Antarajabar.com - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengkritisi peringkat perguruan tinggi Indonesia di pentas dunia yang tidak masuk 600 dunia sehingga menjadi tantangan dunia pendidikan ke depan.
"Perguruan tinggi di Indonesia harus menggenjot lagi, pasalnya tahun ini tidak ada satupun yang masuk peringkat 600 dunia. Ini jelas harus menjadi perhatian dunia pendidikan," kata Rizal Ramli pada Seminar Inovasi TIK untuk Indonesia Cerdas di Kampus ITB Kota Bandung, Kamis.
Menurut dia, dengan kondisi itu jelas para dosen dari semua jenjang pendidikan itu perlu menggenjot lagi kapasitas dan kemampuanya agar mampu mendorong kualitas pendidikan tinggi nasional.
Ia mengkritisi peningkatan jumlah doktor di perguruan tinggi belum seiring dengan harapan menjadikan perguruan tinggi Indonesia bisa masuk peringkat dunia.
"Semasa saya kuliah dulu, perguruan tinggi Indonesia ada yang masuk peringkat 200 dunia, bahkan 150-an. Dan itu harus menjadi perbandingan saat ini," katanya.
Menurut dia di tengah tingginya anggaran untuk mencetak doktor di perguruan tinggi, namun belum bisa mendongkrak reputasi mereka.
Rizal Ramli menyebutkan, perguruan tinggi Indonesia perlu mencari terobosan agar mampu meraih peringkat dunia sekaligus menjadikan tenaga pengajarnya bisa eksis dan bereputasi di tingkat internasional.
Pada kesempatan itu, Rizal yang juga alumni ITB itu mengusulkan agar kampus-kampus di Indonesia untuk mengambil staf pengajar yang telah memiliki reputasi dunia untuk mengajar di kampus itu.
"Cari terobosan segera, salah satu tipnya ambil pengajar terkenal yang memiliki reputasi untuk mengajar, tentunya bisa mendongkrak. Kami berharap dalam 4-5 tahun ke depan ada perguruan tinggi Indonesia yang kembali bisa masuk peringkat 200 dunia," katanya.
Pada kesempatan itu, ia juga mengkritisi birokrasi di sejumlah perguruan tinggi nasional yang masih feodal sehingga menciptakan budaya dan suasana yang kurang kondusif untuk mendorong kemajuan.
"Masih ada perilaku feodal di kalangan pejabat sejumlah kampus kita, itu harus dihindari. Masa zaman seperti ini masih ada rektor yang tasnya dibawain oleh orang lain, itu sudah tidak boleh ada lagi," katanya.
Sementara itu Rektor ITB Prof Dr Kadarsyah menanggapi pernyataan Menko Kemaritiman menyebutkan upaya peningkatan kualitas perguruan tinggi terus dilakukan. Terkait peringkat perguruan tinggi, menurut dia perlu ada perlu lembaga yang mengeluarkannya.
"Saya kira peringkat perguruan tinggi itu harus dilakukan berdasarkan klaster, tidak bisa dipukul rata. Harus ada klaster dan lembaga mana yang merilisnya," kata dia.
Rektor ITB menyebutkan, pemeringkatan perguruan tinggi harus dilakukan berdasarkan klasternya, tidak bisa dipukul rata. Pasalnya bila dilakukan penglkasteran itu lebih fair.
"Kita tidak bisa dipukul rata dengan perguruan tinggi yang sudah punya nama, perlu klaster sehingga lebih realistis," katanya.
Ia menyebutkan, bila pemeringkatan secara klaster jelas sejumlah perguruan tinggi Indonesia memiliki peringkat lebih baik. Ia mencontohkan untuk jurusan Geodesi dan Perminyakan ITB masuk peringkat bagus.
Terkait pengembangna inovasi, menurut dia pihaknya terus meningkatkan inovasi baru. Saat ini menurut dia ITB fokus dalam pengembangan 29 inovasi baru serta membentuk lembaga inovasi bagi mahasiswanya.
"Lembaga inovasi mahasiwa kita berjalan, dan tahun ini kita fokus kembangkan 29 inovasi dengan melibatkan ide-ide dari mahasiswa kita," kata Rektor ITB itu.
Sementara itu kegiatan seminar Inovasi TIK untuk Indonesia Cerdas di kampus ITB berlangsung selama dua hari dengan pemateri antara lain Menteri Ritek dan Dikti Muhammad Natsir, Menkominfo Rudiantara, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Ketua Komisi I DPR Mahfidz Sidik, ekonom Hendri Suparini, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil serta sejumlah pakar IT Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015
"Perguruan tinggi di Indonesia harus menggenjot lagi, pasalnya tahun ini tidak ada satupun yang masuk peringkat 600 dunia. Ini jelas harus menjadi perhatian dunia pendidikan," kata Rizal Ramli pada Seminar Inovasi TIK untuk Indonesia Cerdas di Kampus ITB Kota Bandung, Kamis.
Menurut dia, dengan kondisi itu jelas para dosen dari semua jenjang pendidikan itu perlu menggenjot lagi kapasitas dan kemampuanya agar mampu mendorong kualitas pendidikan tinggi nasional.
Ia mengkritisi peningkatan jumlah doktor di perguruan tinggi belum seiring dengan harapan menjadikan perguruan tinggi Indonesia bisa masuk peringkat dunia.
"Semasa saya kuliah dulu, perguruan tinggi Indonesia ada yang masuk peringkat 200 dunia, bahkan 150-an. Dan itu harus menjadi perbandingan saat ini," katanya.
Menurut dia di tengah tingginya anggaran untuk mencetak doktor di perguruan tinggi, namun belum bisa mendongkrak reputasi mereka.
Rizal Ramli menyebutkan, perguruan tinggi Indonesia perlu mencari terobosan agar mampu meraih peringkat dunia sekaligus menjadikan tenaga pengajarnya bisa eksis dan bereputasi di tingkat internasional.
Pada kesempatan itu, Rizal yang juga alumni ITB itu mengusulkan agar kampus-kampus di Indonesia untuk mengambil staf pengajar yang telah memiliki reputasi dunia untuk mengajar di kampus itu.
"Cari terobosan segera, salah satu tipnya ambil pengajar terkenal yang memiliki reputasi untuk mengajar, tentunya bisa mendongkrak. Kami berharap dalam 4-5 tahun ke depan ada perguruan tinggi Indonesia yang kembali bisa masuk peringkat 200 dunia," katanya.
Pada kesempatan itu, ia juga mengkritisi birokrasi di sejumlah perguruan tinggi nasional yang masih feodal sehingga menciptakan budaya dan suasana yang kurang kondusif untuk mendorong kemajuan.
"Masih ada perilaku feodal di kalangan pejabat sejumlah kampus kita, itu harus dihindari. Masa zaman seperti ini masih ada rektor yang tasnya dibawain oleh orang lain, itu sudah tidak boleh ada lagi," katanya.
Sementara itu Rektor ITB Prof Dr Kadarsyah menanggapi pernyataan Menko Kemaritiman menyebutkan upaya peningkatan kualitas perguruan tinggi terus dilakukan. Terkait peringkat perguruan tinggi, menurut dia perlu ada perlu lembaga yang mengeluarkannya.
"Saya kira peringkat perguruan tinggi itu harus dilakukan berdasarkan klaster, tidak bisa dipukul rata. Harus ada klaster dan lembaga mana yang merilisnya," kata dia.
Rektor ITB menyebutkan, pemeringkatan perguruan tinggi harus dilakukan berdasarkan klasternya, tidak bisa dipukul rata. Pasalnya bila dilakukan penglkasteran itu lebih fair.
"Kita tidak bisa dipukul rata dengan perguruan tinggi yang sudah punya nama, perlu klaster sehingga lebih realistis," katanya.
Ia menyebutkan, bila pemeringkatan secara klaster jelas sejumlah perguruan tinggi Indonesia memiliki peringkat lebih baik. Ia mencontohkan untuk jurusan Geodesi dan Perminyakan ITB masuk peringkat bagus.
Terkait pengembangna inovasi, menurut dia pihaknya terus meningkatkan inovasi baru. Saat ini menurut dia ITB fokus dalam pengembangan 29 inovasi baru serta membentuk lembaga inovasi bagi mahasiswanya.
"Lembaga inovasi mahasiwa kita berjalan, dan tahun ini kita fokus kembangkan 29 inovasi dengan melibatkan ide-ide dari mahasiswa kita," kata Rektor ITB itu.
Sementara itu kegiatan seminar Inovasi TIK untuk Indonesia Cerdas di kampus ITB berlangsung selama dua hari dengan pemateri antara lain Menteri Ritek dan Dikti Muhammad Natsir, Menkominfo Rudiantara, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Ketua Komisi I DPR Mahfidz Sidik, ekonom Hendri Suparini, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil serta sejumlah pakar IT Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015