Antarajabar.com - Seorang anggota komplotan dihukum penjara 49 tahun pada Senin karena membunuh seorang remaja waria, vonis pertama atas kejahatan terhadap waria di Amerika Serikat.
       
Joshua Vallum dinyatakan bersalah pada Desember atas pembunuhan pada 2015 terhadap rekan intimnya, Mercedes Williamson (17), karena perempuan itu adalah waria.
       
Pria berumur 29 tahun itu diperkarakan di Gulfport, disidang di Mississippi di depan hakim federal, yang dapat menerapkan hukuman terberat berupa penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.
       
Harper Jean Tobin, perempuan juru bicara Pusat Nasional untuk Kesetaraan Waria (NCTE), kelompok pegiat di Washington DC, mengatakan bahwa pembunuhan tersebut adalah bagian dari perlawanan terhadap waria di AS.
       
"Sangat penting bahwa kejahatan bias terhadap orang transgender diakui sebagai masalah nasional yang genting," katanya dalam wawancara telepon.
       
Pada 2009 Kongres AS memperluas hukum kejahatan kebencian dengan memasukkan kejahatan yang didasari orientasi seksual korban sebagai salah satu unsurnya.
       
Vallum, seorang anggota kelompok geng jalanan Latin King, yang dipercaya sebagai geng Hispanik terbesar di AS, menurut jaksa secara diam-diam menjalin hubungan dengan Williamson pada musim panas 2014.
       
Dia memutuskan untuk membunuh Williamson karena cemas harus membayar balas jasa pada anggota geng yang lain untuk menutup rahasia bahwa kekasihnya adalah transgender.
       
Setelah memikat kekasihnya ke rumah ayahnya di Mississippi, Vallum mengagetkan Williamson dengan senjata api kemudian menikamnya berulang kali dengan pisau saku.
       
Dia kemudian memukul kepala Williamson dengan palu, ketika korban berniat meloloskan diri, kata jaksa.
       
Hukuman ini merupakan kasus pertama terhadap korban yang diincar karena identitas gendernya, berdasarkan peraturan hukum mengenai undang-undang kebencian, menurut pernyataan dari Departemen Kehakiman.
       
Sebelumnya, Vallum telah dihukum seumur hidup di pengadilan negara bagian untuk kasus pembunuhan yang sama, namun jaksa penuntut mengajukan tambahan pasal kejahatan kebencian berhubung Mississippi masih kurang melindungi orang-orang berdasar peraturan hukum tentang kebencian atas identitas gender, demikian Kementerian Kehakiman.
       
Menurut hasil survai NCTE pada 2015, hampir 1 dari 10 waria di AS mengatakan mendapat serangan badan karena identitasnya pada tahun survei itu dilakukan.
       
Pada pekan lalu, pengadilan di negara bagian Virginia memicu kemarahan kelompok LGBT dengan menyatakan bahwa serangan dengan motivasi orientasi seksual korban tidak dapat dihukum berdasarkan atas undang-undang kejahatan kebencian.



    

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017