukan, maka akan dilanjutkan dengan prastudi kelaikan dan studi kelaikan yang ditargetkan Desember 2017 rampung.
       
Sebelumnya, Pemerintah Jepang bersikeras menginginkan skema antar pemerintah, yaitu "government to government" agar ada jaminan dalam bentuk peraturan dalam proses pembangunannya.
       
"Kalau G to B (government to business) atau B to B (business to business), Jepang menilai akan sulit karena dia (Jepang) yang memang lebih mengerti dalam pembangunan infrastruktur transportasi," imbuh Prasetyo.
       
Dia menilai proyek sarana dan prasarana memakan biaya besar dan sulit untuk mengembalikan seluruh investasi proyek revitalisasi jalur kereta tersebut.
       
"Karena (porsi alokasi pembiayaan) prasarana paling sedikit memakan biaya 80 persen dari total pembangunan, itu sangat berat dari mana untuk mengembalikan investasinya itu," katanya.

   

    

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017