Antarajawabarat.com,9/12 - Kerusakan bangunan sipil akibat aksi militer Israel dalam operasi mereka musim panas ini merupakan kejahatan perang dan harus diselidiki, menurut pemantau hak asasi manusia Amnesti Internasional, Selasa.
Penghancuran empat bangunan bertingkat selama empat hari terakhir operasi 50 hari pada musim panas kali ini melanggar hukum kemanusiaan internasional, kata kelompok itu.
"Semua bukti yang kita miliki menunjukkan kerusakan besar-besaran ini dilakukan dengan sengaja dan tanpa pembenaran militer," kata Philip Luther, Direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara Amnesti Internasional.
"Kedua fakta di lapangan dan pernyataan yang dibuat oleh juru bicara militer Israel pada saat itu menunjukkan bahwa serangan itu merupakan hukuman kolektif terhadap rakyat Gaza dan dirancang untuk menghancurkan mata pencaharian mereka yang sudah rentan."
"Kejahatan perang harus independen dan tidak memihak dan mereka yang bertanggung jawab harus diadili di pengadilan yang adil."
Tidak ada reaksi langsung terhadap pernyataan Amnesti Internasional itu dari pihak Israel.
Salah satu bangunan bersejarah yang hancur adalah Pusat Perdagangan Kota di Rafah, yang berisi pusat perbelanjaan, klinik kesehatan dan kantor. Tempat itu menjadi lokasi mata pencaharian bagi ratusan keluarga, kata kelompok itu.
Israel telah mengatakan bahwa salah satu bangunan menjadi tempat pusat komando dari gerakan Islam Palestina Hamas, sementara itu yang lainnya memiliki "fasilitas terkait dengan militan Palestina", menurut kelompok hak asasi.
Namun, militer memiliki kewajiban untuk menggunakan metode yang meminimalkan kerugian bagi warga sipil dan harta benda mereka, dan sebelumnya telah menyasar apartemen tertentu tanpa merusak seluruh bangunan, tambahnya.
Amnesti Internasional mengatakan bahwa warga penghuni bangunan itu telah diperingatkan untuk meninggalkan lokasi oleh militer Israel, tetapi mereka tidak punya waktu untuk menyelamatkan barang-barang berharga.
Puluhan orang dari bangunan di dekatnya terluka, dan ratusan kehilangan rumah mereka, menurut kelompok hak asasi itu.
Amnesti Internasional menyerukan agar kelompoknya dan kelompok hak-hak asasi lainnya diberi akses ke Gaza dan agar tim penyelidik PBB dalam perang diizinkan untuk melakukan penyelidikan.
Israel telah menolak untuk bekerja sama dengan komisi karena "permusuhan obsesif terhadap Israel", menurut juru bicara kementerian luar negeri.
antara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2014
Penghancuran empat bangunan bertingkat selama empat hari terakhir operasi 50 hari pada musim panas kali ini melanggar hukum kemanusiaan internasional, kata kelompok itu.
"Semua bukti yang kita miliki menunjukkan kerusakan besar-besaran ini dilakukan dengan sengaja dan tanpa pembenaran militer," kata Philip Luther, Direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara Amnesti Internasional.
"Kedua fakta di lapangan dan pernyataan yang dibuat oleh juru bicara militer Israel pada saat itu menunjukkan bahwa serangan itu merupakan hukuman kolektif terhadap rakyat Gaza dan dirancang untuk menghancurkan mata pencaharian mereka yang sudah rentan."
"Kejahatan perang harus independen dan tidak memihak dan mereka yang bertanggung jawab harus diadili di pengadilan yang adil."
Tidak ada reaksi langsung terhadap pernyataan Amnesti Internasional itu dari pihak Israel.
Salah satu bangunan bersejarah yang hancur adalah Pusat Perdagangan Kota di Rafah, yang berisi pusat perbelanjaan, klinik kesehatan dan kantor. Tempat itu menjadi lokasi mata pencaharian bagi ratusan keluarga, kata kelompok itu.
Israel telah mengatakan bahwa salah satu bangunan menjadi tempat pusat komando dari gerakan Islam Palestina Hamas, sementara itu yang lainnya memiliki "fasilitas terkait dengan militan Palestina", menurut kelompok hak asasi.
Namun, militer memiliki kewajiban untuk menggunakan metode yang meminimalkan kerugian bagi warga sipil dan harta benda mereka, dan sebelumnya telah menyasar apartemen tertentu tanpa merusak seluruh bangunan, tambahnya.
Amnesti Internasional mengatakan bahwa warga penghuni bangunan itu telah diperingatkan untuk meninggalkan lokasi oleh militer Israel, tetapi mereka tidak punya waktu untuk menyelamatkan barang-barang berharga.
Puluhan orang dari bangunan di dekatnya terluka, dan ratusan kehilangan rumah mereka, menurut kelompok hak asasi itu.
Amnesti Internasional menyerukan agar kelompoknya dan kelompok hak-hak asasi lainnya diberi akses ke Gaza dan agar tim penyelidik PBB dalam perang diizinkan untuk melakukan penyelidikan.
Israel telah menolak untuk bekerja sama dengan komisi karena "permusuhan obsesif terhadap Israel", menurut juru bicara kementerian luar negeri.
antara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2014