Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan kepercayaan yang dipegang pemimpin dan jamaah Aolia tidak sesuai syariat Islam dan menyelisih pendapat ulama mayoritas yang memiliki otoritas keilmuan.

"Kepercayaan yang dipegang oleh pemimpin jamaah Aolia tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam," ujar Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, jamaah Aolia di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), telah menggelar shalat Idul Fitri pada Jumat (5/4) dan mengawali puasa pada Kamis (7/3).

Menurut Zainut, meskipun ajaran jamaah Aolia tidak dikategorikan sebagai aliran sesat tetapi ajaran tersebut menyelisih pendapat ulama mayoritas (mainstream) yang memiliki otoritas keilmuan dan keulamaan, sehingga ajaran tersebut bisa disebut menyimpang.

Ketetapan pemimpin jamaah Aolia dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal tidak menggunakan dalil atau dasar hukum yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Keyakinan jamaah Aolia tersebut tidak ada landasan syariat dan fikihnya sama sekali," kata dia.

Kendati demikian, Zainut mengajak masyarakat agar tidak menghujat atau mengolok-olok mereka. Menurut dia, bisa jadi jamaah Aolia berbuat seperti itu karena ketidaktahuan mereka.

Untuk itu, kata dia, sudah menjadi tugas MUI dan ormas Islam lainnya untuk mengingatkan dan memberikan pemahaman ajaran agama yang benar.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MUI: Kepercayaan yang dipegang jamaah Aolia menyelisih pendapat ulama

Pewarta: Asep Firmansyah

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024