Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Maroko Ahmad Dailami Fadhil mengatakan kondisi para pelajar Indonesia di Maroko saat ini aman, pascagempa berkekuatan Magnitudo 6,8 yang terjadi di negara itu pada Jumat malam (8/9) waktu setempat.

"Kondisinya aman dan terkendali," kata Ahmad kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan tidak ada pelajar Indonesia yang terkena dampak gempa. Sehingga mereka semua dalam keadaan baik-baik saja.

Meski demikian, Ahmad mengatakan banyak bangunan di sekitar tempat tinggal para pelajar Indonesia di Marakesh mengalami rusak hingga roboh akibat gempa.

"Yang di Kota Tua ini ada beberapa bangunan yang roboh sampai menghalangi jalan," katanya.

Namun demikian, kondisi fasilitas umum seperti rumah sakit, dapur umum dan listrik di kota itu masih berfungsi baik dan dapat digunakan oleh masyarakat.

Ahmad mengatakan saat ini ada total 204 pelajar Indonesia yang belajar di Maroko, dengan sebagian besar di antaranya tinggal di Marakesh, jauh dari lokasi yang terdampak gempa cukup parah, yaitu di daerah Al Haouz.

Gempa bumi di Maroko hingga Senin (11/9) telah menelan 2.862 korban jiwa dan 2.562 korban luka berdasarkan laporan dari situs berita daring Maroko, Hespress, yang dikutip dari Kementerian Dalam Negeri Maroko.

Sementara itu, Pemerintah Maroko, kata Ahmad, telah membentuk tim komisi dan investigasi yang ditugaskan untuk merekonstruksi bangunan-bangunan runtuh, merehabilitasi korban gempa dan mengumpulkan sumbangan dana.

"Berita terakhir dan terkini, dua hari lalu, Pemerintah Maroko baru membuka donasi hanya berbentuk uang saja. Adapun logistik dan SDM belum bisa," kata Ahmad.
Sementara itu, PPI Maroko, kata Ahmad, telah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Maroko untuk menyampaikan perkembangan situasi yang terjadi di lapangan pascagempa di sana.

"Kami selalu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan KBRI. Jadi, memang KBRI instruksinya koordinasi juga dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI) di Jakarta dan Kementerian Dalam dan Luar Negeri Maroko," demikian kata Ahmad.


2.800 orang tewas

Sebelumnya, penduduk desa di beberapa bagian Maroko, yang dilanda gempa terbesar selama lebih dari satu abad terakhir, berkemah di luar rumah untuk malam keempat pada Senin, ketika jumlah korban tewas meningkat menjadi lebih dari 2.800 orang.

Tim pencari dari Spanyol, Inggris dan Qatar bergabung dalam upaya Maroko untuk menemukan korban selamat dari gempa berkekuatan 6,8 magnitudo yang melanda Pegunungan High Atlas pada Jumat malam, meratakan rumah-rumah bata berbahan lumpur tradisional yang tersebar di wilayah tersebut.

TV pemerintah melaporkan pada Senin malam bahwa jumlah korban tewas meningkat menjadi 2.862 orang, dan 2.562 orang terluka. Disebabkan sebagian besar zona gempa berada di daerah yang sulit dijangkau, pihak berwenang belum mengeluarkan perkiraan jumlah orang hilang.

Di desa Tinmal, hampir semua rumah hancur dan seluruh masyarakat kehilangan tempat tinggal. Bau kematian puluhan hewan yang terkubur di bawah reruntuhan tercium hingga ke sebagian desa.

Mouhamad Elhasan, 59 tahun, mengatakan bahwa dia sedang makan malam bersama keluarganya ketika gempa terjadi.

Putranya yang berusia 31 tahun melarikan diri ke luar dan dihantam atap rumah tetangga mereka yang runtuh, sehingga menjebaknya di bawah reruntuhan.

Elhasan mengatakan dia mencari putranya sambil menangis minta tolong. Namun, akhirnya tangisannya berhenti, dan saat dia mencapai putranya, dia sudah meninggal. Elhasan beserta istri dan putrinya tetap berada di dalam rumah mereka dan selamat.

"Jika dia tetap tinggal di dalam rumah, dia akan baik-baik saja," kata Elhasan.

Di Tinmel dan desa-desa lain, warga mengatakan mereka menarik orang keluar dari reruntuhan dengan tangan kosong.

Di Tikekhte, di mana hanya sedikit bangunan yang masih berdiri, Mohamed Ouchen, 66 tahun, menggambarkan bagaimana warga menyelamatkan sebanyak 25 orang – salah satunya adalah saudara perempuannya.

“Kami sibuk menyelamatkan. Karena tidak punya alat, kami pakai tangan,” ujarnya. "Kepalanya terlihat dan kami terus menggali dengan tangan," kata Ouchen.

Cuplikan rekaman dari desa terpencil Imi N'Tala, yang difilmkan oleh penyelamat Spanyol Antonio Nogales dari kelompok bantuan Bomberos Unidos Sin Fronteras (Persatuan Pemadam Kebakaran Tanpa Batas), menunjukkan pria dan anjing memanjat lereng curam yang tertutup puing-puing.

"Tingkat kehancurannya… absolut," kata Nogales pada Senin, berjuang untuk menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dia lihat. "Tidak ada satu rumah pun yang tetap berdiri tegak."

Meskipun skala kerusakan besar, dia mengatakan tim penyelamat yang melakukan pencarian dengan anjing masih berharap menemukan korban selamat.

Setelah tanggapan awal yang dianggap terlalu lambat oleh beberapa penyintas, tenda-tenda muncul di beberapa lokasi pada Senin malam ketika orang-orang menghabiskan malam keempat di luar ruangan.

Tentara Maroko mengatakan pihaknya memperkuat tim pencarian dan penyelamatan, menyediakan air minum, dan mendistribusikan makanan, tenda, dan selimut.

Sebuah jalan utama yang menghubungkan Pegunungan Atlas Tinggi ke Marrakesh macet pada Senin malam ketika kendaraan-kendaraan berat dan sukarelawan yang membawa pasokan bantuan menuju ke beberapa komunitas yang paling terkena dampaknya.

Relawan Maroko dan warga sipil, dibantu oleh beberapa orang asing, membantu mengarahkan lalu lintas dan membersihkan jalan dari puing-puing batu.

Maroko telah menerima tawaran bantuan dari Spanyol dan Inggris, yang keduanya mengirimkan spesialis pencarian dan penyelamatan dengan anjing pelacak, serta dari Uni Emirat Arab dan Qatar. Aljazair mengatakan telah mengalokasikan tiga pesawat untuk mengangkut personel penyelamat dan bantuan.

TV pemerintah mengatakan Pemerintah Maroko mungkin akan menerima tawaran bantuan dari negara lain nanti.

Sumber: Reuters


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PPI: Kondisi pelajar Indonesia di Maroko aman pascagempa M 6,8

Pewarta: Katriana

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023