Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Jawa Barat menyatakan saat ini aktivitas ekonomi nasional terjaga, namun masih perlu untuk mengantisipasi dampak jika pendapatan negara menurun yang berimplikasi pada kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Jabar.

"Karena saat ini risiko global masih tinggi karena dibayangi tensi geopolitik, tantangan digitalisasi ekonomi, perubahan iklim, dan transisi demografi menuju ageing population," kata Kepala Bagian Umum DJPb Giri Susilo, dalam sebuah keterangan di Bandung, Sabtu.

DJPb Jabar mencatat pertumbuhan ekonomi cenderung lema, dengan tensi geopolitik yang meningkatkan mengancam  rantai pasokan,  utamanya konflik di Timur Tengah dan Ukraina.

Namun, sektor riil di Jabar terkendali yang ditunjukkan dengan tingkat inflasi Maret 2024 di bawah lima persen, yaitu sebesar 3,48 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,78.

Kemudian, neraca perdagangan luar negeri regional Jawa Barat bulan Februari 2024 masih melanjutkan surplus sebesar 1,99 miliar dolar AS, di mana pada nilai ekspor Februari 2024 mencapai 3 miliar dolar AS, sementara nilai impor Februari 2024 mencapai 1,01 miliar dolar AS.

Seiring aktivitas ekonomi domestik yang terjaga dan relatif kuat, Giri mengatakan kinerja APBN hingga 31 Maret 2024, masih mencatatkan surplus, namun pemerintah akan terus mewaspadai volatilitas pasar keuangan dan perlambatan pertumbuhan
ekonomi dunia.

"APBN 2024 di Jawa Barat, terus dioptimalkan sebagai peredam getaran (shock absorber) untuk melindungi daya beli, menjaga stabilitas ekonomi, dan mendukung berbagai agenda pembangunan," katanya.

Giri menerangkan realisasi APBN Regional Jawa Barat hingga akhir Maret 2024 menghasilkan surplus sebesar Rp4,96 triliun. Total pendapatan sebanyak Rp35,61 triliun (21,77 persen) dan total belanja Rp30,65 triliun (25,51 persen).
Kenaikan pendapatan terjadi pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tumbuh 226,51 persen atau senilai Rp28,44 miliar dan PPh Non Migas yang tumbuh sebesar 10,43 persen.

"Juga adanya kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Badan Layanan Umum (BLU) yang signifikan, karena terdapat perubahan kebijakan percepatan pengesahan pendapatan BLU," ujarnya.

Kemudian, kata Giri yang mewakili Plt Kepala Kanwil DJPb itu, untuk penerimaan pajak sampai 31 Maret 2024, mencapai Rp 26,42 triliun. Jenis pajak PPh Non Migas mengalami peningkatan sebesar 9,95 persen (Rp1,3 triliun), sedangkan PBB mengalami pertumbuhan sebesar 127,99 persen (Rp19,38 miliar) dibandingkan periode Maret 2023.

"PPh 21 tumbuh 20,17 persen didorong banyaknya pembayaran pajak masa Desember 2023 yang dibayarkan pada triwulan I 2024, juga pembayaran sekaligus atas jaminan hari tua, uang tebusan pensiun, uang pesangon dan bonus tahun 2023 yang dicairkan pada triwulan I 2024," ujarnya.

Dari sisi sektor dominan, sektor industri pengolahan berkontribusi terbesar yakni 44,72 persen, dengan sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 4,22 persen seiring dengan makin membaiknya aktivitas masyarakat di sektor perdagangan internasional dengan kontribusi 21,54 persen.

Total realisasi PNBP mengalami pertumbuhan tahunan (year on year/yoy) sebesar 12,09 persen dengan capaian 35,69 persen dari target Rp4,91 triliun yang dikontribusi oleh PNBP lainnya dan pendapatan badan layanan umum.

Capaian PNBP lainnya dikontribusi dari realisasi pada Pendapatan Paspor, Pendapatan Penerbitan STNK, Pendapatan BPKP, Penerimaan Kembali TKD dan Dana Desa Tahun Anggaran Yang Lalu dan Pendapatan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).

Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan 31 Maret 2024 mencapai Rp12,11 triliun, tumbuh 74,93 persen dari tahun sebelumnya yang didukung oleh peningkatan signifikan realisasi pada seluruh jenis belanja.
Realisasi Belanja Pegawai mencapai Rp5,02 triliun dikontribusi oleh kenaikan pembayaran belanja gaji dan tunjangan TNI/Polri serta PNS, seiring kenaikan gaji pokok PNS dan TNI/Polri, belanja tunjangan khusus dan belanja pegawai transito.

"Termasuk belanja gaji dan tunjangan Pegawai Non PNS, serta PPPK," ucapnya.

Realisasi belanja barang sampai dengan 31 Maret 2024 mencapai Rp5,72 triliun, tumbuh 113,32 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang disebabkan peningkatan kinerja pada hampir seluruh jenis belanja barang, terutama dikontribusi oleh kegiatan penyelenggaraan pemilu dalam proses konsolidasi demokrasi tahun 2024 pada KPU, profesionalisme dan kesejahteraan prajurit, serta pelayanan kesehatan dan JKN.

Realisasi Belanja Modal, sampai dengan 31 Maret 2024 mencapai Rp1,35 triliun, tumbuh signifikan sebesar 92,62 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang dikontribusi realisasi pada Program Ketahanan Sumber Daya Air, infrastruktur dan Wajib Belajar 12 tahun, serta Program Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Realisasi Belanja Bantuan Sosial tercatat sebesar Rp17,13 miliar, Realisasi Bansos sampai Maret 2024 untuk Rehabilitasi Sosial sebesar Rp2,39 miliar dan Belanja Bantuan Sosial untuk Perlindungan Sosial sebesar Rp14.73 miliar.

"Penyaluran Bansos di Jawa Barat pada tahun 2020 sampai 2023 terbesar di tujuh Kabupaten yaitu Bogor, Cianjur, Cirebon, Garut, Sukabumi, Tasikmalaya, dan Kabupaten Bandung yang diikuti dengan kenaikan IPM setiap tahunnya," ujarnya.

Realisasi Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2024 sampai 31 Maret 2024 lebih besar dibanding periode yang sama tahun 2023, realisasi TKD meningkat 10,39 persen dibanding realisasi Maret 2023 dari Rp16,8 triliun menjadi Rp18,55 triliun.

"Hingga Maret 2024, hampir semua jenis TKD telah terealisasi, kecuali Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik. Realisasi terbesar pada Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp10,31 triliun yang merupakan penyaluran DAU Block Grant. Kemudian DAK Non Fisik sebesar Rp5,57 triliun yang berupa dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan ( BOS, BOP PAUD dan BOP Kesetaraan)," ujarnya.
DJPb Jabar juga mencatat capaian penerimaan neto Bea Cukai Jawa Barat sebesar Rp7,44 triliun atau 20,60 persen dari target tahunan (yoy).

Pertumbuhan total penerimaan Bea dan Cukai tahunan sendiri turun sebesar 22,24 persen atau senilai Rp2,13 trilun, dikarenakan terdapat kenaikan target penerimaan untuk wilayah Jawa Barat sebesar Rp36,09 triliun dari target tahun 2023.

"Langkah optimalisasi penerimaan dilakukan dengan melakukan monitoring dan evaluasi serta pengamanan penerimaan negara melalui Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (TOPN) TA 2024, optimalisasi ekstra effort penerimaan melalui audit, penelitian ulang, monitoring umum dan khusus, penagihan aktif dan join collection serta implementasi Ultimum Remedium Cukai, dan kegiatan lainnya," tuturnya.

"Dengan gambaran demikian, APBN di Jawa Barat tetap solid menjaga optimisme di tengah dinamika ekonomi global," katanya menambahkan.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DJPb Jabar: Perlu antisipasi dampak pendapatan negara turun pada APBD

Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024