Antarajabar.com - Sejumlah pihak berpendapat perlu adanya tindakan pidana terhadap pihak yang melakukan kerusakan di terumbu karang Raja Ampat, Papua Barat, beberapa waktu lalu, akibat kandasnya kapal pesiar MV Caledonian Sky.
       
"Perlu ada tindakan hukum pidana kepada nakhoda Kapten Keith Michael Tailor, karena sudah lalai dalam menjalankan tugas khususnya tidak mempertimbangkan arus, gelombang dan kondisi alam," kata Anggota DPR Herman Khaeron dalam rilis di Jakarta, Kamis.
       
Menurut politisi Partai Demokrat itu, perlunya tindakan hukum pidana karena dianggap melanggar amanat Undang-Undang (UU) 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
       
Pemerintah, ujar dia, juga harus melakukan pengawasan dan monitoring terhadap kawasan konservasi yang menjadi aset kekayaan dan keanekaragaman hayati bangsa Indonesia.
       
Senada dengan Herman Khaeron, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi memaparkan, sejumlah peraturan perundangan yang dilanggar antara lain terkait UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No 31/2004 tentang Perikanan.
       
Dia memaparkan, Kajian KKP menyatakan rusaknya terumbu karang merupakan perbuatan pidana sehingga minimal adalah kelalaian nakhoda yang bisa dijerat pidana.
       
Terkait dengan pihak penyidik yang seharusnya melakukan penyidikan, menurut Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, sebaiknya diserahkan kepada penyidik KLHK karena detailnya ada di kementerian tersebut.
       
Pemerintah akan menyurvei bersama dengan perwakilan asuransi kapal di Indonesia, SPICA Service Indonesia pada Jumat (17/3) untuk menghitung kerugian atas kerusakan terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat.
       
Deputi Koordinasi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan pemerintah memanggil perwakilan pemilik kapal MV Caledonian Sky dan SPICA untuk membahas klaim ganti rugi kerusakan terumbu karang Raja Ampat karena kandasnya kapal pesiar itu pada 4 Maret.
       
"Apakah asuransi menanggung ganti rugi kerusakan terumbu karang dan kerugian terkait lainnya saja atau juga menanggung tanggung jawab pidana kapten kapalnya?" katanya.
       
Branch Manager SPICA Services Indonesia, Dony, yang mewakili asuransi pemilik kapal, mengatakan pihaknya akan memberikan ganti rugi atas klaim yang diajukan oleh pihak ketiga dengan syarat adanya survei dan verifikasi data lapangan.
       
Namun, lantaran pemerintah telah menurunkan tim survei yang baru akan kembali ke Jakarta pada Sabtu (18/3), maka disepakati agar dilakukan survei bersama antara tim Indonesia dengan tim SPICA Services Indonesia.
       
Menurut SPICA Services Indonesia, dengan melakukan survei bersama maka proses identifikasi dan verifikasi data antara pihak pemerintah dan asuransi dapat dilakukan dengan cepat.
       
"Intinya, kami tidak akan mengabaikan masalah ini dan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah," ujar Dony dan menambahkan, pihaknya menjanjikan akan mendatangkan surveyor independen yang merupakan ahli terumbu karang dari Universitas Indonesia.

    

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017