ANTARAJAWABARAT.com,5/4 - Pembajakan ala Somalia yang menyerang suatu kapal dan menyandera para awaknya untuk dimintai tebusan tidak perlu dikhawatirkan akan dijadikan model oleh para pelaku kejahatan di perairan Asia Tenggara, kata Direktur Pusat Kajian Hukum Internasional Universitas Nasional Singapura Robert Beckman.

Robert Beckman, sebagai pembicara dalam seminar internasional "Perkembangan Terkini Konvesi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS)" di Univesitas Padjadjaran, Bandung, Kamis, mengatakan karakteristik kejahatan laut yang terjadi di wilayah Asia Tenggara sangat berbeda dengan pembajakan yang terjadi di perairan Somalia.

"Tidak ada bukti bahwa `model 'bisnis' pembajakan Somalia bisa diimpor ke Asia Tenggara. Pembajak Somalia menyerang kapal besar serta menyandera para awaknya untuk tebusan dengan bantuan komunitas masyarakat pesisir. Mereka juga sangat terorganisasi, sedangkan sindikat kejahatan di Asia Tenggara tidak terorganisasi," tuturnya.

Selain itu, lanjut Beckman, para pelaku kejahatan di perairan Asia Tenggara tidak mendapatkan bantuan dari masyarakat pesisir seperti yang terjadi di Somalia.

Beckman mengatakan sesuai dengan UNCLOS, kejahatan yang terjadi di perairan Asia Tenggara tidak bisa dikategorikan sebagai pembajakan karena menurut konvensi internasional itu pembajakan adalah penyerangan yang dilakukan terhadap suatu kapal di laut terbuka atau di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif suatu negara, atau terhadap suatu kapal di luar wilayah kedaulatan suatu negara mana pun.

Sedangkan kejahatan di perairan Asia Tenggara, menurut dia, digolongkan sebagai penyerangan bersenjata terhadap suatu kapal karena sebagian besar terjadi di pelabuhan, di laut teritori suatu negara, atau di suatu selat yang digunakan oleh pelayaran internasional seperti yang terjadi di Selat Malaka.

"Pelaku hanya merampok barang-barang berharga di dalam kapal dan tidak menyandera awak kapal untuk dimintai tebusan," ujarnya.

Meski demikian, Beckman tetap mengingatkan bahaya pembajakan kapal di Asia Tenggara untuk dirampas dan dijual kembali oleh pelaku pembajakan yang bisa saja berkembang meniru model di Somalia.

Hingga kini, menurut dia, awak kapal yang dibajak di kawasan Asia Teggara memang selalu dilepaskan oleh para pembajak tanpa dimintai tebusan.

"Bagaimana pun, tidak bisa sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan `'model bisnis' pembajakan Somalia ditiru oleh para sindikat kejahatan laut di Asia Tenggara. Beberapa aspek pembajakan khususnya yang tidak membutuhkan organisasi tingkat tinggi dan sumber daya yang besar telah dipandang menguntungkan dan beresiko rendah oleh para pelaku," tutur Beckman.

Menurut data dari Pusat Kajian Hukum Internasional Universitas Nasional Singapura, pembajakan kapal di kawasan Asia Tenggara mengalami peningkatan sejak 2008.

Modus operasi pembajakan itu selalu sama yaitu kapal tersebut biasanya diserang di lepas pesisir Malaysia dekat pintu masuk utara Selat Singapura. Para pembajak dengan cepat menguasai kapal dan menyandera para awaknya. Namun, para awak tersebut tidak dilukai dan hanya diikat kemudian dilepaskan ke laut dengan menggunakan perahu penyelamat.

Para pembajak kemudian mencat ulang kapal yang dirampas dan memberinya nama yang berbeda sebelum dijual kepada pembeli yang telah memesan sebelumnya.

Mengutip data Biro Maritim Internasional, juga terjadi kenaikan peristiwa penyerangan terhadap kapal di perairan Indonesia pada periode 2008-2010. Pada 2008 tercatat sepuluh penyerangan, pada 2009 terjadi 15 penyerangan, dan pada 2010 terjadi 40 peristiwa penyerangan. ***1***
Diah

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2012