Antarajabar.com - Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Cianjur, Sumitra, belum bisa menentukan perkiraan angka kenaikan upah di Cianjur karena pihaknya baru akan berkoordinasia dengan Pemprov Jabar.

"Kami masih menunggu hitung-hitungannya dulu dari Pemprop Jabar, untuk saat ini kami belum bisa memastikan berapa besaran upah yang akan ditentukan atau berapa kenaikan yang akan ditetapkan," katanya di Cianjur, Selasa.

Namun ungkap dia, berdasarkan PP nomer 78 tahun 2015, kenaikan upah didasari inflasi dan pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan ada pp tersebut setiap tahun upah buruh dipastikan naik, meskipun tidak dapat dipastikan besarannya.

"Kalau tahun ini naik 11 persen, kemungkinan untuk upah tahun depan naiknya lebih dari 11 persen atau bisa saja dibawah," katanya.

Sementara sejumlah buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Cianjur, mendesak Pemkab Cianjur, tidak mengikuti peraturan pemerintah (PP) nomor 78/2015 tentang pengupahan karena aturan tersebut dinilai menyengsarakan buruh.

Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSI TSK SPSI) Cianjur, Hendra Malik, mengatakan, dengan aturan tersebut upah buruh hanya bertambah sedikit seperti halnya yang terjadi pada Upah Minimum Propinsi (UMP) Jabar.

"Meskipun belum secara sah ditandatangani Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, diprediksi UMP 2017 mengalami kenaikan sebesar 8,25 persen dari UMP 2016 yang angkanya berkisar Rp1,3 juta, sehingga didapatkan UMP 2017," katanya.

Dia menjelaskan, UMP tersebut ditujukan untuk dareah yang belum memiliki UMK tetap, namun berbicara kesejahteraan buruh nilai tersebut dianggap belum layak karena tutur dia, berbicara buruh se Indonesia, bukan per kabupaten.

"Kami menilai hal serupa akan terjadi di Cianjur jika pemkab tidak mengambil sikap. Apabila turut menerapkan PP tersebut, maka peningaktannya diperkirakan sama dan hanya naik Rp100 ribu dari sebelumnya Rp1.890.520 menjadi Rp1.990.360 atau maksimal Rp2 juta. Nilai tersebut belum cukup dibandingkan dengan kondisi ekonomi saat ini yang serba mahal," katanya.

Pihaknya mendorong Pemkab Cianjur, mengembalikan penilaian kenaikan upah pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang saat ini angkanya diatas Rp2,2 juta."Kemungkinan kami mendorong agar kenaikan upah itu di atas 20 persen, sesuai dengan KHL," katanya.

Dia menambahkan, nilai tersebut sesuai ketika perusahaan masih belum memenuhi kewajibannya terkait hak normatif buruh."Meski sudah keluar keputusan bupati, tetap 828 perusahaan di Cianjur mayoritas tidak menjalankannya. Sehingga kami mendorong agar upah naik diatas 20 persen dari 2016," katanya.

Pewarta: Ahmad Fikri

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016