Prosedur biasa, tapi kok dijemput menggunakan tank tempur?

Pertatanyaan itu terus berkecamuk di benak ini ketika wartawan Antara dijemput menggunakan dua unit tank tempur disertai pasukan tentara bersenjata Mesir dalam siaga penuh.

Peristiwa menegangkan itu terjadi di Rafah, kota perbatasan Mesir-Gaza, Palestina, pada Selasa (29/12), ketika penulis hendak memasuki Pintu Penyeberangan Rafah-Gaza untuk kunjungan ke Jalur Gaza.

Hari itu, penulis menggunakan jasa taksi yang sopirnya seorang pria muda warga asli Rafah.

Padahal, sehari sebelumnya setiba dari Kairo, Antara dengan taksi yang sama berkeliling di Rafah, aman-aman saja kendati mengalami belasan kali pemeriksaan di setiap pos keamanan di dalam kota itu.

Rafah saat ini memang masih memberlakukan keadaan darurat dan berlaku jam malam dari pukul 19.00 hingga 06:00 keesokan harinya.

Perjalanan pada Selasa pagi menggunakan taksi itu, sudah melalui delapan kali pemeriksaan di pos-pos keamanan yang dijaga tentara.

Sekitar pukul 10.00, sampai di sebuah perempatan jalan di pusat kota Rafah. Di situ terdapat menara pemantau terbuat dari besi, dan di sekitar jalan tampak beberapa kemah pos tentara.

Berbeda dengan pos-pos pemeriksaan lainnya yang padat antrean kendaraan, di pos ini lalu lintasnya agak sepi.

Seorang tentara, dengan handy talky di tangan, datang menghampiri Antara yang duduk di jok depan, samping sopir.

Sambil mengulurkan tangan mengajak bersalaman, pemeriksa meminta paspor.

Penulis pun menyerahkan data diri dan dokumen perjalanan, terdiri atas paspor, kartu pers dari Press Center Kementerian Penerangan Mesir, kartu pers Istana Presiden Mesir, dan Surat rekomendasi izin masuk Jalur Gaza dari Kementerian Luar Negeri Mesir.

Setelah memerhatikan semua dokumen itu, pemeriksa menggunakan handy talky berbicara, kemungkinan dengan atasannya, entah berada di mana.

Terdengar dia melaporkan bahwa ada seorang wartawan asing memasuki Rafah untuk tujuan berkunjung ke Gaza.

Dari seberang, lawan bicara terdengar mepertanyakan, "Hari ini kan tidak ada jadwal pembukaan Pintu Pinyeberangan Rafah-Gaza, kenapa sampai ada wartawan asing masuk kota Rafah? Pakai kendaraan apa dia?".

Pemeriksa pun menjelaskan panjang lebar kepada atasannya sambil menjauh dari taksi.

Beberapa menit kemudian, pemeriksa menghampiri lagi dan mengatakan, "Bapak akan dijemput untuk menghadap Komandan Militer Rafah di kantornya. Tenang saja, ini prosedur biasa".

Petugas beralih memeriksa sopir taksi yang wajahnya tampak pucat pasi, ketakutan.

"Kamu jangan ketakutan, nanti malah dicurigai," ujarnya, menenangkan sopir.

Sambil menunggu penjemput, kami tidak diperkenankan keluar dari taksi, dan kunci taksi pun diambilnya.

Sekitar satu jam menunggu, dari kejauhan terdengar suara bising kendaraan berat, ternyata datang dua unit tank tempur bersama beberapa tentara bersenjata dalam siaga penuh.

Sopir taksi diperintahkan naik ke salah satu tank tempur, dan seorang tentara mengendarai taksi bersama Antara, ke kantor komandan. 

Setiba di kantor komandan -- yang di sekitar gedungnya dipenuhi tentara -- penulis diterima dengan ramah oleh sang komandan.

Dipersilakan duduk dan dia menawari minuman, namun penulis menolak dengan halus, tujuannya agar cepat pulang.

Setelah memeriksa dokumen dan bertanya panjang-lebar mengenai tujuan wartawan Antara ke Rafah, sang komandan kemudian minta izin untuk shalat Zuhur.

Usai shalat zuhur, sang komandan menyerahkan kembali semua dokumen Antara kepada salah satu tentara penjemput tadi.

Komandan pun bersalaman dengan penulis dan mengucapkan selamat jalan, sembari memeberikan sebungkus paket berisi aneka kue manis kering. "Halawah Maulid An Nabi SAW", ucapnya.

Hal itu merupakan tradisi masyarakat Muslim Mesir merayakan Maulid Nabi dengan saling memberi hadiah berupa aneka ragam kue manis kering.

Sampai di sini, lega rasanya hati ini, penulis menyangka persoalan telah selesai. Rupanya belum.

Menghadap intelijen militer
Keluar dari kantor komandan, sopir taksi sudah diberikan kembali kunci mobilnya. Kami berdua berpelukan haru di dalam taksi karena menganggap selesai sudah persoalan.

"Ikut di belakang," teriak tentara pemegang dokumen di atas sebuah tank tempur. Wajah sopir taksi kembali pucat.

Ternyata kami diantar untuk menghadap Kepala Intelijen Militer Rafah untuk pemeriksaan lanjutan. Kali ini kami hanya dikawal satu unit tank saja dan beberapa tentara di dalamnya.

Setengah jam kemudian, tibalah kami di sebuah kompleks berpagar beton tinggi dengan pintu baja tertutup rapat.

Petugas dalam kompleks perkantoran ini semuanya berpakaian sipil. 

Seperti Komandan Tentara, Kepala Intelijen juga menyambut penulis dengan ramah.

Setelah periksa dokumen dan bertanya panjang-lebar, Antara dan sopir taksi dipersilakan menunggu di ruang piket.

Tak lama kemudian, seorang petugas minta penulis menyerahkan telepon genggam, laptop dan kamera.

Namun, laptop dan kamera ada dalam taksi, begitu pula koper pakaian.

Petugas pun meminta kunci taksi, namun kami tidak diperkenankan keluar dari ruang piket.

Sesaat kemudian, petugas datang minta Antara menuliskan pin atau pasword laptop dan telepon genggam.

Sekitar sejam kemudian, petugas kembali menemui Antara dan menyerahkan semua dokumen, laptop serta telepon genggam.

Penulis pun diminta sekali lagi ke ruang kerja Kepala Intelijen. Dia menerangkan bahwa tidak ada masalah dengan kehadiran wartawan Antara, namun katanya, Pintu Perbatasan Rafah masih belum dibuka.

"Kalau Pintu Penyeberangan Rafah belum dibuka, tentu saja saya akan kembali ke Kairo," jawab kami.

Kami bersama sopir taksi pun lega, dan kembali ke penginapan dengan aman tanpa pengawalan tank tempur lagi. 

Pewarta: Munawar S Makyanie

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016