Antarajabar.com - Pemerintah Thailand membatalkan rencana membuat gerbang tunggal Internet, kata wakil perdana menteri pada Kamis, menempatkan pranata yang memungkinkan pihak berwenang memantau isinya.
Rencana menggalang 10 gerbang Internet Thailand ke satu titik kendali pemerintah pusat menjadi salah satu prakarsa paling tidak disukai dari pemerintah sejak mereka berkuasa, menyusul kudeta tak berdarah pada tahun lalu.
Wakil Perdana Menteri Somkid Jatusripitak, mantan menteri keuangan, menyatakan rencana itu dicabut.
"Kami tidak akan membicarakan itu lagi. Jika kami mengatakan tidak akan melakukan itu, kami tidak akan melakukannya," kata Somkid dalam forum ekonomi di Bangkok.
Rencana gerbang tunggal itu disetujui pada Agustus. Beberapa pihak mengkhawatirkan usul tersebut akan menghancurkan persaingan dan mengingatkan akan langkah paling kejam untuk membatasi kebebasan berbicara.
Rencana itu juga memicu kekhawatiran bahwa kecepatan Internet akan menurun, yang hampir pasti merugikan usaha berjaringan dan membuat marah pengguna Internet.
Beberapa pihak percaya bahwa pemerintah akan menghidupkan kembali rencana tersebut.
"Pada saat ini, mereka harus mengatakan membatalkan itu karena penerimaan usul itu tidak baik. Tapi, begitu orang melupakannya, mereka mungkin menghidupkannya kembali," kata Yingcheep Atchanont, manajer proyek dialog Internet di iLaw, kelompok pemantau hukum yang berpusat di Bangkok, kepada Reuters.
Lalu lintas internet di Thailand sudah sangat diawasi dan yang dianggap menggunakan Internet tidak tepat dapat diadili di bawah Undang-Undang Kejahatan Komputer 2007, yang mengancam hukuman hingga lima tahun untuk pelanggaran terhadap "keamanan Kerajaan itu".
Pegiat menggelar penentangan di jaringan terhadap gerbang tunggal itu, yang juga dijuluki "Tembok Besar Thailand" karena mengikuti kendali ketat Tiongkok atas Internet-nya.
Pada awal bulan ini, serangan "cyber" menyasar laman pemerintah.
Thailand mengecilkan serangan tergalang itu, dengan menteri teknologi berjanji bahwa rencana untuk gerbang tunggal Internet tidak akan mengganggu media gaul dan hubungan usaha.
Pemerintahan Thailand menunjukkan pendekatan tenggang rasa nol atas perbedaan pendapat dan melarang unjuk rasa sejak kudeta itu. Usul gerbang tersebut memicu kekhawatiran akan tindakan keras pada kebebasan berbicara.
Setidak-tidaknya, tujuh laman terkait pemerintah dipaksa keluar jaringan dalam unjuk rasa tergalang di Facebook terhadap rencana menyalurkan isi Internet melalui satu gerbang dari sekitar 10 sekarang.
Unjuk rasa itu adalah perlambang, bukan serangan, kata Menteri Penerangan dan Teknologi Komunikasi Uttama Savanayana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015
Rencana menggalang 10 gerbang Internet Thailand ke satu titik kendali pemerintah pusat menjadi salah satu prakarsa paling tidak disukai dari pemerintah sejak mereka berkuasa, menyusul kudeta tak berdarah pada tahun lalu.
Wakil Perdana Menteri Somkid Jatusripitak, mantan menteri keuangan, menyatakan rencana itu dicabut.
"Kami tidak akan membicarakan itu lagi. Jika kami mengatakan tidak akan melakukan itu, kami tidak akan melakukannya," kata Somkid dalam forum ekonomi di Bangkok.
Rencana gerbang tunggal itu disetujui pada Agustus. Beberapa pihak mengkhawatirkan usul tersebut akan menghancurkan persaingan dan mengingatkan akan langkah paling kejam untuk membatasi kebebasan berbicara.
Rencana itu juga memicu kekhawatiran bahwa kecepatan Internet akan menurun, yang hampir pasti merugikan usaha berjaringan dan membuat marah pengguna Internet.
Beberapa pihak percaya bahwa pemerintah akan menghidupkan kembali rencana tersebut.
"Pada saat ini, mereka harus mengatakan membatalkan itu karena penerimaan usul itu tidak baik. Tapi, begitu orang melupakannya, mereka mungkin menghidupkannya kembali," kata Yingcheep Atchanont, manajer proyek dialog Internet di iLaw, kelompok pemantau hukum yang berpusat di Bangkok, kepada Reuters.
Lalu lintas internet di Thailand sudah sangat diawasi dan yang dianggap menggunakan Internet tidak tepat dapat diadili di bawah Undang-Undang Kejahatan Komputer 2007, yang mengancam hukuman hingga lima tahun untuk pelanggaran terhadap "keamanan Kerajaan itu".
Pegiat menggelar penentangan di jaringan terhadap gerbang tunggal itu, yang juga dijuluki "Tembok Besar Thailand" karena mengikuti kendali ketat Tiongkok atas Internet-nya.
Pada awal bulan ini, serangan "cyber" menyasar laman pemerintah.
Thailand mengecilkan serangan tergalang itu, dengan menteri teknologi berjanji bahwa rencana untuk gerbang tunggal Internet tidak akan mengganggu media gaul dan hubungan usaha.
Pemerintahan Thailand menunjukkan pendekatan tenggang rasa nol atas perbedaan pendapat dan melarang unjuk rasa sejak kudeta itu. Usul gerbang tersebut memicu kekhawatiran akan tindakan keras pada kebebasan berbicara.
Setidak-tidaknya, tujuh laman terkait pemerintah dipaksa keluar jaringan dalam unjuk rasa tergalang di Facebook terhadap rencana menyalurkan isi Internet melalui satu gerbang dari sekitar 10 sekarang.
Unjuk rasa itu adalah perlambang, bukan serangan, kata Menteri Penerangan dan Teknologi Komunikasi Uttama Savanayana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015