ANTARAJAWABARAT.com,6/7 - Ketua Tim Penggerak PKK Kota Cimahi, Jawa Barat, Atty Suharty Tochija mengimbau kepada warga yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) untuk berani melaporkannya, selama ini diduga banyak korban yang tidak berani melaporkannya.

"Angka kasus KDRT di Cimahi selama kurun waktu 2010-2011 terdapat empat kasus. Dan semuanya telah diselesaikan. Memang angkanya sedikit, karena tidak semua orang yang menjadi korban KDRT mau melaporkannya dan diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku tapi mereka lebih memilih diam," kata Atty saat membuka Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) Pendampingan Korban KDRT di LEC, Cimahi, Rabu.

Menurut Atty, saat ini Pemkot Cimahi telah membuka pintu lebar untuk menerima laporan terhadap siapa saja yang menjadi korban KDRT. Dengan adanya P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) diharapkan bisa menjadi wadah efektif dalam penanganan korban KDRT.

"Masih banyak juga perempuan korban KDRT yang menahan diri untuk tidak melapor karena khawatir kehilangan status pernikahannya. Status janda di Indonesia masih merupakan stigma yang menakutkan bagi para perempuan. Di Cimahi, tahun ini baru ada empat kasus KDRT yang dilaporkan. Satu di antaranya sudah divonis di pengadilan," ujarnya.

Sementara itu, aktivis Jari (Jari Relawan Independen) Sulistyawati Hana mengatakan, dibandingkan tahun 2009, kasus KDRT pada tahun 2010 ini meningkat sekitar 6,25%. Faktor utama terjadinya kasus KDRT adalah dominasi suami terhadap istri dan faktor ekonomi.

"Kekerasan ekonomi yang dialami korban sebagian besar adalah tidak diberi nafkah untuk biaya hidup sehari-hari, dalam bentuk lainnya adalah korban ditelantarkan suaminya yakni ditinggal pergi oleh suaminya sehingga otomatis juga tidak diberi nafkah. Penelantaran yang dilakukan oleh suami ini banyak dilatarbelakangi oleh adanya pihak ketiga (perselingkuhan)," katanya.

Lebih lanjut disampaikannya, dalam beberapa kasus kekerasan ekonomi (penelantaran) terdapat korban (perempuan) yang akhirnya sampai menjadi PSK (pekerja seks komersial), karena dia harus menanggung biaya hidup dirinya dan anak-anak yang tinggal bersamanya. Sedangkan pada kasus KDP (kekerasan dalam pacaran) baik dalam bentuk fisik, psikologis, maupun seksual disebabkan karena relasi kuasa yang tidak imbang, tidak ada keberanian untuk menolak apalagi melawan.

"Selama ini KDRT selalu diartikan kekerasan fisik. Padahal kekerasan psikis jauh lebih berat. Pemahaman masyarakat terhadap KDRT ini belumlah menyeluruh masih parsial. Semoga ini, dengan acara seperti ini bisa menimalisir hal tersebut," ujarnya.***4***
(U.pso-215/C/Y008/B/Y008) 06-07-2011 14:32:29

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011