Kementerian Kesehatan menyebutkan terdapat total 269 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia yang tercatat per 26 Oktober 2022 atau mengalami peningkatan sebanyak 18 kasus bila dibandingkan data dua hari sebelumnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyebutkan bahwa dari total angka tersebut sebanyak 73 kasus masih dirawat, 157 kasus meninggal dunia, dan sembuh 39 kasus.

"Pada 24 Oktober, ada 241 kasus, sehingga ada kenaikan 18 kasus. Namun, kami ingin sampaikan dari 18 kasus itu yang betul-betul baru setelah tanggal 24 Oktober atau setelah juga edaran dari Kementerian Kesehatan untuk melarang obat itu hanya tiga kasus," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Syahril menjelaskan penambahan angka 15 kasus itu adalah kasus yang terjadi pada akhir September sampai pertengahan Oktober, namun baru dilaporkan kepada pemerintah.

Jadi, angka penambahan kasus setelah pemerintah melarang pemakaian obat sirop hanya tiga kasus saja.

Kasus gangguan ginjal akut yang menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun itu terjadi di 27 provinsi di Indonesia. Distribusi dari tabulasi paling banyak ada di Jakarta dengan angka mencapai 57 kasus, Jawa Barat 36 kasus, Aceh 30 kasus, Jawa Timur 25 kasus, dan Sumatera Barat 19 kasus.

Syahril menjelaskan gejala khas gangguan ginjal akut dapat diketahui dari munculnya gangguan buang air kecil pada balita yang mengalami kasus tersebut mulai dari aliguria maupun anuria.

Aliguria adalah penurunan frekuensi dan volume buang air kecil, semisal biasanya anak 10 kali buang air kecil tapi sekarang hanya empat atau lima kali saja. Begitupun jumlah atau banyaknya volume air seni yang biasanya pamper basah semua tapi sekarang tidak.

Apabila anak tidak buang air keci, itu disebut gejala anuria yang artinya gangguannya sudah masuk ke dalam stadium tiga.
Kementerian Kesehatan memaparkan dari data kasus gangguan ginjal akut yang ada tercatat sebanyak 143 kasus atau 53 persen anuria, gejala khas oliguria ada 58 kasus atau 22 persen, dan tidak mengalami gejala khas ada sebanyak 68 kasus atau setara 26 persen.

"Gejala khas ini banyak atau sudah dimulai dengan gejala awal atau disebut prodormal, seperti demam, nafsu makan turun, tidak bergairah, diare, mual, dan gangguan saluran pernapasan," kata Syahril.

"Kami berharap kita semua berhati-hati terutama gejala awal ini sekitar satu sampai lima hari gejala ini diikuti dengan gejala berikutnya karena ini akut dan progresif," imbuhnya.

Sementara itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera membentuk satuan tugas atau tim koordinasi untuk menangani kasus gangguan ginjal akut pada anak di daerah itu.
 
"Jadi definisi satgas itu adalah tim koordinasi, bukan di-SK-kan namun saya tugaskan untuk mengkordinasikan. Pertama, mengkomunikasikan dan menenangkan warga bahwa negara hadir dalam penanganan masalah ini," kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Gedung Sate Bandung, Senin.
 
Ridwan Kamil meminta masyarakat tetap tenang dan mengikuti arahan pemerintah terkait penyakit yang ditemukan pada pasien anak tersebut.
 
Hal yang kedua, kata Ridwan Kamil, tim koordinasi ini ditugaskan meneliti dan menangani kasus-kasus ini secara keilmuan, untuk kemudian memberikan arahan kepada masyarakat dan pemerintah dalam penanganannya.
 
"Sama seperti COVID-19, kalau ada fenomena baru itu kita tidak bisa segera berkesimpulan, seperti pakai masker kan awalnya buat yang sakit, akhirnya berubah buat orang sehat. Nah hal-hal begitu sedang kami tunggu dulu, tapi negara hadir," kata dia.
 
Tim ini, lanjut Ridwan Kamil, meneliti dan mengkoordinasikan peredaran sejumlah obat yang diduga sebagai salah satu penyebabnya, walaupun hingga kini belum 100 persen terkonfirmasi.
 
"Kemudian yang terakhir adalah edukasi sosialisasi," katanya.
 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kementerian Kesehatan sebut ada 269 kasus gangguan ginjal akut

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022