VPN Mentor, situs yang fokus pada Virtual Private Network (VPN), melaporkan adanya dugaan kebocoran 1,3 juta data pada Kartu Kewaspadaan Kesehatan (Electronic Health Alert Card/eHAC).
eHAC merupakan merupakan aplikasi untuk memverifikasi penumpang yang melakukan perjalanan selama pandemi COVID-19.
Mengutip laporan itu pada Selasa, kebocoran data berasal dari penggunaan database Elasticsearch yang tidak memiliki jaminan untuk menyimpan data sekitar 1,3 juta pengguna eHAC.
Ada pun data yang bocor dan bisa diraih dari database eHAC di antaranya merupakan data pribadi pengguna aplikasi, antara lain nama, nomor KTP, paspor, foto profil yang dilampirkan dalam eHAC, detail hotel pengguna, hingga detail waktu akun tersebut dibuat.
Selain data pribadi, dokumen hasil tes COVID-19 juga bisa diakses serta data dari rumah sakit hingga klinik yang dimasukan di dalam aplikasi eHAC, meliputi dokter yang bertanggung jawab, kapasitas rumah sakit, detail rumah sakit hingga titik koordinat lokasi rumah sakit.
Data yang seharusnya hanya diketahui oleh pembuat aplikasi pun ikut bocor seperti data sandi yang digunakan untuk akun eHAC hingga alamat email.
Laporan tersebut menyebutkan kebocoran itu membuat pengguna rentan mengalami serangan siber.
"Dengan akses informasi ke paspor, tanggal lahir, riwayat,dan data lainnya. Peretas bisa menargetkan pengguna sebagai korban dan mencuri identitas mereka. Mereka dapat tertipu secara langsung dan kehilangan ribuan dolar AS," kata laporan berbahasa Inggris tersebut.
Tim VPN Mentor yang dipimpin Noam Rotem dan Ran Locar mengklaim telah menghubungi otoritas terkait mengenai masalah ini. Pada 22 Agustus 2021, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) segera mengambil tindakan menonaktifkan server tersebut pada 24 Agustus 2021.
Menanggapi kebocoran data tersebut, Kementerian Kesehatan melalui konferensi pers menyebutkan bahwa data yang bocor berasal dari aplikasi eHAC yang lama.
Aplikasi itu sudah tidak lagi digunakan sejak Juli 2021.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Anas Ma'ruf pun meminta agar para pengguna aplikasi eHAC yang lama segera menghapus aplikasi itu dari perangkat gawainya masing- masing agar bisa melakukan pencegahan yang optimal.
Baca juga: Kemenkes: Dugaan kebocoran data terjadi pada aplikasi eHAC yang tak digunakan
Baca juga: Citilink dukung digitalisasi surat hasil tes COVID-19 lewat aplikasi eHAC
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
eHAC merupakan merupakan aplikasi untuk memverifikasi penumpang yang melakukan perjalanan selama pandemi COVID-19.
Mengutip laporan itu pada Selasa, kebocoran data berasal dari penggunaan database Elasticsearch yang tidak memiliki jaminan untuk menyimpan data sekitar 1,3 juta pengguna eHAC.
Ada pun data yang bocor dan bisa diraih dari database eHAC di antaranya merupakan data pribadi pengguna aplikasi, antara lain nama, nomor KTP, paspor, foto profil yang dilampirkan dalam eHAC, detail hotel pengguna, hingga detail waktu akun tersebut dibuat.
Selain data pribadi, dokumen hasil tes COVID-19 juga bisa diakses serta data dari rumah sakit hingga klinik yang dimasukan di dalam aplikasi eHAC, meliputi dokter yang bertanggung jawab, kapasitas rumah sakit, detail rumah sakit hingga titik koordinat lokasi rumah sakit.
Data yang seharusnya hanya diketahui oleh pembuat aplikasi pun ikut bocor seperti data sandi yang digunakan untuk akun eHAC hingga alamat email.
Laporan tersebut menyebutkan kebocoran itu membuat pengguna rentan mengalami serangan siber.
"Dengan akses informasi ke paspor, tanggal lahir, riwayat,dan data lainnya. Peretas bisa menargetkan pengguna sebagai korban dan mencuri identitas mereka. Mereka dapat tertipu secara langsung dan kehilangan ribuan dolar AS," kata laporan berbahasa Inggris tersebut.
Tim VPN Mentor yang dipimpin Noam Rotem dan Ran Locar mengklaim telah menghubungi otoritas terkait mengenai masalah ini. Pada 22 Agustus 2021, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) segera mengambil tindakan menonaktifkan server tersebut pada 24 Agustus 2021.
Menanggapi kebocoran data tersebut, Kementerian Kesehatan melalui konferensi pers menyebutkan bahwa data yang bocor berasal dari aplikasi eHAC yang lama.
Aplikasi itu sudah tidak lagi digunakan sejak Juli 2021.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Anas Ma'ruf pun meminta agar para pengguna aplikasi eHAC yang lama segera menghapus aplikasi itu dari perangkat gawainya masing- masing agar bisa melakukan pencegahan yang optimal.
Baca juga: Kemenkes: Dugaan kebocoran data terjadi pada aplikasi eHAC yang tak digunakan
Baca juga: Citilink dukung digitalisasi surat hasil tes COVID-19 lewat aplikasi eHAC
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021