Tim dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut, Jawa Barat melakukan skrining masyarakat di Kecamatan Cilawu untuk mendeteksi dini keracunan makanan jenis sate jebred atau satai kulit, jika menunjukkan gejala sakit dan ada riwayat mengkonsumsi satai tersebut maka secepatnya dilakukan penangan medis.
"Kita lakukan skrining lapangan, benar-benar dia punya riwayat makanan tertentu, yang diduga menyebabkan keracunan, itu kita masukkan ke laporan baru, penambahan kasus," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinkes Kabupaten Garut Asep Surachman saat dihubungi wartawan di Garut, Kamis.
Ia menuturkan, tim dari Dinkes Garut memberikan imbauan kepada masyarakat yang mengeluhkan sakit dan menunjukkan gejala keracunan seperti mual, pusing, dan muntah-muntah untuk segera datang ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, kata dia, tim juga melakukan verifikasi ke lapangan apabila mendapatkan informasi ada warga yang sakit untuk dicek sakitnya karena keracunan makanan atau bukan.
"Dugaan keracunan makanan, kita masukkan, kalau dia enggak punya riwayat makan apa-apa, dengan yang diduga selama ini, makanan itu, kita keluarkan (bukan korban keracunan)," katanya.
Ia menyampaikan, tim kesehatan terus melakukan pendataan di lapangan untuk memastikan jumlah korban keracunan makanan yang diduga dari sate jebred.
Selama ini, kata dia, data di lapangan terjadi penambahan, termasuk ada pasien satu orang usia 35 tahun meninggal dunia di rumah sakit yang baru diketahui juga sama mengkonsumsi sate jebred.
Laporan terbaru jumlah warga yang menjadi korban keracunan makanan di Kecamatan Cilawu sebanyak 52 orang dengan rincian warga Cilawu 41 orang, sebanyak 11 orang dirawat, 28 orang rawat jalan, dan dua orang meninggal dunia.
Sedangkan warga luar daerah dari Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya yang tercatat di Puskesmas Cilawu sebanyak 11 orang dengan rincian 1 orang dirawat, 9 orang rawat jalan, dan 1 orang meninggal dunia.
"Masih muda ya orang yang meninggal ini, tidak ada keluhan penyakit apa-apa, cuma ya itu terasa seperti mual, muntah, dia pusing, lemas, dan dibawa ke sebuah rumah sakit, dan itu meninggal di sana," katanya.
Ia menambahkan, terkait hasil laboratorium pemeriksaan sampel makanan dan muntahan dalam kasus keracunan makanan itu belum dapat diketahui, prosesnya membutuhkan waktu cukup lama yakni paling cepat sepekan.
Uji laboratorium itu, kata dia, tidak hanya dilakukan oleh Dinkes Garut, tapi juga oleh Kepolisian Resor Garut yang dilakukan ujinya ke Pusat Laboratorium Mabes Polri.
"Mana yang lebih cepat, itu yang akan salah satu indikasi dari mana-mananya, penyebabnya," kata Asep.
Sebelumnya, sejumlah warga dari Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut maupun luar daerah dari Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya mengeluhkan sakit mual, pusing dan muntah-muntah, sehingga harus mendapatkan perawatan medis di Puskesmas Cilawu, Minggu (8/10) malam.
Sehari kemudian warga yang keracunan semakin bertambah, bahkan ada dua orang lansia yang meninggal dunia yakni warga Garut dan warga Tasikmalaya, dan terakhir satu orang warga Garut meninggal dunia, Selasa (10/10).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
"Kita lakukan skrining lapangan, benar-benar dia punya riwayat makanan tertentu, yang diduga menyebabkan keracunan, itu kita masukkan ke laporan baru, penambahan kasus," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinkes Kabupaten Garut Asep Surachman saat dihubungi wartawan di Garut, Kamis.
Ia menuturkan, tim dari Dinkes Garut memberikan imbauan kepada masyarakat yang mengeluhkan sakit dan menunjukkan gejala keracunan seperti mual, pusing, dan muntah-muntah untuk segera datang ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, kata dia, tim juga melakukan verifikasi ke lapangan apabila mendapatkan informasi ada warga yang sakit untuk dicek sakitnya karena keracunan makanan atau bukan.
"Dugaan keracunan makanan, kita masukkan, kalau dia enggak punya riwayat makan apa-apa, dengan yang diduga selama ini, makanan itu, kita keluarkan (bukan korban keracunan)," katanya.
Ia menyampaikan, tim kesehatan terus melakukan pendataan di lapangan untuk memastikan jumlah korban keracunan makanan yang diduga dari sate jebred.
Selama ini, kata dia, data di lapangan terjadi penambahan, termasuk ada pasien satu orang usia 35 tahun meninggal dunia di rumah sakit yang baru diketahui juga sama mengkonsumsi sate jebred.
Laporan terbaru jumlah warga yang menjadi korban keracunan makanan di Kecamatan Cilawu sebanyak 52 orang dengan rincian warga Cilawu 41 orang, sebanyak 11 orang dirawat, 28 orang rawat jalan, dan dua orang meninggal dunia.
Sedangkan warga luar daerah dari Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya yang tercatat di Puskesmas Cilawu sebanyak 11 orang dengan rincian 1 orang dirawat, 9 orang rawat jalan, dan 1 orang meninggal dunia.
"Masih muda ya orang yang meninggal ini, tidak ada keluhan penyakit apa-apa, cuma ya itu terasa seperti mual, muntah, dia pusing, lemas, dan dibawa ke sebuah rumah sakit, dan itu meninggal di sana," katanya.
Ia menambahkan, terkait hasil laboratorium pemeriksaan sampel makanan dan muntahan dalam kasus keracunan makanan itu belum dapat diketahui, prosesnya membutuhkan waktu cukup lama yakni paling cepat sepekan.
Uji laboratorium itu, kata dia, tidak hanya dilakukan oleh Dinkes Garut, tapi juga oleh Kepolisian Resor Garut yang dilakukan ujinya ke Pusat Laboratorium Mabes Polri.
"Mana yang lebih cepat, itu yang akan salah satu indikasi dari mana-mananya, penyebabnya," kata Asep.
Sebelumnya, sejumlah warga dari Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut maupun luar daerah dari Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya mengeluhkan sakit mual, pusing dan muntah-muntah, sehingga harus mendapatkan perawatan medis di Puskesmas Cilawu, Minggu (8/10) malam.
Sehari kemudian warga yang keracunan semakin bertambah, bahkan ada dua orang lansia yang meninggal dunia yakni warga Garut dan warga Tasikmalaya, dan terakhir satu orang warga Garut meninggal dunia, Selasa (10/10).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023