Antarajawabarat.com,22/8 - Tim Kuasa Hukum mantan hakim/Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bandung Setyabudi Tedjocahyono menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap kliennya tidak tegas dan kongkrit karena digunakannya kata "atau" dalam surat dakwaannya.

Hal tersebut dinyatakan oleh Tim Kuasa Hukum terdakwa Setyabudi Tedjocahyono saat membacakan eksepsinya di Ruang Utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Kamis.

"Dakwaan yang didakwaan penuntut umum dalam dakwaan ketiga primer pertama atau kedua subsider, yang dirumuskan dalam kualifikasi yurudis dapat menggambar kepada kita surat dakwaan bahwasannya, penuntut umum menggunakan perkataan atau, satu atau yang lain. Sehingga dengan menggunakan kata 'atau', maka penuntut umum tidak tegas dan kongkrit dalam keadaan perbuatan," kata salah seorang kuasa hukum Setyabudi Joko Sriwidodo.

Menurut dia, penggunan kata atau dalam surat dakwaan tersebut menunjukkan jaksa penuntut umum belum sependapat dengan perbuatan dan keadaan terdakwa.

"Sehingga surat dakwaan tersebut kami nilai kabur. Karena semua itu, ada kesan surat dakwaan dari penuntut umum ibarat berkata 'carilah sendiri'," katanya.

Pihaknya juga membantah dakwaan dari JPU yang menyatakannya kliennya telah menerima uang suap Rp1,8 miliar dan 160 ribu Dolar Amerika dari Wali Kota Bandung Dada Rosada, Sekda Kota Bandung dan Edi Siswadi dan Kepala Dinas DPKAD Kota Bandung H Herry Nurhayat dengan harapannya terdakwa menjatuhkan putusan yang tidak melibatkan nama ketiganya dalam memutus perkara Tipikor penyimpangan dana bansos Pemkot Bandung tahun anggaran 2009-2010.

"Bahwa tidak benar apa yang telah diutarakan oleh penuntut umum dalam surat dakwaan yang menyatakan terdakwa menerima uang sebesar 1,8 miliar dan 160 ribu Dolar Amerika," katanya.

Yang sebenarnya, kata dia, ialah sekitar tanggal 4 Mei di rumah Toto Hutagalung, kliennya menerima uang sebesar 80 ribu Dolar Amerika.

"Dengan rincian Masing untuk singgih, 15 ribu dolar amerika untuk Singgih Budi Prakosa, lalu untuk Rina Pertiwa Wakil Panitera Bandung 10 ribu dolar amerika dan Ramlam Comel dan Djodjo Jauhari masing-masing 18.300 dolar amerika," kata dia.

Dikatakan dia, uang tersebut merupakan sebagai ucapan terima kasih atas penunjukkan Majelis Hakim yang ditetapkan dalam perkara atas nama Rochman, Firman Himawan, Luthfan Barkah, Yanos Septiadi, Uus Ruslan, Havid Kurnia, dan Ahmad Maulana.

Di awal persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Nur Hakim, terdakwa Setyabdui mengajukan dua eksepsi yakni pertama eksepsi dari pribadinya sendiri dan yang kedua eksepsi dari tim kuasa hukumnya.

Pada mulanya terdakwa meminta izin kepada majelis hakim agar ekspesi pribadinya tidak dibacakan di persidangan namun majelis hakim menolaknya.

"Kami ingatkan kepada terdakwa memang hak saudara. Namun untuk memberikan kesan persidangan ini transparan kami kepada saudara terdakwa minta membacakan walaupun pokoknya saja," kata Nur Hakim.

Terdakwa menilai pasal yang didakwa kepada dirinya oleh JPU berlebihan karena dirinya merasa tidak melakukan apa yang didakwaan dalam surat dakwaan tersebut.

Majelis hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 29 Agustus 2013 mendatang dengan agenda tanggapan JPU dari KPK terhadap eksepsi terdakwa.***2***(KR-ASJ/B/N001)

Ajat S

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013