Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan angka inflasi yang tercermin dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) pada tahun 2023l berisiko melebihi batas atas sasaran tiga persen plus minus satu persen, yakni empat persen.

"Di samping masih tingginya harga pangan dan energi global, kenaikan permintaan juga kemungkinan akan mendorong tekanan inflasi dari sisi permintaan untuk ke depannya," kata Perry dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

Untuk keseluruhan tahun 2022, ia memperkirakan inflasi IHK juga akan lebih tinggi dari level empat persen, yang terutama disebabkan oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, gangguan cuaca, serta kesenjangan pasokan antarwaktu dan antardaerah.

Adapun inflasi IHK pada bulan Juli 2022 telah mencapai 4,94 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) atau masih lebih rendah dari negara lain, tetapi melebihi dari batas atas sasaran tiga persen plus minus satu persen.

Peningkatan tersebut terutama disebabkan tingginya inflasi kelompok pangan bergejolak mencapai 11,47 persen (yoy), yang seharusnya tidak lebih dari lima persen atau maksimal enam persen.

Menurut Perry, tekanan inflasi pangan domestik bersumber terutama dari kenaikan harga komoditas global, akibat berlanjutnya ketegangan geopolitik di sejumlah negara yang mengganggu mata rantai pasokan global dan mendorong sejumlah negara melakukan proteksionisme pangan.
"Sementara dari dalam negeri terjadi gangguan pasokan di sejumlah sentra produksi hortikultura, termasuk aneka cabai dan bawang merah akibat permasalahan struktural di sektor pertanian, cuaca, serta ketersediaan antar waktu dan antardaerah," tuturnya.

Selain itu, ia menilai kenaikan harga energi global juga telah mendorong peningkatan inflasi kelompok barang yang diatur pemerintah, termasuk angkutan udara. Namun, tekanan dapat tertahan sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan subsidi energi.

Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan atau yang sering disebut inflasi inti tercatat masih tetap rendah, yang menunjukkan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih meskipun sudah meningkat. Di sisi lain, ekspektasi inflasi juga masih terjaga.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 0,64 persen pada Juli 2022 atau adanya kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 111,09 pada Juni menjadi 111,8 pada Juli.

“Pada Juli 2022 terjadi inflasi sebesar 0,64 persen atau terjadi peningkatan IHK dari 111,09 pada Juni 2022 menjadi 111,8,” kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Margo menjelaskan penyumbang inflasi pada Juli yang sebesar 0,64 persen (mtm) ini utamanya berasal dari kenaikan harga cabai merah, tarif angkutan udara, bawang merah, bahan bakar rumah tangga, dan cabai rawit.
Dengan terjadinya inflasi pada Juli, maka inflasi tahun kalender Juli 2022 terhadap Desember 2021 sebesar 3,85 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) Juli 2022 terhadap Juli 2021 sebesar 4,94 persen.

Margo menuturkan inflasi pada Juli 2022 sebesar 4,94 persen (yoy) ini merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2015 yakni pada saat itu terjadi inflasi sebesar 6,25 persen (yoy).

Ia mengatakan dari 90 kota IHK, seluruhnya mengalami inflasi, dengan yang tertinggi terjadi di Kendari yaitu sebesar 2,27 persen dan terendah di Pematang Siantar sebesar 0,04 persen.

Inflasi di Kendari disumbang oleh kenaikan tarif angkutan udara dengan andil 0,75 persen, ikan layang atau ikan benggol dengan andil 0,19 persen dan bawang merah dengan andil 0,15 persen.

Margo melanjutkan jika inflasi dilihat berdasarkan komponen maka andil terbesar adalah berasal dari harga bergejolak yaitu sebesar 0,25 persen akibat komoditas cabai merah, bawang merah dan cabai rawit.

Penyumbang kedua adalah komponen harga diatur pemerintah dengan andil 0,21 persen karena kenaikan tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga, rokok filter dan tarif listrik.

Kenaikan tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500 VA sampai 5.500 VA dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas mulai 1 Juli menyebabkan andil terhadap inflasi sebesar 0,01 persen.

Sementara penyumbang ketiga adalah komponen inti dengan andil 0,18 persen serta komoditas pendorongnya adalah ikan segar, mobil dan sewa rumah.

Sebelumnya Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan kenaikan harga bahan pangan dunia belum berdampak signifikan terhadap inflasi nasional pada Juni 2022.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gubernur BI: Inflasi pada tahun 2023 berisiko lebihi 4 persen

Pewarta: Agatha Olivia Victoria

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022