Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat, Prof Dr Nana Sulaksana mengatakan banjir lahar yang terjadi saat Gunung Semeru mengalami erupsi salah satunya dipicu oleh kondisi cuaca ekstrem.
"Jadi letusan kemarin bukan tiba-tiba, tapi memang sudah terjadi letusan kegiatan magmatisme jauh sebelumnya. Hanya kemarin saat letusan besar, secara kebetulan bersamaan dengan curah hujan tinggi,” kata Nana dalam keterangan resmi Unpad di Bandung, Senin.
Baca juga: Data terbaru, 15 warga tewas akibat terjangan awan panas Semeru
Menurutnya dampak besar dari erupsi Gunung Semeru diakibatkan adanya dua gaya yang bekerja, yaitu endogen dan eksogen. Gaya endogen terjadi dari aktivitas magma yang mendorong material vulkanik naik ke permukaan, sedangkan gaya eksogen diakibatkan hujan ekstrem.
Material vulkanik yang tertumpuk di kubah menurutnya secara langsung bersentuhan dengan air hingga akumulasi material tersebut kemudian dialirkan oleh air dan hanyut ke bawah melalui lembahan dan sungai-sungai. Akibatnya, kata dia, banjir lahar mampu menyapu kawasan di lembahan Semeru.
“Kalau tidak ada hujan, maka seluruh material yang keluar sifatnya belum langsung menjadi lahar. Ini karena musim hujan, kebetulan hujan besar, material yang teronggok di atas terkena air, dan hanyut ke sungai,” katanya.
Adapun menurutnya letusan Semeru memiliki karakter sendiri. Hal ini disebabkan, setiap komplek gunung berapi di Indonesia memiliki dapur magmanya tersendiri.
Baca juga: Korban jiwa erupsi Semeru jadi 14 orang dan 56 orang terluka
“Antara satu gunung api dengan yang lain sebenarnya berbeda. Karena itu, karakternya juga berbeda karena kandungannya berbeda,” kata dia.
Dilihat dari tipe letusan berdasarkan hasil penelitian dan historis, dia mengatakan Gunung Semeru secara spesifik memiliki erupsi yang besar.
Setelah itu, ia memprediksi gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut kemudian akan tertidur kembali.
Baca juga: Ini risiko penyakit akibat letusan gunung berapi dan pencegahannya
Status gunung berapi, menurutnya kemudian akan berubah berdasarkan data yang diamati dan direkam di stasiun pengamatan. Pergerakan aktivitas gunung berapi juga menurutnya dilakukan berdasarkan historis erupsi sebelumnya.
“Jadi, karakter erupsi gunung berapi itu tidak bisa disamakan dengan gunung berapi lainnya,” kata Nana.
Baca juga: 2 helikopter dan 3 kompi TNI diterjunkan evakuasi korban erupsi Semeru
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Jadi letusan kemarin bukan tiba-tiba, tapi memang sudah terjadi letusan kegiatan magmatisme jauh sebelumnya. Hanya kemarin saat letusan besar, secara kebetulan bersamaan dengan curah hujan tinggi,” kata Nana dalam keterangan resmi Unpad di Bandung, Senin.
Baca juga: Data terbaru, 15 warga tewas akibat terjangan awan panas Semeru
Menurutnya dampak besar dari erupsi Gunung Semeru diakibatkan adanya dua gaya yang bekerja, yaitu endogen dan eksogen. Gaya endogen terjadi dari aktivitas magma yang mendorong material vulkanik naik ke permukaan, sedangkan gaya eksogen diakibatkan hujan ekstrem.
Material vulkanik yang tertumpuk di kubah menurutnya secara langsung bersentuhan dengan air hingga akumulasi material tersebut kemudian dialirkan oleh air dan hanyut ke bawah melalui lembahan dan sungai-sungai. Akibatnya, kata dia, banjir lahar mampu menyapu kawasan di lembahan Semeru.
“Kalau tidak ada hujan, maka seluruh material yang keluar sifatnya belum langsung menjadi lahar. Ini karena musim hujan, kebetulan hujan besar, material yang teronggok di atas terkena air, dan hanyut ke sungai,” katanya.
Adapun menurutnya letusan Semeru memiliki karakter sendiri. Hal ini disebabkan, setiap komplek gunung berapi di Indonesia memiliki dapur magmanya tersendiri.
Baca juga: Korban jiwa erupsi Semeru jadi 14 orang dan 56 orang terluka
“Antara satu gunung api dengan yang lain sebenarnya berbeda. Karena itu, karakternya juga berbeda karena kandungannya berbeda,” kata dia.
Dilihat dari tipe letusan berdasarkan hasil penelitian dan historis, dia mengatakan Gunung Semeru secara spesifik memiliki erupsi yang besar.
Setelah itu, ia memprediksi gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut kemudian akan tertidur kembali.
Baca juga: Ini risiko penyakit akibat letusan gunung berapi dan pencegahannya
Status gunung berapi, menurutnya kemudian akan berubah berdasarkan data yang diamati dan direkam di stasiun pengamatan. Pergerakan aktivitas gunung berapi juga menurutnya dilakukan berdasarkan historis erupsi sebelumnya.
“Jadi, karakter erupsi gunung berapi itu tidak bisa disamakan dengan gunung berapi lainnya,” kata Nana.
Baca juga: 2 helikopter dan 3 kompi TNI diterjunkan evakuasi korban erupsi Semeru
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021