Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat telah terjadi 48 kejadian bencana hidrometeorologi selama sepekan dalam 19-25 September 2022.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing di Jakarta, Selasa, mengatakan frekuensi tersebut termasuk yang paling tinggi dibandingkan minggu-minggu sebelumnya.
Adapun kejadian yang berlangsung dalam pekan tersebut didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah.
Banjir menjadi bencana dengan frekuensi terbesar yakni 20 kali, disusul cuaca ekstrem dengan 12 kejadian, tanah longsor 11 kejadian, kebakaran hutan dan lahan 4 kejadian dan kekeringan 1 kejadian.
"Kalau di awal musim hujan ini saja kita sudah dalam satu hari 7 kali kejadian bencana, kita harus benar-benar waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan kita," ujar Abdul.
Bencana yang terjadi dalam pekan tersebut telah mengakibatkan 5.045 rumah terendam banjir, 22.899 orang mengungsi ke tempat aman dan 41 rumah rusak.
Sedangkan kejadian cuaca ekstrem menyebabkan 7 jiwa luka-luka, 2.490 jiwa terdampak mengungsi dan 182 rumah rusak.
Abdul mengingatkan hingga triwulan pertama tahun 2023 untuk waspada waspada terhadap peningkatan intensitas curah hujan dan frekuensi kejadian hujan.
Selain itu, pemerintah daerah dan masyarakat diimbau untuk memperhatikan prediksi cuaca mingguan yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan mempersiapkan kesiapsiagaannya di level komunitas.
Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut potensi bencana hidrometeorologi meningkat pada bulan Juli hingga September 2022.
"Potensi bencana juga semakin meningkat pada periode Juli, Agustus dan mungkin awal September nanti kita akan ada pergeseran, di mana pada waktu yang bersamaan kita akan mengalami baik itu hidrometeorologi basah, banjir banjir bandang tanah longsor, sekaligus juga hidrometeorologi kering, kebakaran hutan dan kekeringan," ujar Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam disaster briefing daring diikuti di Jakarta, Senin.
Potensi tersebut, kata Abdul, sudah mulai terlihat dari dari data BNPB pada 18-24 Juli 2022. Dia menjelaskan jika di minggu sebelumnya frekuensi banjir masih lebih besar daripada kebakaran hutan kekeringan, justru di minggu ini mulai bergeser dengan frekuensi kejadian kebakaran hutan lebih sering daripada banjir.
Masyarakat diminta tetap siaga dan waspada di daerah-daerah yang rawan kebakaran hutan, juga pada daerah-daerah yang rawan banjir.
BNPB secara frekuentatif atau secara berkala mengirimkan pesan-pesan kesiapsiagaan peringatan dini dan upaya-upaya mitigasi yang harus dilakukan kepada pemerintah daerah.
Namun Abdul mengatakan hal yang paling penting sebenarnya adalah kesiapsiagaan masyarakat. Misalnya pada masyarakat yang berada di sepanjang aliran sungai, atau masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah yang dekat dengan tebing dengan kecuraman yang tinggi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BNPB catat 48 kejadian bencana hidrometeorologi pada 19-25 September
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing di Jakarta, Selasa, mengatakan frekuensi tersebut termasuk yang paling tinggi dibandingkan minggu-minggu sebelumnya.
Adapun kejadian yang berlangsung dalam pekan tersebut didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah.
Banjir menjadi bencana dengan frekuensi terbesar yakni 20 kali, disusul cuaca ekstrem dengan 12 kejadian, tanah longsor 11 kejadian, kebakaran hutan dan lahan 4 kejadian dan kekeringan 1 kejadian.
"Kalau di awal musim hujan ini saja kita sudah dalam satu hari 7 kali kejadian bencana, kita harus benar-benar waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan kita," ujar Abdul.
Bencana yang terjadi dalam pekan tersebut telah mengakibatkan 5.045 rumah terendam banjir, 22.899 orang mengungsi ke tempat aman dan 41 rumah rusak.
Sedangkan kejadian cuaca ekstrem menyebabkan 7 jiwa luka-luka, 2.490 jiwa terdampak mengungsi dan 182 rumah rusak.
Abdul mengingatkan hingga triwulan pertama tahun 2023 untuk waspada waspada terhadap peningkatan intensitas curah hujan dan frekuensi kejadian hujan.
Selain itu, pemerintah daerah dan masyarakat diimbau untuk memperhatikan prediksi cuaca mingguan yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan mempersiapkan kesiapsiagaannya di level komunitas.
Sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut potensi bencana hidrometeorologi meningkat pada bulan Juli hingga September 2022.
"Potensi bencana juga semakin meningkat pada periode Juli, Agustus dan mungkin awal September nanti kita akan ada pergeseran, di mana pada waktu yang bersamaan kita akan mengalami baik itu hidrometeorologi basah, banjir banjir bandang tanah longsor, sekaligus juga hidrometeorologi kering, kebakaran hutan dan kekeringan," ujar Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam disaster briefing daring diikuti di Jakarta, Senin.
Potensi tersebut, kata Abdul, sudah mulai terlihat dari dari data BNPB pada 18-24 Juli 2022. Dia menjelaskan jika di minggu sebelumnya frekuensi banjir masih lebih besar daripada kebakaran hutan kekeringan, justru di minggu ini mulai bergeser dengan frekuensi kejadian kebakaran hutan lebih sering daripada banjir.
Masyarakat diminta tetap siaga dan waspada di daerah-daerah yang rawan kebakaran hutan, juga pada daerah-daerah yang rawan banjir.
BNPB secara frekuentatif atau secara berkala mengirimkan pesan-pesan kesiapsiagaan peringatan dini dan upaya-upaya mitigasi yang harus dilakukan kepada pemerintah daerah.
Namun Abdul mengatakan hal yang paling penting sebenarnya adalah kesiapsiagaan masyarakat. Misalnya pada masyarakat yang berada di sepanjang aliran sungai, atau masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah yang dekat dengan tebing dengan kecuraman yang tinggi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BNPB catat 48 kejadian bencana hidrometeorologi pada 19-25 September
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022