Antarajabar.com - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) mengatakan Pemerintah Provinsi Jabar akan berkonsultasi dengan Kementerian Tenaga Kerja terkait aspirasi pada tuntutan kenaikan upah minimum provinsi sebesar 8,25 persen.
        
"Apapun ini aspirasi, kami terima, kami akan perhatikan sebagai saran dan masukan. Kami akan masukkan ke Pemerintah Pusat melalui Kementerian Tenaga Kerja dan kementerian terkait," kata Ahmad Heryawan di Bandung, Jumat.
        
Ia mengatakan sangat memahami semua usulan dan aspirasi dari para serikat pekerja yang mewakili ribuan bahkan jutaan pekerja ini. Untuk itu, dia pun menerima semua aspirasi dan akan berkonsultasi dengan pemerintah pusat mengenai tuntutan para buruh.
        
"Namun yang lainnya tuntutan untuk mengabaikan PP 78 tentu tidak mungkin karena kami sebagai pemerintah daerah bawahannya pemerintah pusat tidak bisa begitu saja mengabaikan, tebtu saja kami akan konsultasi ke pemerintah pusat apakah memungkinkan sedikit di atas surat edaran menteri ataukah harus tetap sesuai dengan surat edaran menteri," ujarnya.
        
Sebelum hasil konsultasi keluar, Aher mengatakan pihaknya akan tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
        
Menurut dia aturan ini menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk menentukan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK) karena merupakan amanat dari pemerintah pusat.
        
"Sejak tahun lalu kami menggunakan PP (Nomor 78 Tahun 2015) kan dan sampai hari ini PP itu masih berlaku. Dimana PP itu harus dilaksanakan karena itu keputusan Pemerintah Pusat ditandatangani oleh Presiden. Berarti Gubernur dan Bupati/Wali Kota terikat dengan PP itu," kata Aher.
        
"Kalau PP kan sederhana perhitungannya. Inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi kali upah tahun lalu. Ya itu hitungan praktisnya," lanjutnya.
        
Ia menambahkan penetapan UMP berdasarkan usulan UMK yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota, sehingga pihak provinsi akan membuat Surat Keputusan (SK) mengenai UMP berdasarkan usulan UMK dengan mengacu pada aturan yang ada.
        
"Jadi prosesnya itu Kepgub (Keputusan Gubernur) untuk UMK, UMK-nya sendiri itu diusulkan oleh Kabupaten/Kota. Kita hanya meng-SK-kan apa yang diusulkan. Yang diusulkan kabupaten/kota ya pasti mengacu pada PP 78," kata Aher.
         
Hingga kini Pemprov Jabar pun masih menunggu usulan UMK dari setiap kabupaten/kota sampai 21 November 2016 atau 40 hari menjelang hari H atau tahun baru 2017 dan  pihaknya masih belum menerima usulan UMK tersebut.
        
"Bagi kami situasinya harus kondusif dan urusan penetapan UMP itu mudah. Kalau UMP kan sederhana karena dia mengontrol upah yang terkecil. Jangan sampai ada upah di lapangan yang di bawah UMP," ujar Aher.
        
Ia juga mengimbau para buruh yang ingin menyampaikan aspirasi atau berdemo agar dilakukan dengan tertib dan aman.
        
"Jadi kalau ada saran, demo, atau ingin ada usulan ya lakukan dengan baik, demo yang kondusif, aman. Tidak ada anarkis, tidak ada ribut, dan tidak ada kekerasan. Kalau ada usulan kami sebagai wakil Pemerintah Pusat akan kami sampaikan ke Pemerintah Pusat," kata dia.

   

Pewarta: Ajat Sudrajat

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016