Polresta Bandung bersama sebanyak 1.700 santri dan santriwati menggelar kegiatan berolahraga di Markas Polresta Bandung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat, dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2022.

Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan kegiatan itu digelar untuk meningkatkan kedekatan dengan masyarakat dan juga sebagai wujud Polri pelayanan masyarakat.

"Terlihat semangat para santri ini luar biasa, mereka bergembira olahraga bersama," kata Kusworo.

Selain anggota Polri dan santri dari beragam pesantren, kegiatan olahraga dengan tema "Lari Bahagia" itu juga diikuti oleh anggota TNI dari Kodim 0624/Kabupaten Bandung, dan Lanud Sulaiman, serta dari Kementerian Agama.

Mereka berkegiatan lari mulai dari Markas Polresta Bandung dan berkeliling ke kawasan sekitarnya. Kemudian para santri itu pun dipersilakan berfoto-foto di kendaraan taktis milik Polresta Bandung.

Selain itu, menurutnya kegiatan itu juga diharapkan bisa menjadi penguat soliditas antara TNI dan Polri sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

"Semoga ini bisa menjadi berkah, menjadi modal meningkatkan kembali soliditas TNI-POLRI dan santri dengan para tokoh agama, tokoh masyarakat yang ada di Kabupaten Bandung," katanya menambahkan.

Dia berharap kegiatan itu juga bisa meningkatkan kecintaan para santri dan santriwati terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah adanya kedekatan dengan aparatur negara.
"Kami menyediakan ribuan makanan siap saji disini dan membagikan ratusan hadiah serta hadiah utama yaitu sepeda," pungkas Kusworo Wibowo.


Tidak ada islamofobia

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan tidak ada rasa takut yang berlebihan terhadap Islam maupun penganut Islam di Indonesia.

"Tidak ada lagi rasa takut terhadap Islam, karena tidak ada islamofobia di negara ini yang dilakukan oleh negara," kata Mahfud dalam acara Peringatan Hari Santri Nasional 2022 Halaqah Kebangsaan dengan tema "Ideologi Negara Ideologi Santri" di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat.

Bahkan, lanjut Mahfud, keberadaan para santri pun diakui oleh Pemerintah dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional pada 22 Oktober.

"Tidak ada juga rasa malu untuk mengaku muslim. Kalau dulu, rasanya kalau muslim itu malu-malu, dianggap kampungan; sekarang tidak, karena juga tidak ada islamofobia. Para santri tidak kalah prestasinya dengan orang-orang bukan santri," jelasnya.

Menurut dia, pergerakan mobilitas vertikal para santri di Indonesia merupakan bukti nyata bahwa tidak pernah terjadi islamofobia di Indonesia.

"Itu semua membantah tudingan bahwa di Indonesia terjadi islamofobia. Kaum santri bisa melesat melalui mobilitas vertikal yang lebih cepat justru karena tidak ada islamofobia di negeri ini," tegasnya.

Dia menjelaskan islamofobia hanya terjadi di masyarakat secara perseorangan atau mengejek kaum santri sebagai kaum terbelakang. Jika hal tersebut terjadi secara perorangan, katanya, maka akan terdapat pula fobia terhadap agama lain.

"Kalau terjadi di masyarakat, maka di masyarakat juga ada budhafobia, ada kristenfobia, ada hindufobia, bukan hanya islamofobia kalau tingkah laku perorangan di masyarakat; tapi negara dan bangsa ini tidak punya islamofobia sama sekali," katanya.

Dia menuturkan saat ini kaum santri mengalami kemajuan luar biasa dan sudah mengalami mobilitas sosial vertikal naik yang luar biasa.

"Ada yang sudah jadi presiden, wakil presiden, masuk ke berbagai profesi menjadi saudagar, pejabat, akademisi, pimpinan ormas, politikus, gubernur, bupati, wali kota, dan bahkan ada yang sastrawan, seniman yang sangat berpengaruh di Indonesia," ujarnya.

Bahkan, kata Mahfud, dalam kehidupan sehari-hari sudah hidup budaya santri dan islami seperti kebiasaan berpakaian islami di kampus-kampus besar, seperti UI, ITB, dan UGM. Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin pun, katanya, sering mengundang santri untuk berselawat di Istana Negara.

 

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022