Antarajabar.com - Organda Kota Bandung menyebut akibat mogok massal yang dilakukan sopir angkutan kota pada Kamis (9/3) membuat pengusaha mengalami kerugian mencapai Rp276 juta dalam satu hari karena tidak ada setoran.
"Pengusaha dirugikan dengan aksi kemarin. Kalau hitungan kendaraan sebanyak 50 persen dari 5.521 armada itu dikalikan rata-rata Rp100 ribu tidak setor, berapa kerugiannya?," ujar Ketua Organda Kota Bandung Neneng Djuraidah di Bandung, Jumat.
Neneng menuturkan, meski mengalami kerugian, para pengusaha angkot tidak begitu mempedulikannya, sebab aksi kemarin sebagai upaya sopir angkot memperjuangkan kesejahteraannya.
"Tapi mereka sedang berjuang, agar kehadiran transportasi online dihentikan atau dibenahi. Karena berpengaruh pada pendapatan dan setoran," katanya.
Dia menyebut, saat ini terdapat 5.521 angkot dan 2.000 taksi dari sembilan perusahaan, di mana sekitar 50 persennya mesti berhenti beroperasi. Salahsatunya diakibatkan menjamurnya moda transportasi berbasis online.
"50 persen tersebut tidak jalan karena situasi angkutan lagi tidak benar. Selain transportasi berbasis online banyaknya motor, dan kendaraan pribadi," ujar dia.
Ia menambahkan, penurunan itu terjadi sejak dua tahun terakhir. Hal itu dikarenakan selain adanya transportasi online juga mudahnya masyarakat mendapatkan kendaraan secara kredit terutama sepeda motor.
Selain itu, kebijakan pemerintah kota yang menerbitkan angkutan massal gratis seperti bus sekolah serta penambahan armada bus dalam kota membuat pengusaha dan sopir angkot semakin menjerit.
"Penurunan pendapatan sebanyak 60 persen," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017
"Pengusaha dirugikan dengan aksi kemarin. Kalau hitungan kendaraan sebanyak 50 persen dari 5.521 armada itu dikalikan rata-rata Rp100 ribu tidak setor, berapa kerugiannya?," ujar Ketua Organda Kota Bandung Neneng Djuraidah di Bandung, Jumat.
Neneng menuturkan, meski mengalami kerugian, para pengusaha angkot tidak begitu mempedulikannya, sebab aksi kemarin sebagai upaya sopir angkot memperjuangkan kesejahteraannya.
"Tapi mereka sedang berjuang, agar kehadiran transportasi online dihentikan atau dibenahi. Karena berpengaruh pada pendapatan dan setoran," katanya.
Dia menyebut, saat ini terdapat 5.521 angkot dan 2.000 taksi dari sembilan perusahaan, di mana sekitar 50 persennya mesti berhenti beroperasi. Salahsatunya diakibatkan menjamurnya moda transportasi berbasis online.
"50 persen tersebut tidak jalan karena situasi angkutan lagi tidak benar. Selain transportasi berbasis online banyaknya motor, dan kendaraan pribadi," ujar dia.
Ia menambahkan, penurunan itu terjadi sejak dua tahun terakhir. Hal itu dikarenakan selain adanya transportasi online juga mudahnya masyarakat mendapatkan kendaraan secara kredit terutama sepeda motor.
Selain itu, kebijakan pemerintah kota yang menerbitkan angkutan massal gratis seperti bus sekolah serta penambahan armada bus dalam kota membuat pengusaha dan sopir angkot semakin menjerit.
"Penurunan pendapatan sebanyak 60 persen," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017