Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengungkapkan sejumlah alasan yang menyebabkan harga beras pada awal 2024 belum mengalami penurunan.

"Situasinya memang sedang dapat tekanan dari sisi produksi, sebagian petani kita terlambat tanamnya, lalu mulai Januari mereka tanam," katanya di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin.

Bayu mengatakan Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan pada Januari-Februari 2024 terjadi defisit persediaan beras nasional sekitar 2,7 juta ton.

"Baru mulai ada panen agak besar pada Maret (2024). Jadi, memang sekarang sedang terjadi defisit, makanya harganya naik," ungkapnya.

Alasan lainnya, kata dia, juga terkait dengan harga pupuk global yang belum turun karena kondisi global seperti perang Ukraina-Rusia.

"Harga pupuk belum turun, masih susah karena faktor Ukraina, kemudian juga sekarang yang jadi situasi di global adalah gangguan dari rantai pasok karena ada situasi dengan Laut Merah membuat transportasi memutar lewat Afsel, muterin Afrika. Tadinya, lewat Terusan Suez lebih pendek sekarang jadi panjang dan itu menambah waktu dan biaya. Itu juga mendorong harga naik jadi memang situasinya sedang tidak mudah," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, distribusi beras program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) harus dilaksanakan untuk menekan harga beras.

"Bantuan pangan SPHP-nya Bulog itu harus dilaksanakan paling tidak masyarakat punya alternatif bisa mengurangi nantinya tekanan," ujar Bayu.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah meningkatkan distribusi beras program SPHP untuk menekan harga komoditas pokok tersebut.
 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bulog ungkap sejumlah alasan harga beras belum turun

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024