Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyebutkan bahwa tren penurunan kemiskinan di perdesaan lebih cepat dibandingkan perkotaan, meskipun ada disparitas bahwa kemiskinan di perdesaan masih lebih tinggi dari di perkotaan.

"Jadi, upaya-upaya pemerintah yang membangun dari desa itu menunjukkan ada perbaikan dari waktu ke waktu karena penurunan tingkat kemiskinan di perdesaan lebih cepat dibandingkan di perkotaan," kata Margo saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Pada Maret 2022, persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 7,60 persen menjadi 7,50 persen. Sementara itu, di perdesaan turun dari 12,53 persen menjadi 12,29 persen.

Margo memaparkan, kemiskinan di perdesaan memang terbilang masih lebih tinggi dibandingkan perkotaan, di mana dispritasnya cukup jauh.

Secara umum, pada periode September 2011–Maret 2022, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase, kecuali pada September 2013, Maret 2015, Maret 2020, dan Maret 2021.

Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode September 2013 dan Maret 2015 terjadi setelah ada kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.


Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan Maret 2021 terjadi ketika ada pembatasan mobilitas penduduk saat pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang. Dibandingkan September 2021, jumlah penduduk miskin menurun 0,34 juta orang.

Sementara itu jika dibandingkan dengan Maret 2021, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 1,38 juta orang.

Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 tercatat sebesar 9,54 persen, menurun 0,17 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2021–Maret 2022, jumlah penduduk miskin perkotaan turun sebesar 0,04 juta orang, sedangkan di perdesaan turun sebesar 0,30 juta orang.

Sementara itu Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, melakukan verifikasi dan validasi data kemiskinan secara faktual, agar menghasilkan satu data kemiskinan yang valid, karena saat ini angka kemiskinan sangat besar.


"Saat diskusi tadi, ternyata ada selisih antara data DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial), dan data Puskesos tingkat desa," kata Wakil Bupati Cirebon Wahyu Tjiptaningsih di Cirebon, Senin.

Ayu sapaan akrabnya mengatakan, Pemkab Cirebon saat ini sedang melakukan verifikasi dan validasi data kemiskinan mulai dari tingkat desa, untuk memastikan data tersebut bisa valid.

Karena, lanjut Ayu, saat ini angka kemiskinan dari data DTKS Kementerian Sosial sangat tinggi, padahal ketika dilakukan verifikasi di tingkat desa ditemukan data yang berbeda.

Meskipun, lanjut Ayu, data DTKS tidak bisa diubah, padahal pada kenyataannya secara ekonomi orang itu sudah lebih baik lagi. Untuk itu perlu adanya verifikasi dan validasi data kemiskinan.

"Ini kan harus segera disinkronkan, supaya datanya benar-benar valid. Kalau data sudah valid, berarti penerima bantuan memang real orang miskin," tuturnya.

Pemkab Cirebon kata Ayu, mempunyai target supaya setiap tahunnya bisa menurunkan angka kemiskinan, minimal bisa menekan sebanyak satu persen.
 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022