Indonesia akan memasuki era mobilitas terelektrifikasi dalam beberapa tahun ke depan, menyusul diresmikannya pabrik baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) pertama di Asia Tenggara yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat.
Hadirnya industri baterai tidak hanya membuka peluang manufaktur dan penjualan kendaraan listrik, namun turut meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi untuk mengembangkan industri turunan yang menggunakan baterai.
Sejalan dengan itu, hadirnya kendaraan listrik juga akan mendorong perubahan gaya hidup masyarakat dalam berkendara yang lebih ramah lingkungan serta efisien dalam pengeluaran ongkos bahan bakar.
Bicara mengenai EV, perkembangannya ternyata sudah dimulai sejak satu abad yang lalu ketika para insinyur otomotif di Eropa dan Amerika mengembangkan mobil bertenaga listrik.
Melansir laman Departemen Energi AS (energy.gov) pada Senin, disebutkan bahwa mobil listrik pertama lahir pada 1832 dari tangan penemu asal Skotlandia Robert Anderson.
Namun perlu waktu lebih dari setengah abad untuk memacu para penemu lainnya untuk mulai merancang mobil listrik, misalnya Henry Ford, Ferdinand Porsche, Karl Benz, dan William Morrison.
William Morrison bahkan menjalin kerja sama dengan American Battery Company untuk memproduksi taksi listrik berkecepatan 35km/jam pada tahun 1897.
Kendati pamor mobil listrik sempat naik pada awal 1900, namun nyatanya mobil berbahan bakar minyak tetap menjadi pilihan utama sampai era 1970 ketika harga minyak dunia naik dan isu kesadaran lingkungan mulai meningkat.
Melansir EV Express UK, pada era 1970-an lahir beberapa mobil listrik antara lain Buick Skylark General Motors, Enfield 8000, dan Jeep Electruck oleh American Motor Company.
Butuh waktu 20 tahun bagi para pabrikan untuk merancang mobil listrik dengan kecepatan yang mendekati mobil berbahan bakar bensin, atau setidaknya bisa melaju hingga 90 km/jam.
General Motors pada 1996–1999 memproduksi sedan dua pintu (coupe) berkapasitas dua penumpang yang diberi nama GM EV1. Mobil itu menggunakan baterai "lead-acid pack" untuk melaju sejauh 130–160 km dengan akselerasi 0-50 km/jam hanya dalam 7 detik.
Sayangnya, mobil berdesain futuristik seperti kapsul itu tidak pernah dijual setelah GM membatalkan proyek EV1 pada 2003 karena kekhawatiran suku cadang yang mahal dan dinilai tidak terlalu menguntungkan bagi perusahaan.
Era komersial dan perkembangan di Indonesia
Mobil listrik memasuki era penjualan setelah Toyota mengenalkan Prius Hybrid di pasar domestik Jepang. Saat itu, penjualan Prius sebanyak 18.000 unit untuk tahun pertama produksi pada 1997, kemudian dijual secara global pada 2000.
Startup asal Silicon Valley, Tesla, menggebrak pasar mobil listrik melalui Tesla Roadster berdesain sport pada 2004 dan didistribusikan kepada konsumen mulai 2008.
Langkah Toyota dan Tesla kemudian disusul Nissan yang mengenalkan city car Nissan Leaf, kemudian Mitsubishi i-MiEV dan Chevrolet Volts dari General Motors, dengan model mobil listrik yang lebih kecil dan praktis.
Dinamika harga baterai yang mahal dan lokasi pengisian daya menjadi tantangan produsen mobil listrik, namun hal itu tidak menyurutkan manufaktur untuk bersiasat dengan teknologi plug-in hybrid atau menyediakan instalasi pengisian daya di rumah konsumen.
Setelah 2010, berbagai jenama mobil listrik pun bermunculan, mulai dari pabrikan Eropa BMW, Mercedes-benz, Renault, Volkswagen hingga Asia melalui Kia Soul EV, Geely Panda EV, BYD E6 hingga Hyundai BlueOn.
Perkembangan mobil listrik di Asia juga sampai ke Indonesia. Meski hanya berstatus purwarupa, Indonesia pernah memiliki mobil listrik bernama Tucuxi, Selo, Gendhis dan beberapa jenis bus. Meski sempat dipamerkan pada KTT ASEAN 2013 di Bali, perkembangan mobil listrik itu tidak dilanjutkan.
Perkembangan mobil listrik di Indonesia juga menyita perhatian masyarakat umum dengan banyaknya jenis EV yang keluar masuk ruang pameran dalam beberapa tahun belakangan. Beberapa pabrikan juga mulai menjual mobil ramah lingkungan, atau setidaknya mengenalkan produk mereka kepada khalayak.
Tren EV
Pada fase produksi awal, mobil listrik rata-rata dirancang dengan model sedan atau sport coupe. Selain menawarkan aerodinamika yang lebih baik, mobil dengan desain itu diklaim memiliki bobot yang lebih ringan untuk mempermudah kinerja baterai.
Namun dalam perjalanannya, desain mobil listrik mengikuti tren pasar sehingga tidak heran beberapa jenama Eropa menghadirkan EV dengan tampilan sport utility vehicle (SUV) dan small car.
China sebagai pasar otomotif terbesar di dunia bahkan berinovasi menghadirkan mobil listrik berjenis serbaguna (MPV) dan van yang bisa memuat lebih banyak penumpang dan barang.
Yang menjadi perhatian adalah munculnya mobil listrik berjenis city car dan mini untuk menyasar konsumen yang lebih luas karena menawarkan kepraktisan.
Menurut data EV Volumes, penjualan mobil berdesain mungil Wuling (SGMW) Mini EV menembus 180 ribu unit pada semester pertama 2021, atau sekira 30 ribu unit per bulan. Sedangkan total penjualan seluruh model listrik Wuling mencapai 216.989 unit.
Secara total penjualan mobil listrik berdesain mungil mencapai 300 ribu unit di China yang dipimpin Wuling (SGMW) Mini EV, pada semester pertama tahun ini. Mini EV bukanlah mobil listrik pertama Wuling, mereka sebelumnya memiliki E100 yang dirilis pada 2017.
Laman Inside EV menuliskan bahwa mobil listrik berdesain mini mengalami pertumbuhan yang kuat ketimbang model lainnya karena menawarkan fungsionalitas yang optimal, yakni harga terjangkau, memuat empat penumpang (keluarga kecil) dan praktis digunakan karena rata-rata pemakai EV adalah masyarakat perkotaan.
Di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan regulasi pengembangan mobil listrik dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Motor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Sejalan dengan itu, beberapa jenama otomotif sudah menjual mobil listrik, dari sedan sport, city car sampai mobil niaga. Namun yang menjadi tantangan adalah, segmen mana yang akan diminati konsumen Indonesia dan bagaimana strategi pabrikan dalam menyerap tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sesuai arahan pemerintah.
Pada tahun ini, keseriusan pabrikan di Indonesia juga terlihat setelah mereka mengajak perwakilan pemerintah untuk menyaksikan secara langsung kinerja mobil listrik berbodi mungil, misalnya E100, dan Mini EV.
Apa pun jenis, model, dan desain mobil listrik yang bakal bermunculan di Indonesia ke depan adalah merupakan hal positif dalam upaya menciptakan lalu lintas dan lingkungan yang lebih bersih negara ini, selain sisi efisiensi. Semoga ekosistem kendaraan listrik atau energi bersih semakin berkembang di Indonesia seiring tumbuhnya infrastruktur dan minat masyarakat terhadap mobil listrik.
Baca juga: Daftar mobil listrik berikut daya jelajahnya, siapa terjauh?
Baca juga: Pemerintah targetkan produksi 600 ribu unit mobil listrik pada 2030
Baca juga: Mobil listrik buatan RI akan bermunculan pada 2023-2024
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Hadirnya industri baterai tidak hanya membuka peluang manufaktur dan penjualan kendaraan listrik, namun turut meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi untuk mengembangkan industri turunan yang menggunakan baterai.
Sejalan dengan itu, hadirnya kendaraan listrik juga akan mendorong perubahan gaya hidup masyarakat dalam berkendara yang lebih ramah lingkungan serta efisien dalam pengeluaran ongkos bahan bakar.
Bicara mengenai EV, perkembangannya ternyata sudah dimulai sejak satu abad yang lalu ketika para insinyur otomotif di Eropa dan Amerika mengembangkan mobil bertenaga listrik.
Melansir laman Departemen Energi AS (energy.gov) pada Senin, disebutkan bahwa mobil listrik pertama lahir pada 1832 dari tangan penemu asal Skotlandia Robert Anderson.
Namun perlu waktu lebih dari setengah abad untuk memacu para penemu lainnya untuk mulai merancang mobil listrik, misalnya Henry Ford, Ferdinand Porsche, Karl Benz, dan William Morrison.
William Morrison bahkan menjalin kerja sama dengan American Battery Company untuk memproduksi taksi listrik berkecepatan 35km/jam pada tahun 1897.
Kendati pamor mobil listrik sempat naik pada awal 1900, namun nyatanya mobil berbahan bakar minyak tetap menjadi pilihan utama sampai era 1970 ketika harga minyak dunia naik dan isu kesadaran lingkungan mulai meningkat.
Melansir EV Express UK, pada era 1970-an lahir beberapa mobil listrik antara lain Buick Skylark General Motors, Enfield 8000, dan Jeep Electruck oleh American Motor Company.
Butuh waktu 20 tahun bagi para pabrikan untuk merancang mobil listrik dengan kecepatan yang mendekati mobil berbahan bakar bensin, atau setidaknya bisa melaju hingga 90 km/jam.
General Motors pada 1996–1999 memproduksi sedan dua pintu (coupe) berkapasitas dua penumpang yang diberi nama GM EV1. Mobil itu menggunakan baterai "lead-acid pack" untuk melaju sejauh 130–160 km dengan akselerasi 0-50 km/jam hanya dalam 7 detik.
Sayangnya, mobil berdesain futuristik seperti kapsul itu tidak pernah dijual setelah GM membatalkan proyek EV1 pada 2003 karena kekhawatiran suku cadang yang mahal dan dinilai tidak terlalu menguntungkan bagi perusahaan.
Era komersial dan perkembangan di Indonesia
Mobil listrik memasuki era penjualan setelah Toyota mengenalkan Prius Hybrid di pasar domestik Jepang. Saat itu, penjualan Prius sebanyak 18.000 unit untuk tahun pertama produksi pada 1997, kemudian dijual secara global pada 2000.
Startup asal Silicon Valley, Tesla, menggebrak pasar mobil listrik melalui Tesla Roadster berdesain sport pada 2004 dan didistribusikan kepada konsumen mulai 2008.
Langkah Toyota dan Tesla kemudian disusul Nissan yang mengenalkan city car Nissan Leaf, kemudian Mitsubishi i-MiEV dan Chevrolet Volts dari General Motors, dengan model mobil listrik yang lebih kecil dan praktis.
Dinamika harga baterai yang mahal dan lokasi pengisian daya menjadi tantangan produsen mobil listrik, namun hal itu tidak menyurutkan manufaktur untuk bersiasat dengan teknologi plug-in hybrid atau menyediakan instalasi pengisian daya di rumah konsumen.
Setelah 2010, berbagai jenama mobil listrik pun bermunculan, mulai dari pabrikan Eropa BMW, Mercedes-benz, Renault, Volkswagen hingga Asia melalui Kia Soul EV, Geely Panda EV, BYD E6 hingga Hyundai BlueOn.
Perkembangan mobil listrik di Asia juga sampai ke Indonesia. Meski hanya berstatus purwarupa, Indonesia pernah memiliki mobil listrik bernama Tucuxi, Selo, Gendhis dan beberapa jenis bus. Meski sempat dipamerkan pada KTT ASEAN 2013 di Bali, perkembangan mobil listrik itu tidak dilanjutkan.
Perkembangan mobil listrik di Indonesia juga menyita perhatian masyarakat umum dengan banyaknya jenis EV yang keluar masuk ruang pameran dalam beberapa tahun belakangan. Beberapa pabrikan juga mulai menjual mobil ramah lingkungan, atau setidaknya mengenalkan produk mereka kepada khalayak.
Tren EV
Pada fase produksi awal, mobil listrik rata-rata dirancang dengan model sedan atau sport coupe. Selain menawarkan aerodinamika yang lebih baik, mobil dengan desain itu diklaim memiliki bobot yang lebih ringan untuk mempermudah kinerja baterai.
Namun dalam perjalanannya, desain mobil listrik mengikuti tren pasar sehingga tidak heran beberapa jenama Eropa menghadirkan EV dengan tampilan sport utility vehicle (SUV) dan small car.
China sebagai pasar otomotif terbesar di dunia bahkan berinovasi menghadirkan mobil listrik berjenis serbaguna (MPV) dan van yang bisa memuat lebih banyak penumpang dan barang.
Yang menjadi perhatian adalah munculnya mobil listrik berjenis city car dan mini untuk menyasar konsumen yang lebih luas karena menawarkan kepraktisan.
Menurut data EV Volumes, penjualan mobil berdesain mungil Wuling (SGMW) Mini EV menembus 180 ribu unit pada semester pertama 2021, atau sekira 30 ribu unit per bulan. Sedangkan total penjualan seluruh model listrik Wuling mencapai 216.989 unit.
Secara total penjualan mobil listrik berdesain mungil mencapai 300 ribu unit di China yang dipimpin Wuling (SGMW) Mini EV, pada semester pertama tahun ini. Mini EV bukanlah mobil listrik pertama Wuling, mereka sebelumnya memiliki E100 yang dirilis pada 2017.
Laman Inside EV menuliskan bahwa mobil listrik berdesain mini mengalami pertumbuhan yang kuat ketimbang model lainnya karena menawarkan fungsionalitas yang optimal, yakni harga terjangkau, memuat empat penumpang (keluarga kecil) dan praktis digunakan karena rata-rata pemakai EV adalah masyarakat perkotaan.
Di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan regulasi pengembangan mobil listrik dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Motor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Sejalan dengan itu, beberapa jenama otomotif sudah menjual mobil listrik, dari sedan sport, city car sampai mobil niaga. Namun yang menjadi tantangan adalah, segmen mana yang akan diminati konsumen Indonesia dan bagaimana strategi pabrikan dalam menyerap tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sesuai arahan pemerintah.
Pada tahun ini, keseriusan pabrikan di Indonesia juga terlihat setelah mereka mengajak perwakilan pemerintah untuk menyaksikan secara langsung kinerja mobil listrik berbodi mungil, misalnya E100, dan Mini EV.
Apa pun jenis, model, dan desain mobil listrik yang bakal bermunculan di Indonesia ke depan adalah merupakan hal positif dalam upaya menciptakan lalu lintas dan lingkungan yang lebih bersih negara ini, selain sisi efisiensi. Semoga ekosistem kendaraan listrik atau energi bersih semakin berkembang di Indonesia seiring tumbuhnya infrastruktur dan minat masyarakat terhadap mobil listrik.
Baca juga: Daftar mobil listrik berikut daya jelajahnya, siapa terjauh?
Baca juga: Pemerintah targetkan produksi 600 ribu unit mobil listrik pada 2030
Baca juga: Mobil listrik buatan RI akan bermunculan pada 2023-2024
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021