Hasil survei terkini dari Lembaga Survei Indonesia Denny JA menunjukkan bahwa elektabilitas calon Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meningkat signifikan dengan rata-rata kenaikan 30-40 persen di wilayah yang disurvei.
"Setelah Ridwan Kamil maju di Pilkada DKI Jakarta, elektabilitas Dedi Mulyadi memang naik sangat signifikan," kata Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah melalui sambungan telepon di Purwakarta, Kamis.
Ia menyampaikan, kenaikan elektabilitas mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi itu rata-rata di angka 30 sampai 40 persen pada setiap wilayah yang disurvei, termasuk di wilayah sekitar Tasikmalaya yang merupakan basis partai Islam dan Kota Bekasi yang menjadi basis PKS. Bahkan elektabilitas Dedi Mulyadi di Subang unggul telak.
Menurut dia, kenaikan signifikan elektabilitas Dedi Mulyadi bukan semata-mata tak ada kompetitor utama seperti Ridwan Kamil. Namun karena secara personal, Dedi Mulyadi memang punya modal elektabilitas dan brand yang kuat untuk ‘dijual’. Apalagi ia punya bekal tingkat kesukaan masyarakat yang tinggi.
Atas hal tersebut, elektabilitas Dedi kini bukan saja unggul di basis tradisional-nya, tapi sudah merambah kokoh di basis hijau atau basis partai-partai Islam seperti PKS dan PPP. Bahkan, termasuk di basis merah yang dikuasai PDIP.
Toto menyebutkan, seperti di Kota Tasikmalaya yang merupakan basis PPP dan Kota Bekasi yang menjadi basis PKS, Dedi Mulyadi mampu mengungguli seluruh kandidat dengan elektabilitas 62,0 persen di Kota Bekasi dan 78,6 persen di Kota Tasik.
Kondisi itu perlu mendapat sorotan, karena di Bekasi misalnya, ada Ahmad Syaikhu, kader PKS yang diusung partainya sebagai calon gubernur Jabar, dan tinggal juga di Bekasi. Namun elektabilitas Syaikhu tertinggal jauh dari Dedi dengan hanya 28,9 persen saja.
Kemudian di Kota Tasik yang menjadi basis pemilih PPP, Dedi lebih moncer lagi dengan elektabilitasnya 78,6 persen. Sementara tiga kandidat lainnya di bawah 10 persen, termasuk Ahmad Syaikhu yang hanya 9,3 persen.
Ada kejadian yang cukup fenomenal sesuai dengan hasil survei itu, kata Toto, di Kabupaten Subang yang selama ini merupakan kantong PDIP, Dedi unggul telak dengan 92 persen. Sedangkan tiga kandidat lainnya di bawah 5 persen. Kasus yang sama terjadi basis tradisionalnya di Purwakarta, Dedi unggul telak dengan 89,5 persen.
Atas hasil survei itu, katanya, dapat disimpulkan bahwa perilaku pemilih pada Pemilihan Legislatif itu berbeda dengan Pilkada. Artinya, hasil Pileg itu tidak selalu berbanding lurus antara dukungan banyak partai dengan kemenangan calon di Pilkada.
"Berbeda dengan di Pileg. Kalau di Pilkada itu yang menentukan kemenangan adalah kekuatan personal figur. Mau didukung banyak partai pun, kalau figurnya lemah, biasanya kalah. Begitu juga sebaliknya,” kata Toto.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Setelah Ridwan Kamil maju di Pilkada DKI Jakarta, elektabilitas Dedi Mulyadi memang naik sangat signifikan," kata Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah melalui sambungan telepon di Purwakarta, Kamis.
Ia menyampaikan, kenaikan elektabilitas mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi itu rata-rata di angka 30 sampai 40 persen pada setiap wilayah yang disurvei, termasuk di wilayah sekitar Tasikmalaya yang merupakan basis partai Islam dan Kota Bekasi yang menjadi basis PKS. Bahkan elektabilitas Dedi Mulyadi di Subang unggul telak.
Menurut dia, kenaikan signifikan elektabilitas Dedi Mulyadi bukan semata-mata tak ada kompetitor utama seperti Ridwan Kamil. Namun karena secara personal, Dedi Mulyadi memang punya modal elektabilitas dan brand yang kuat untuk ‘dijual’. Apalagi ia punya bekal tingkat kesukaan masyarakat yang tinggi.
Atas hal tersebut, elektabilitas Dedi kini bukan saja unggul di basis tradisional-nya, tapi sudah merambah kokoh di basis hijau atau basis partai-partai Islam seperti PKS dan PPP. Bahkan, termasuk di basis merah yang dikuasai PDIP.
Toto menyebutkan, seperti di Kota Tasikmalaya yang merupakan basis PPP dan Kota Bekasi yang menjadi basis PKS, Dedi Mulyadi mampu mengungguli seluruh kandidat dengan elektabilitas 62,0 persen di Kota Bekasi dan 78,6 persen di Kota Tasik.
Kondisi itu perlu mendapat sorotan, karena di Bekasi misalnya, ada Ahmad Syaikhu, kader PKS yang diusung partainya sebagai calon gubernur Jabar, dan tinggal juga di Bekasi. Namun elektabilitas Syaikhu tertinggal jauh dari Dedi dengan hanya 28,9 persen saja.
Kemudian di Kota Tasik yang menjadi basis pemilih PPP, Dedi lebih moncer lagi dengan elektabilitasnya 78,6 persen. Sementara tiga kandidat lainnya di bawah 10 persen, termasuk Ahmad Syaikhu yang hanya 9,3 persen.
Ada kejadian yang cukup fenomenal sesuai dengan hasil survei itu, kata Toto, di Kabupaten Subang yang selama ini merupakan kantong PDIP, Dedi unggul telak dengan 92 persen. Sedangkan tiga kandidat lainnya di bawah 5 persen. Kasus yang sama terjadi basis tradisionalnya di Purwakarta, Dedi unggul telak dengan 89,5 persen.
Atas hasil survei itu, katanya, dapat disimpulkan bahwa perilaku pemilih pada Pemilihan Legislatif itu berbeda dengan Pilkada. Artinya, hasil Pileg itu tidak selalu berbanding lurus antara dukungan banyak partai dengan kemenangan calon di Pilkada.
"Berbeda dengan di Pileg. Kalau di Pilkada itu yang menentukan kemenangan adalah kekuatan personal figur. Mau didukung banyak partai pun, kalau figurnya lemah, biasanya kalah. Begitu juga sebaliknya,” kata Toto.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024