Antarajabar.com - Pakar air tanah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Lambok Hutasoit mengatakan volume air tanah di Kota Bandung kian menyusut.
"Kondisi itu sebagian besar disebabkan ulah manusia. Kota Bandung yang semakin maju ditandai dengan menjamurnya proyek-proyek pembangunan komersial seperti hotel dan apartemen," kata Lambok di Bandung, Senin.
Menurutnya, proyek-proyek tersebut mengancam kondisi air tanah di Bandung. Jika terus terjadi air tanah di Kota Kembang ini dipastikan akan habis. Hingga saat jumlah air tanah yang digunakan oleh pihak-pihak tersebut sudah lebih dari 50 persen dari jumlah air tanah keseluruhan di Kota Bandung.
"Hotel-hotel itu semuanya tidak menggunakan air dari PDAM, sebab PDAM tidak akan sanggup melayani. Mereka itu jelas menggunakan air tanah," katanya.
Hal tersebut diperburuk dengan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku utama air. Adanya intensitas pengambilan air tanah yang cukup besar membuat muka air tanah di Bandung terus menurun.
"Air tanah itu bagus kualitasnya. Industri tekstil mengincarnya. Mereka tak mau pakai air dari PDAM. Makanya dia hajar-hajar terus air tanah," kata Lambok.
Dibatalkannya revisi UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) membuat penggunaan air tanah tidak terkontrol.
"Saya berharap secepatnya ada UU yang baru," kata dia.
Sebagai salah satu upaya menambah persediaan air tanah, Lambok juga menyarankan tiap rumah warga di Bandung membuat sumur resapan dengan kedalaman minimal satu meter.
Sebelumnya, Perhimpunan Ahli Air Tanah Indonesia (PAAI) dan Ground Water Working Group (GWWG) mencatat, muka air tanah di Kota Bandung mengalami penurunan sekitar 75 meter.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015
"Kondisi itu sebagian besar disebabkan ulah manusia. Kota Bandung yang semakin maju ditandai dengan menjamurnya proyek-proyek pembangunan komersial seperti hotel dan apartemen," kata Lambok di Bandung, Senin.
Menurutnya, proyek-proyek tersebut mengancam kondisi air tanah di Bandung. Jika terus terjadi air tanah di Kota Kembang ini dipastikan akan habis. Hingga saat jumlah air tanah yang digunakan oleh pihak-pihak tersebut sudah lebih dari 50 persen dari jumlah air tanah keseluruhan di Kota Bandung.
"Hotel-hotel itu semuanya tidak menggunakan air dari PDAM, sebab PDAM tidak akan sanggup melayani. Mereka itu jelas menggunakan air tanah," katanya.
Hal tersebut diperburuk dengan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku utama air. Adanya intensitas pengambilan air tanah yang cukup besar membuat muka air tanah di Bandung terus menurun.
"Air tanah itu bagus kualitasnya. Industri tekstil mengincarnya. Mereka tak mau pakai air dari PDAM. Makanya dia hajar-hajar terus air tanah," kata Lambok.
Dibatalkannya revisi UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) membuat penggunaan air tanah tidak terkontrol.
"Saya berharap secepatnya ada UU yang baru," kata dia.
Sebagai salah satu upaya menambah persediaan air tanah, Lambok juga menyarankan tiap rumah warga di Bandung membuat sumur resapan dengan kedalaman minimal satu meter.
Sebelumnya, Perhimpunan Ahli Air Tanah Indonesia (PAAI) dan Ground Water Working Group (GWWG) mencatat, muka air tanah di Kota Bandung mengalami penurunan sekitar 75 meter.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2015