Velyn Angelica tak bisa membayangkan jika saja ia memiliki ibu terlalu melindungi (over protective), sudah dipastikan dirinya akan dilarang menjadi pilot yang saat ini digeluti sejak tiga tahun terakhir.
Pilot perempuan berusia 22 tahun asal Pontianak, Kalimantan Barat ini, menceritakan ibu justru menjadi sosok yang paling mendukung keputusannya untuk memasuki sekolah penerbangan saat lulus SMA.
“Sama sekali tidak ada ucapan, misalnya tidak usah jadi pilot itu buat laki-laki saja. Ibu cuma bilang, ya, silakan, sama sekali tidak menunjukkan rasa khawatir padahal pekerjaan ini penuh risiko,” kata Velyn diwawancarai dari Palembang, Rabu.
Keinginan Velyn untuk menjadi pilot sebenarnya dilatari semangatnya untuk segera mendapatkan penghasilan dengan bekerja. Ia tak sabar jika harus memasuki jenjang pendidikan tinggi terlebih dahulu.
Karena adanya dukungan itu, Velyn pun memberanikan diri mendaftar ke Sekolah Penerbangan Ganesa Nusantara di Jakarta tanpa pendampingan orang tua.
Ia mengurus sendiri keperluannya mulai keberangkatan dari Pontianak hingga tinggal beberapa hari di Jakarta untuk mengikuti serangkaian tes.
Baginya tak ada yang aneh untuk melakukannya sendiri karena sudah terbiasa dididik mandiri oleh sang ibu, Elly yang kini berusia 43 tahun.
Dia yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara memang dididik untuk mampu mengurus sendiri segala keperluan serta bertanggung jawab supaya dapat menjadi contoh bagi adik-adiknya.
Lantaran itu pula, Velyn memiliki karakter tidak mudah mengeluh walau diterpa berbagai rintangan.
“Sebenarnya saya itu tidak dekat (bermanja-manja, red) dengan ibu, entah apa ini positif atau negatif. Tapi yang jelas, selagi saya masih kuat maka saya tidak akan cerita,” kata lulusan SMA Kristen Immanuel Pontianak ini.
Ibunda tercinta selalu menekankan dua poin penting kepada Velyn, selain kemandirian juga dituntut untuk senantiasa menghargai orang lain. Ini penting karena dirinya bukan dari keluarga berada, yang memiliki keleluasaan finansial.
Sang ayah yang berprofesi sebagai wirausaha tentunya harus membanting tulang ketika Velyn membutuhkan dana sekitar Rp1 miliar untuk menyelesaikan studi di sekolah penerbang selama 1 tahun dan 4 bulan.
Tak heran dengan karakter bertanggung jawab itu, pada usia yang terbilang muda, ia sudah dipercaya menjadi pengajar di sekolah penerbangnya setelah menyelesaikan pendidikan di sana.
Lalu berselang satu tahun, ia mendapatkan tawaran dari salah satu perusahaan mitra pemasok APP Sinar Mas untuk menerbangkan helikopter. Ini terkait kebutuhan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ini menjadi tantangan sendiri karena ia sebenarnya pilot pesawat bersayap tetap (fixed wing).
Untuk itu, Velyn terlebih dahulu harus mengenyam pendidikan selama enam bulan agar bisa menerbangkan pesawat jenis baling-baling (helikopter).
Patroli udara
Dengan helikopter, Velyn bisa melakukan patroli udara untuk memantau lokasi-lokasi yang rawan mengalami karhutla di wilayah Sumatera.
Bahkan tak jarang, ia terpaksa melakukan pendaratan di sekitar titik api untuk menurunkan personel Tim Reaksi Cepat (TRC).
Misi pertama yang dilakukan Velyn bersama perusahaan mitra pemasok APP Sinar Mas yakni pada Juli 2021 dengan wilayah operasi di kawasan Pekan Baru, Riau dan Sungai Baung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Ia menjadi co-pilot menerbangkan Helikopter Bell 412.
Tim rutin melakukan patroli udara terutama di musim kemarau. Dalam kegiatan patroli udara kami akan melakukan deteksi titik api dengan membawa personel Tim Reaksi Cepat (TRC) – Helitac Crew agar bisa segera diturunkan di area munculnya titik api, kata dia.
Leader TRC akan mengarahkannya melakukan size-up, dan menginformasikan ke situation room di Fire Base (pusat kendali) melalui radio komunikasi terkait temuan tersebut, kata dia.
Dalam operasional pemadaman itu tergantung dengan kondisi api dan penilaian dari Ketua Tim TRC, apakah akan ikut dalam operasional pemadaman menggunakan helikopter water boombing atau memobilisasi RPK yang ada di pos terdekat.
Dalam penanganan Karhutla tentu saja tidak lepas dari kendala yang dihadapi, tapi semua itu bisa diatasi karena setiap tim yang bertugas sudah paham dengan tugas masing-masing, kata Velyn.
Bagi Velyn setiap jadwal terbang sangat berkesan sekali, karena dia bisa banyak belajar dengan kapten pilot yang sudah berpengalaman dan memiliki jam terbang tinggi.
Selama mengudara ia pernah membawa fixed wing jenis Cessna 172 dan Piper Senneca III, sedangkan untuk helikopter pernah membawa Robinson R44, sedangkan di wilayah APP Sinar Mas dan mitra pemasoknya membawa Helikopter Bell 412.
“Di sini lah tantangannya, karena tidak ada helipad (tempat mendarat), kadang medianya itu bukan tanah yang keras, kadang rawa, kadang ada tonggak kayu. Tapi ini seninya jadi pilot helikopter,” kata dia.
Walau adrenalin kerap terpacu, tapi Velyn sangat mencintai profesinya itu. Menurutnya, pilot itu suatu pekerjaan yang unik lantaran tidak meninggalkan ‘pekerjaan rumah’ alias tuntas ketika pesawat bisa mendarat.
Lebih menyenangkan lagi, selain memiliki pendapatan di atas rata-rata juga bisa memiliki waktu luang yang lebih banyak karena setelah menuntaskan pekerjaan akan memperoleh masa libur 1-2 minggu untuk kemudian mendapatkan jadwal penerbangan yang baru.
Satu hal yang sangat membanggakan bagi Velyn, dirinya kini sudah tidak lagi tergantung secara finansial dengan kedua orang tuanya. Berbekal 350 jam terbang saat ini, gadis kelahiran Pontianak pada 8 Agustus 1999 ini pun tetap memupuk harapan pada suatu hari nanti bisa menerbangkan pesawat komersil.
Tentunya ini menjadi kebahagiaan sendiri bagi dirinya bisa menyenangkan orangtua, terutama ibu.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Pilot perempuan berusia 22 tahun asal Pontianak, Kalimantan Barat ini, menceritakan ibu justru menjadi sosok yang paling mendukung keputusannya untuk memasuki sekolah penerbangan saat lulus SMA.
“Sama sekali tidak ada ucapan, misalnya tidak usah jadi pilot itu buat laki-laki saja. Ibu cuma bilang, ya, silakan, sama sekali tidak menunjukkan rasa khawatir padahal pekerjaan ini penuh risiko,” kata Velyn diwawancarai dari Palembang, Rabu.
Keinginan Velyn untuk menjadi pilot sebenarnya dilatari semangatnya untuk segera mendapatkan penghasilan dengan bekerja. Ia tak sabar jika harus memasuki jenjang pendidikan tinggi terlebih dahulu.
Karena adanya dukungan itu, Velyn pun memberanikan diri mendaftar ke Sekolah Penerbangan Ganesa Nusantara di Jakarta tanpa pendampingan orang tua.
Ia mengurus sendiri keperluannya mulai keberangkatan dari Pontianak hingga tinggal beberapa hari di Jakarta untuk mengikuti serangkaian tes.
Baginya tak ada yang aneh untuk melakukannya sendiri karena sudah terbiasa dididik mandiri oleh sang ibu, Elly yang kini berusia 43 tahun.
Dia yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara memang dididik untuk mampu mengurus sendiri segala keperluan serta bertanggung jawab supaya dapat menjadi contoh bagi adik-adiknya.
Lantaran itu pula, Velyn memiliki karakter tidak mudah mengeluh walau diterpa berbagai rintangan.
“Sebenarnya saya itu tidak dekat (bermanja-manja, red) dengan ibu, entah apa ini positif atau negatif. Tapi yang jelas, selagi saya masih kuat maka saya tidak akan cerita,” kata lulusan SMA Kristen Immanuel Pontianak ini.
Ibunda tercinta selalu menekankan dua poin penting kepada Velyn, selain kemandirian juga dituntut untuk senantiasa menghargai orang lain. Ini penting karena dirinya bukan dari keluarga berada, yang memiliki keleluasaan finansial.
Sang ayah yang berprofesi sebagai wirausaha tentunya harus membanting tulang ketika Velyn membutuhkan dana sekitar Rp1 miliar untuk menyelesaikan studi di sekolah penerbang selama 1 tahun dan 4 bulan.
Tak heran dengan karakter bertanggung jawab itu, pada usia yang terbilang muda, ia sudah dipercaya menjadi pengajar di sekolah penerbangnya setelah menyelesaikan pendidikan di sana.
Lalu berselang satu tahun, ia mendapatkan tawaran dari salah satu perusahaan mitra pemasok APP Sinar Mas untuk menerbangkan helikopter. Ini terkait kebutuhan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ini menjadi tantangan sendiri karena ia sebenarnya pilot pesawat bersayap tetap (fixed wing).
Untuk itu, Velyn terlebih dahulu harus mengenyam pendidikan selama enam bulan agar bisa menerbangkan pesawat jenis baling-baling (helikopter).
Patroli udara
Dengan helikopter, Velyn bisa melakukan patroli udara untuk memantau lokasi-lokasi yang rawan mengalami karhutla di wilayah Sumatera.
Bahkan tak jarang, ia terpaksa melakukan pendaratan di sekitar titik api untuk menurunkan personel Tim Reaksi Cepat (TRC).
Misi pertama yang dilakukan Velyn bersama perusahaan mitra pemasok APP Sinar Mas yakni pada Juli 2021 dengan wilayah operasi di kawasan Pekan Baru, Riau dan Sungai Baung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Ia menjadi co-pilot menerbangkan Helikopter Bell 412.
Tim rutin melakukan patroli udara terutama di musim kemarau. Dalam kegiatan patroli udara kami akan melakukan deteksi titik api dengan membawa personel Tim Reaksi Cepat (TRC) – Helitac Crew agar bisa segera diturunkan di area munculnya titik api, kata dia.
Leader TRC akan mengarahkannya melakukan size-up, dan menginformasikan ke situation room di Fire Base (pusat kendali) melalui radio komunikasi terkait temuan tersebut, kata dia.
Dalam operasional pemadaman itu tergantung dengan kondisi api dan penilaian dari Ketua Tim TRC, apakah akan ikut dalam operasional pemadaman menggunakan helikopter water boombing atau memobilisasi RPK yang ada di pos terdekat.
Dalam penanganan Karhutla tentu saja tidak lepas dari kendala yang dihadapi, tapi semua itu bisa diatasi karena setiap tim yang bertugas sudah paham dengan tugas masing-masing, kata Velyn.
Bagi Velyn setiap jadwal terbang sangat berkesan sekali, karena dia bisa banyak belajar dengan kapten pilot yang sudah berpengalaman dan memiliki jam terbang tinggi.
Selama mengudara ia pernah membawa fixed wing jenis Cessna 172 dan Piper Senneca III, sedangkan untuk helikopter pernah membawa Robinson R44, sedangkan di wilayah APP Sinar Mas dan mitra pemasoknya membawa Helikopter Bell 412.
“Di sini lah tantangannya, karena tidak ada helipad (tempat mendarat), kadang medianya itu bukan tanah yang keras, kadang rawa, kadang ada tonggak kayu. Tapi ini seninya jadi pilot helikopter,” kata dia.
Walau adrenalin kerap terpacu, tapi Velyn sangat mencintai profesinya itu. Menurutnya, pilot itu suatu pekerjaan yang unik lantaran tidak meninggalkan ‘pekerjaan rumah’ alias tuntas ketika pesawat bisa mendarat.
Lebih menyenangkan lagi, selain memiliki pendapatan di atas rata-rata juga bisa memiliki waktu luang yang lebih banyak karena setelah menuntaskan pekerjaan akan memperoleh masa libur 1-2 minggu untuk kemudian mendapatkan jadwal penerbangan yang baru.
Satu hal yang sangat membanggakan bagi Velyn, dirinya kini sudah tidak lagi tergantung secara finansial dengan kedua orang tuanya. Berbekal 350 jam terbang saat ini, gadis kelahiran Pontianak pada 8 Agustus 1999 ini pun tetap memupuk harapan pada suatu hari nanti bisa menerbangkan pesawat komersil.
Tentunya ini menjadi kebahagiaan sendiri bagi dirinya bisa menyenangkan orangtua, terutama ibu.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021