Di antara ribuan makam yang berada di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kristen Pandu, Kota Bandung, terselip dua makam tanpa nama yang dipenuhi rumput liar dan hanya bermodal hiasan bendera merah putih yang terbuat dari bahan besi rapuh.

Alexander Yacob Patty, itulah nama  orang yang dimakamkan di salah satu makam tersebut, yang dikenal sebagai pejuang dan perintis kemerdekaan Republik Indonesia asal Maluku.

Nama AY Patty memang terdengar  asing bagi sebagian masyarakat terutama, warga Kota Bandung. Namun di Maluku, namanya diabadikan sebagai nama salah satu ruas jalan nasional.

AY Patty lahir pada  12 Desember 1889 di Desa Nolloth, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku. Kelahirannya  sering diperdebatkan, sebab menurut beberapa literatur dia lahir pada 15 Agustus 1901 dan meninggal di Bandung pada 16 januari 1953.

"Tanggal pasti kelahiran beliau berdasarkan ahli waris itu tanggal 12 Desember 1889, bukan 15 Agustus 1901," ujar Kepala Dinas Sosial Provinsi Maluku Sartono Pinning di Bandung, Rabu.

Perjuangan AY Patty dalam upaya memerdekakan Indonesia dari tangan kolonial Belanda telah menumbuhkan semangat ke-daerahan sebagai modal sosial dalam rangka lahirnya rasa nasionalisme dan patriotisme untuk kemerdekaan bangsa.

Upaya menumbuhkan semangat nasionalisme itu ditunjukan saat ia pindah dari Maluku pada tahun 1919. Patty pindah ke Semarang dan mulai aktif dalam dunia kewartawanan dan mendirikan Perkumpulan Kemakmuran Rakyat Ambon (Maluku).

Seiring dengan menguatnya isu nasionalisme, Patty kemudian mendirikan Serikat Ambon pada tanggal 9 Mei 1920 yang kemudian menjadi tonggak awal penyebaran perjuangan semangat nasionalisme di pulau Jawa.

"Sejarah yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk negeri ini, perintis kemerdekaan, yang ikut mentransfer semangat ke daerahan Maluku," kata Sartono.

Sikap kritis dan konsistensinya melawan kolonialisme Belanda membuat ia dibuang Belanda ke Makassar, Bengkulu, dan Boven-Digul hingga perang dunia ke-2 dan baru bisa meloloskan diri ke Australia setelah masa penjajahan Jepang.

"Di Australia ia menolak segala bentuk jaminan dan kenyamanan yang ditawarkan pemerintah Australia. Dan lebih memilih untuk kembali berjuang di Indonesia," kata dia.

Pada masa revolusi kemerdekaan, Patty berjuang bersama Bung Karno dalam mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Negara Kesatuan RI. Patty kemudian meninggal pada tanggal 16 januari 1953 di Bandung yang menurut salah satu anaknya akibat hipertensi.

"Dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Darat di Cimahi, tapi sekitar beberapa jam kemudian meninggal. Karena kami berada di Medan, kami baru tahu setelah masuk koran-koran di Medan telah meninggal dunia," ujar anak pertama AY Patty, Krully Patty yang kini berusia 74 tahun.

Krully menuturkan, ayahnya pertama kali bertemu dengan ibunda yang bernama Sarinem yang lahir di Medan pada tahun 1913 saat di Boven-Digul. Mereka kemudian menikah dan melarikan diri menuju Australia saat penjajahan Jepang.



Di Australia, pasangan tersebut melahirkan dua orang anak perempuan yakni Krully Patty dan Since Patty. Usai Indonesia merdeka, ia bersama keluarganya langsung pergi ke Medan, tempat kelahiran Sarinem, lahir lah anak ketiga yakni Rey Patty. Namun Rey meninggal terlebih dahulu dibanding kedua kakaknya.



Krully mengatakan, ayahnya sering berpindah-pindah untuk terus menumbuhkan semangat nasionalisme melawan penjajah. Saat terjadi invasi kedua oleh tentara kolonial Belanda, Ia kemudian pergi ke pulau Jawa dan bergabung dengan Bung Karno mempertahankan semangat kemerdekaan yang saat itu sedang terjadi gejolak politik.



"Saat bapak ke pulau Jawa, ia mendapat pekerjaan di Bandung dan mengajak kami, tapi karena ibu saat itu baru diterima di rumah sakit daerah, kami memutuskan di Medan," kata dia.



Ia mengakui tidak tahu ketika ayahnya meninggal dunia pada tahun 1953 dan baru mengetahui ketika media massa di Medan memberitakan terkait Presiden Soekarno yang memberikan karangan bunga atas meninggalnya AY Patty di TPU Kristen Pandu, Kota Bandung.



"Kami tahu ketika koran Medan memberitakan bapak meninggal," kata dia.



Diakuinya, selama ini ia belum mengetahui lokasi persis di mana ayahnya dimakamkan. Krully baru mengetahui lokasi makam ayahnya saat pemerintah provinsi Maluku mengundangnya ke Bandung dan akan memindahkan kerangka jenazah AY Patty ke tempat kelahirannya di Maluku.



"Saya terharu karena dapat mengetahui lokasi makam papah, yang merupakan salah satu pahlawan Maluku," kata dia.



Krully mengakui, ia sangat bahagia menyambut pemindahan kerangka jenazah ayahnya ke tempat asal ia dilahirkan. Karena selain pengakuan pahlawan perintis kemerdekaan oleh Pemprov Maluku, juga membuka kesempatan untuk mengetahui kerabat lainnya yang berada di Ambon.



"Sebenarnya permintaan masyarakat Ambon. Jadi sebagai anaknya juga ingin mengetahui saudara-saudara dari bapak. Ini merupakan langkah awal sehigga kami bisa tahu, bahwa ada saudara kamiyang tinggal di Ambon. Masyarakt ambon juga ingin tahu di mana beliau (Almarhum A.Y Patty)," kata dia.



Saat ini kerangka jenazah AY Patty akan diterbangkan menuju Maluku dan akan dimakamkan di taman makam pahlawan Kapahaha Kota Ambon. Meski harus mencabut akar sejarah di Bandung, ia meyakini semangat dan perjuangan almarhum Patty selalu mendapat tempat dihati masyarakat Bandung.



"Kita meyakini jasad boleh mati berkalang tanah tapi jiwa akan tetap abadi. Oleh karena itu spirit dan semangatnya tidak akan pernah padam," kata dia.

Pewarta: Asep Firmansyah

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017