Harga minyak naik moderat dalam sesi yang fluktuatif pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), ketika kekhawatiran tentang prospek konsumsi global mengimbangi perjuangan produsen-produsen besar OPEC untuk memompa pasokan yang cukup guna memenuhi meningkatnya permintaan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November memangkas kenaikan awal dan hanya naik 44 sen menjadi 74,36 dolar AS per barel, setelah turun hampir dua persen pada Senin (20/9/2021).

Kontrak minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober yang berakhir pada Selasa (21/9/2021), naik 27 sen menjadi ditutup di 70,56 dolar AS per barel, setelah anjlok 2,3 persen di sesi sebelumnya. Sementara kontrak November yang lebih aktif naik 35 sen menjadi 70,49 dolar AS per barel.

Kontrak Brent dan WTI November sebelumnya mencapai tertinggi sesi masing-masing 75,18 dolar AS per barel dan 71,48 dolar AS per barel.

"Tampaknya menjadi perdagangan yang sangat gelisah hari ini," kata Phil Flynn, analis senior di grup Price Futures di Chicago. "Ini sedikit kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang dampak potensial dari permintaan ke depan."

Kantor berita TASS mengatakan Rusia percaya permintaan minyak global mungkin tidak pulih ke puncaknya pada 2019 sebelum pandemi, karena keseimbangan energi bergeser.

Namun, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia (OPEC+) berjuang untuk memompa cukup minyak pada Agustus guna memenuhi konsumsi saat ini karena dunia pulih dari pandemi virus corona.

Beberapa negara tampaknya telah menghasilkan kurang dari yang diharapkan sebagai bagian dari perjanjian OPEC+, menunjukkan kesenjangan pasokan bisa meningkat.

Investor di seluruh aset keuangan telah diguncang oleh dampak dari krisis China Evergrande yang telah merusak nilai aset di pasar berisiko seperti ekuitas.

"Pedagang khawatir hal itu dapat memicu efek domino di perusahaan-perusahaan besar yang didorong oleh utang China, dan efek bearish bergulir untuk harga-harga saham dan komoditas," kata Nishant Bhushan, analis pasar minyak di Rystad Energy.

“Namun, mengingat bahwa semua bank besar China dan lembaga pemberi pinjaman dikendalikan oleh pemerintah, ada secercah harapan di pasar bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan mampu menyerap gelombang kejut dari Evergrande.”

Selain itu, Federal Reserve AS diperkirakan akan mulai memperketat kebijakan moneter, yang dapat mengurangi toleransi investor terhadap aset-aset berisiko seperti minyak. Pembuat kebijakan Fed memulai pertemuan dua hari Selasa (21/9/2021).

Produksi minyak AS masih belum pulih dari badai yang melanda kawasan Pantai Teluk. Royal Dutch Shell, produsen minyak terbesar Teluk Meksiko AS, mengatakan pada Senin (20/9/2021) bahwa kerusakan fasilitas transfer lepas pantai dari Badai Ida akan memangkas produksi hingga awal tahun depan.

Sekitar 18 persen dari minyak Teluk AS dan 27 persen dari produksi gas alamnya masih offline pada Senin (20/9/2021), lebih dari tiga minggu setelah Badai Ida.

Persediaan minyak mentah, bensin, dan sulingan AS turun pekan lalu, menurut sumber pasar, mengutip angka American Petroleum Institute (API) pada Selasa (21/9/2021), karena banyak kilang dan fasilitas pengeboran lepas pantai tetap tutup setelah Badai Ida.

Stok minyak mentah turun 6,1 juta barel untuk pekan yang berakhir 17 September. Persediaan bensin turun 432.000 barel dan stok sulingan turun 2,7 juta barel, data menunjukkan, menurut sumber, yang berbicara dengan syarat anonim.

Data resmi pemerintah AS akan dirilis pada Rabu waktu setempat.

Baca juga: Minyak jatuh, investor hindari risiko dan dolar naik

Baca juga: Harga minyak turun di Asia karena dolar menguat dan jumlah rig AS meningkat

Baca juga: Harga minyak jatuh setelah pasokan AS yang terpukul badai kembali ke pasar

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021