Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyesalkan sikap sejumlah Guru Besar Ilmu Kedokteran dari universitas ternama yang mengkritisi RUU Kesehatan hanya berdasarkan provokasi dan fakta sesat yang diembuskan oleh pihak-pihak tertentu.

“Kami menyesalkan para guru besar tersebut tidak membaca dan tidak tabayun mencari fakta sebenarnya terkait RUU Kesehatan,” kata Juru Bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan penolakan terhadap RUU Kesehatan hanya didasarkan pada kabar bohong yang beredar di WhatsApp (WA) Group serta provokasi dari pihak-pihak tertentu.

Baca juga: FGBLP soroti pasal "mandatory spending", RUU Kesehatan sudah merespons

RUU Kesehatan, lanjutnya, disusun untuk membuat masyarakat lebih mudah mengakses dokter dan mendapatkan pengobatan dan layanan kesehatan yang murah. Sebagai contoh, lanjutnya, salah isu yang diembuskan para guru besar terkait terminologi dan waktu aborsi.

"Padahal masalah aborsi sudah diatur dalam UU KUHP yang baru dan RUU Kesehatan hanya mengikuti apa yang sudah ada di UU KUHP agar tidak bertentangan. Isu lain yang salah kaprah terkait kebijakan genomik," katanya.

Dikatakan Syahril, pengobatan presisi secara genomik sudah umum di negara lain. Bahkan Indonesia sudah jauh ketinggalan. "Malaysia dan Thailand sudah memulainya lebih dari lima tahun lalu. Kenapa guru besar ini keberatan dengan ilmu baru ini?,” katanya.

Kemenkes siap menerima para guru besar untuk berdiskusi kapan pun agar mereka tidak termakan hoaks dan dapat mengedukasi para mahasiswa dengan akurat.

Baca juga: RUU Kesehatan menghadirkan format baru organisasi profesi untuk lebih berkembang

Sejumlah guru besar lintas disiplin keilmuan dan profesi yang tergabung dalam Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) mengusulkan agar pemerintah menunda pengesahan RUU Kesehatan.

"Kami mengusulkan agar RUU Kesehatan ditunda pengesahannya, kemudian dilakukan revisi secara lebih kredibel dengan melibatkan tim profesional kepakaran, serta seluruh pemangku kepentingan," kata Perwakilan FGBLP Laila Nuranna dalam acara konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta hari ini.
Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut mengusulkan agar penyusunan RUU Kesehatan dilakukan secara lebih terbuka dan partisipatif.

Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan ketidakpuasan sejumlah pihak terhadap RUU Kesehatan merupakan hal yang wajar dalam diskusi dalam alam demokrasi.

Baca juga: Kemenkes: Pendidikan dokter spesialis berbasis RS didasari perencanaan nasional
 
"Kalau ada yang merasa, kok saya kasih seratus (masukan-red), tidak semuanya diterima, ya wajar. Kami lihat, dari seratus yang masuk akal cuma 50, DPR lihat yang masuk akal cuma 40. Diskusi itu terjadi," katanya dalam Podcast Kabinet "Rapor Pandemi hingga Polemik RUU Kesehatan" (3/7).
 
Menkes Budi juga menyebutkan RUU Kesehatan sudah dipersiapkan sejak Desember 2022 melalui peran serta masyarakat. Sosialisasi berlanjut pada agenda public hearing oleh pemerintah sejak Februari sampai akhir April 2023
 
Selama periode tersebut, Kemenkes telah menggelar 150 kegiatan mengundang 1.200 institusi, 7.000 tamu undangan hingga menghasilkan 6.000 masukan yang dipertimbangkan.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkes sesalkan sikap sejumlah guru besar tolak RUU Kesehatan

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023