Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengingatkan bahwa program kawasan perhutanan sosial pada masa mendatang jangan sampai beralih menjadi daerah untuk perkebunan karena akan merusak kelestarian hutan itu sendiri.

"Yang saya khawatirkan, perhutanan sosial dalam kurun waktu 5 -10 tahun ke depan hutannya jadi hilang, dan yang ada adalah perkebunan sosial," kata Dedi Mulyadi dalam rilis di Jakarta, Minggu.

Dedi berharap hal itu tidak terjadi, terlebih aspek pertama dari tugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah untuk menjaga hutan dan menjaga lingkungan hidup.

Ia mengingatkan urusan yang menyangkut masalah hutan bukan hanya sekadar urusan yang bersifat administratif saja, karena suatu bencana akibat rusaknya hutan tidak akan bisa ditahan oleh kekuatan administratif apapun.

"Yang mejadi titik fokus kita adalah masalah penggantian dari penggunaan hutan yang esensinya ditujukan untuk tetap menjaga keberadaan hutan. Ketika hutan digunakan peruntukannya untuk kepentingan lain, seperti perkebunan, pertanian, atau kepentingan apapun, hutannya tidak boleh hilang, maka dibuatlah tanah pengganti," ujar Dedi.

Ia mempertanyakan ketika penggantiannya (sesuai dengan undang-undang yang baru) dalam bentuk uang, apakah nilai penggantian itu akan sepadan antara luas lahan hutan yang dipakai dengan besaran jumlah uang pengganti tersebut.

Dedi menilai besaran nominal pengganti yang ada saat ini angkanya sangat rendah dibanding hilangnya sebuah kawasan hutan. Ia juga mengimbau agar pemerintah tidak lagi memberikan kompensasi kepada orang-orang yang sejak awal tidak memiliki niat baik terkait pemanfaatan lahan kawasan hutan.

Dedi menyampaikan pula bahwa secara administratif perhutanan sosial tujuan dasarnya berkaitan dengan aspek-aspek yang bersifat keadilan sosial, di mana masyarakat yang tinggal di sekitar hutan harus mendapatkan manfaat dari hutan tersebut dalam bentuk redistribusi tanah.

"Secara administratifnya baik, tetapi dari sisi aspek teknis pelaksanaannya KLHK tidak memiliki cukup orang untuk melakukan pengawasan di lapangan," ujarnya.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan sampai dengan Agustus 2021 realisasi perhutanan sosial telah mencapai 4.721.389,78 hektare, yang terdiri dari 7.212 unit.

"Sampai dengan Tanggal 10 Agustus 2021 telah direalisasi 4,721 juta hektare bagi kurang lebih 1,03 juta kepala keluarga dengan 7.212 kelompok," kata Menteri LHK Siti Nurbaya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI yang dipantau secara virtual dari Jakarta, Kamis (26/8).

Rincian dari capaian tersebut, adalah hutan desa seluas 1.869.661,36 hektare, hutan kemasyarakatan 834.706,05 hektare, hutan tanaman rakyat 349.981,58 hektare, kemitraan kehutanan pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan (Kulin KK) 481.229,56 hektare dan izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) 35.613,23 hektare.

Jumlah itu, termasuk juga hutan ada seluas 1.150.198 hektare, dengan rincian yang telah ditetapkan 59.443 hektare dan masuk dalam indikatif hutan adat 1.090.755 hektare.

Baca juga: Pembabatan bambu di hutan Purwakarta dilaporkan ke polisi

Baca juga: Dedi Mulyadi marah besar hutan bambu Purwakarta diganti kebun pisang
 

Pewarta: M Razi Rahman

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021