Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indah Febrianti mengemukakan RUU Kesehatan memuat ketentuan keadilan restoratif atau restorative justice bagi tenaga medis dan kesehatan yang berhadapan dengan persoalan hukum.

"Dalam kebijakan pemidanaan ada mekanisme restorative justice yang mengedepankan mediasi," kata Indah Febrianti dalam agenda Dialog "Kemen-Cast" yang diikuti secara jaringan di Jakarta, Rabu.

Mekanisme mediasi dilakukan dengan melibatkan pihak terkait melalui peran mediator untuk dicarikan solusi atas masalah yang timbul. Tahapan mediasi bertujuan untuk proses penyelesaian perselisihan yang terjadi untuk dibawa ke ranah perdamaian.

"Jadi sebenarnya tidak mengupayakan menghukum pelaku, jadi lebih pada memulihkan dari akibat yang ditimbulkan," katanya.

Indah mengatakan perlindungan hukum terhadap tenaga medis dan kesehatan sebenarnya sudah tercantum di dalam Pasal 57 UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

"UU Praktik Kedokteran, Kebidanan, itu juga sebenarnya kata-kata hak perlindungan hukum sudah ada," katanya.

Karena RUU Kesehatan bersifat Omnibus Law, kata Indah, sangat tidak mungkin aturan eksisting itu ditiadakan.

Sepanjang tenaga kesehatan dan medis itu melaksanakan tugas sesuai standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar operasional prosedur, kata Indah, maka pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan hukum.
Upaya gugatan hukum terhadap tenaga medis dan kesehatan akan didahului dengan penegakan disiplin yang melibatkan Majelis Kehormatan Etik untuk memberi masukan kepada penegak hukum perihal ketentuan yang dilanggar.

"Antara proses disiplin dan hukum adalah hal berbeda. Dalam RUU saat ini kami lebih banyak menegakkan prinsip perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan," ujarnya.

Kemenkes juga menambahkan sejumlah pasal untuk menekankan aspek perlindungan hukum, seperti tanggung jawab pemerintah memberi perlindungan hukum, salah satunya dalam pelayanan bencana atau gawat darurat.

"Kami usulkan juga, tenaga kesehatan dan medis bertujuan menyelamatkan nyawa dan kecacatan dikecualikan dari tuntutan ganti rugi. Itu pasal yang baik dalam perlindungan hukum ini agar mereka lebih tenang melakukan pekerjaannya," kata Indah.


Mengatur Ketat Nakes Asing

Sebelumnya Kepala Biro Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indah Febrianti mengemukakan RUU Kesehatan mengatur secara ketat pendayagunaan tenaga medis dan kesehatan berstatus warga negara asing di Indonesia.

"Dalam RUU Kesehatan ini justru sangat ditekankan sekali pengetatannya. Secara prinsip, pengaturan dari pendayagunaan tenaga medis dan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dari layanan tertentu," katanya dalam acara Podcast "Kemen-cast" yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan RUU Kesehatan membatasi pendayagunaan tenaga asing di fasilitas layanan kesehatan Indonesia, salah satunya hanya pada kompetensi dokter spesialis dan subspesialis.
Hal itu pun, kata dia, dilaksanakan dengan memperhatikan tingkat kompetensi maupun kebutuhan ketersediaan dari tenaga medis dan tenaga kesehatan berstatus warga negara Indonesia (WNI).

"Kalau memang itu (WNI, red.) sudah cukup, tidak perlu lagi untuk menghadirkan tenaga asing, kecuali sesuai kebutuhan. Misalnya pelayanan spesialis tertentu yang kurang atau layanan kekhususan yang kurang untuk memenuhi layanan kesehatan," katanya.

Persyaratan pertama yang perlu dipenuhi tenaga medis dan kesehatan asing, yakni mengikuti evaluasi kompetensi yang meliputi proses penyetaraan kompetensi untuk memperlihatkan standar kompetensi di Indonesia.

Selain itu, peserta mengikuti proses uji kompetensi dan adaptasi di fasilitas layanan kesehatan melalui pengawasan oleh tim penilai.

Indah mengatakan salah satu penilaian penting selama proses adaptasi, yakni kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar agar komunikasi dalam layanan kesehatan masyarakat bisa terjalin baik.

"Dalam RUU Kesehatan ditekankan ada kewajiban pengguna tenaga asing untuk memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia, sesuai undang-undang di bidang tenaga kerja," katanya.
Ketentuan RUU Kesehatan juga membatasi pendayagunaan tenaga asing dalam jangka waktu tertentu.

"Misalnya per dua tahun, itu bisa diperpanjang kembali hanya untuk dua tahun berikutnya," katanya.

Ia mencontohkan layanan kesehatan di Indonesia yang saat ini membutuhkan peran tenaga asing, salah satunya di bidang pengembangan layanan kesehatan berbasis robotik yang masih membutuhkan transfer teknologi dari negara asing.
 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkes: RUU memuat keadilan restoratif bagi masalah hukum nakes

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023