Di tengah ingar-bingar Festival Kuliner Jalur Rempah (FKJR) Sarumban 2024 di Kota Cirebon, Jawa Barat, aroma manis dan gurih dari bacang memenuhi udara, menggoda setiap pengunjung untuk mencicipi kelezatan kudapan tersebut.
Taman Ade Irma Suryani, lokasi festival ini diadakan, dipenuhi tawa dan obrolan seru, menciptakan suasana meriah yang menyatukan berbagai kalangan.
Di tengah keramaian itu, Yulia, seorang ahli pembuat bacang, menjadi pusat perhatian. Dengan cekatan, ia membungkus campuran ketan putih, daging, jamur, dan bumbu rempah dalam daun bambu yang wangi.
Proses pembuatan bacang yang melibatkan banyak tahap--dari mencuci beras ketan hingga memasak daging dengan bumbu tertentu--menunjukkan betapa kaya serta kompleksnya cita rasa yang dihasilkan.
Bacang, makanan berbentuk segitiga sama sisi yang dibungkus daun bambu, merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa yang telah berakar kuat di Cirebon. Dulu, kuliner ini hanya disajikan saat perayaan Peh Cun pada Imlek.
“Bacang ini lebih dari sekadar makanan, ini adalah perjalanan waktu, menggambarkan kekayaan sejarah kuliner di Cirebon,” kata Yulia sambil tersenyum saat berbincang dengan ANTARA.
Selain bacang, festival ini juga menghadirkan berbagai hidangan khas masyarakat peranakan Tionghoa, Arab, dan India yang masing-masing memiliki cerita sejarahnya sendiri.
Pengunjung pun bisa menemukan pameran kuliner dari empat keraton di Cirebon, yang menyajikan hidangan-hidangan tradisional yang jarang ditemui.
Melestarikan warisan kuliner
FKJR Sarumban 2024 mengundang setiap pengunjung dari berbagai kota sekitar, untuk tidak hanya mencicipi kelezatan makanan, tetapi juga menyelami sejarah dan budaya yang membentuknya.
Melalui festival ini, keunikan Cirebon dalam keragaman kulinernya semakin dikenal sekaligus mengangkat kembali kejayaan maritim yang pernah dimiliki kota ini.
Di sudut-sudut taman, para penjual sibuk melayani pembeli yang antusias mencoba setiap hidangan. Makanan-makanan ini mengingatkan pengunjung akan kejayaan Cirebon sebagai pelabuhan utama pada abad ke-15 dan ke-16, seolah membawa mereka kembali ke masa lalu.
Selama 3 hari, tepatnya pada tanggal 12--14 Juli 2024, festival ini menampilkan 14 kegiatan yang beragam dari pameran kuliner hingga workshop dan lomba.
Di satu sudut, lomba kreasi kue tapel berlangsung meriah. Peserta lomba dengan penuh semangat menunjukkan kemampuan mereka dalam menciptakan jajanan tradisional yang lezat dan menarik.
Lomba ini bukan hanya tentang memenangkan hadiah, melainkan menjadi upaya dalam melestarikan warisan kuliner yang hampir terlupakan.
Kue tapel merupakan salah satu jajanan lezat dari Cirebon yang terbuat dari tepung beras, parutan kelapa, ketan, potongan pisang, dan gula merah.
Sekilas, tampilannya mirip kerak telur Betawi, tetapi rasanya berbeda dengan cita rasa manis dan sedikit gurih. Kue ini juga memiliki tekstur unik, yakni garing di luar tetapi lembut saat disantap.
Pada sudut lain, sebuah workshop pembuatan batik peranakan menarik perhatian banyak orang.
Pengunjung dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, tampak antusias mencoba membuat batik dengan bimbingan para pengrajin batik yang berpengalaman.
Batik peranakan adalah hasil akulturasi antara motif batik Cirebon dengan nuansa etnis Tionghoa sehingga menciptakan karya seni yang indah dan penuh makna.
Cirebon jadi bagian dari jalur rempah
Pemerintah Kota Cirebon mengadakan FKJR Sarumban 2024 untuk mempromosikan beragam makanan khas daerahnya yang dibuat oleh para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Acara ini diikuti lebih dari 30 pelaku UMKM dan ekonomi kreatif di Kota Cirebon, serta menarik 1.000 pengunjung setiap harinya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cirebon Agus Sukmanjaya menjelaskan kata "Sarumban" pada festival ini, dipilih karena merupakan asal mula nama Cirebon yang berubah dari Caruban, Carbon, hingga menjadi Cirebon.
FKJR sendiri merupakan bagian dari perayaan Hari Jadi Ke-597 Cirebon. Melalui ajang ini, Disbudpar berharap kuliner khas Cirebon beserta keunikan budayanya dapat dikenal luas oleh masyarakat luar daerah, sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan.
Selain itu, festival ini menjadi strategi pemerintah daerah untuk menghidupkan kembali narasi sejarah Cirebon.
Pada masa lalu, Cirebon merupakan simpul perdagangan strategis yang menyalurkan komoditas rempah-rempah dari pedalaman Jawa Barat ke Eropa.
"Festival ini bertujuan membangkitkan kembali masa kejayaan Cirebon sebagai bandar niaga internasional," ujar Agus.
Warisan budaya dan kuliner Cirebon hingga kini masih hidup dan berkembang. Di tengah modernisasi serta globalisasi, kekayaan lokal ini tetap menjadi identitas yang kuat bagi masyarakat setempat.
Melalui setiap hidangan yang disajikan, setiap cerita yang dikisahkan dan setiap kegiatan yang digelar, festival ini mengingatkan seluruh pihak akan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya di Cirebon.
Sementara itu Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti menegaskan bahwa FKJR Sarumban adalah bagian dari program Jalur Rempah, yang bertujuan merawat warisan budaya bahari Nusantara.
Program ini diselenggarakan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia, serta menjaga keragaman kuliner Nusantara yang kaya akan penggunaan rempah.
Pihaknya sangat mengapresiasi festival di Kota Cirebon ini karena menampilkan kekayaan sejarah Nusantara.
Mengenalkan keunikan kuliner Cirebon
Cirebon, sebuah kota di pesisir utara Jawa Barat, bukan hanya dikenal sebagai kota pelabuhan bersejarah, melainkan juga tersohor karena menjadi surga bagi para pecinta kuliner.
Dengan warisan budayanya, Cirebon menawarkan berbagai hidangan khas yang memanjakan lidah dan mencerminkan percampuran budaya yang unik.
Empal gentong, nasi jamblang, dan tahu gejrot adalah beberapa ikon kuliner Cirebon yang telah menarik perhatian banyak wisatawan.
Empal gentong, hidangan berbahan dasar daging sapi yang dimasak dalam gentong tanah liat, menawarkan cita rasa yang dalam dan kaya rempah.
Nasi jamblang, yang disajikan dengan daun jati, memberikan aroma khas yang sulit dilupakan. Sementara tahu gejrot, tahu yang disiram kuah asam manis pedas, menjadi favorit di kalangan semua usia.
Tidak hanya itu, Cirebon juga terkenal dengan kuliner kaki limanya. Dari pagi hingga malam, para pedagang menjajakan makanan seperti docang, sego lengko, dan mi koclok yang siap memuaskan selera siapa pun yang mencobanya.
Di balik setiap hidangan khas Cirebon, tersimpan cerita sejarah dan budaya yang kaya. Misalnya, pengaruh budaya Tionghoa, Arab, dan Eropa terlihat jelas dalam berbagai resep maupun teknik memasak yang digunakan.
Interaksi antarbudaya ini telah menciptakan hidangan dengan rasa dan tekstur yang unik, membuat setiap gigitan menjadi sebuah petualangan rasa.
Berangkat dari hal tersebut, Pemkot Cirebon mencoba mengenalkan keunikan serta kelezatan kulinernya kepada para pelancong yang singgah di kotanya.
Salah satu upaya itu ditunjukkan dengan mendukung para pelaku usaha di wilayahnya, melalui program business matching bersama Indonesian Gastronomy Community (IGC) pada 24 Mei 2024.
Dalam acara tersebut, para pelaku usaha memiliki kesempatan untuk memperkenalkan produk-produk unggulan mereka kepada anggota IGC yang hadir langsung di Mal UKM Kota Cirebon.
Produk-produk yang dipamerkan mayoritas merupakan kuliner dan minuman khas yang hanya bisa ditemukan di Cirebon dan sekitarnya, yang kemudian dicicipi oleh anggota komunitas tersebut selama berlangsungnya kegiatan business matching.
Dari 219 pelaku UMKM yang menjadi mitra binaan di Mal UKM Kota Cirebon, sekitar 70 persen di antaranya bergerak di bidang kuliner dan produk olahan minuman.
Program ini tidak hanya membuka peluang bagi para pelaku usaha untuk menjalin hubungan bisnis dengan IGC, tetapi juga memperkenalkan produk mereka ke calon konsumen di luar Kota Cirebon.
Ketua Umum IGC Ria Musiawan menjelaskan pemilihan Cirebon sebagai destinasi merupakan bagian dari upaya untuk mengeksplorasi lebih dalam makanan khas daerah tersebut.
Eksplorasi ini bertujuan untuk mengungkap kisah historis, budaya, dan berbagai seluk-beluk yang ada di balik makanan khas Cirebon.
IGC adalah komunitas yang didirikan dengan tujuan melestarikan makanan dan minuman khas Indonesia, beserta nilai filosofis, budaya, sejarah, dan aspek-aspek lainnya.
Selain melestarikan, komunitas ini juga ingin kuliner Indonesia, termasuk di Cirebon, dapat dikenal lebih luas, baik di dalam negeri maupun di kancah internasional.
Baginya, Cirebon memiliki potensi yang bisa digali lagi di sektor pariwisata kuliner. Kehadiran makanan khas dan keunikan serta kelezatan rasanya itu layak dipromosikan lebih luas kepada wisatawan khususnya terkait dengan sisi gastronomi.
Gastronomi, bagi dia, bukan sekadar untuk mengenyangkan perut, tetapi juga mengandung sisi sejarah dan budaya yang mendalam.
Sambil berpetualang di Cirebon, para pengunjung pun bisa menggali cerita-cerita yang melekat di balik kuliner yang disantap.
Sambil berpetualang di Cirebon, para pengunjung pun bisa menggali cerita-cerita yang melekat di balik kuliner yang disantap.
Dengan kombinasi sejarah yang kaya, budaya yang beragam, dan kuliner yang lezat, Cirebon mengukuhkan dirinya sebagai kota kuliner yang wajib dikunjungi.
Bagi para pecinta makanan, berkunjung ke Cirebon menjadi sebuah perjalanan rasa yang penuh kejutan dan kenikmatan.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjelajah rasa seraya melestarikan kuliner Cirebon
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024