Kementerian Perindustrian memobilisasi pasokan oksigen nasional dari pabrik oksigen maupun industri yang memiliki cadangan oksigen di seluruh Indonesia guna memenuhi kebutuhan oksigen medis untuk pasien COVID-19.

"Untuk stok oksigen ada di Jawa dan luar Jawa. Sekarang, kebutuhan di Jawa cukup tinggi, langkah yang kami lakukan untuk pengamanan itu adalah memobilisasi ketersediaan oksigen dari Jawa maupun luar Jawa untuk memenuhi kebutuhan yang melonjak ini," kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono di Jakarta, Kamis.

Fridy memaparkan di awal terjadinya pandemi di Indonesia atau pada Maret 2019, kebutuhan oksigen medis yakni 400 ton per hari. Saat ini, kebutuhan oksigen medis rata-rata mencapai 2.000 ton per hari. Bahkan, menurut data Kementerian Kesehatan, kebutuhan oksigen pada 6 Juli 2021 mencapai 2.323 ton per hari.

Sedangkan, kapasitas produksi oksigen nasional yakni 1.850 ton per hari. Artinya, pasokan oksigen medis masih harus digenjot. Hal tersebut yang membuat Menteri Perindustrian mengeluarkan Instruksi Menperin Nomor 1 Tahun 2021 guna menginstruksikan pelaku industri untuk berkontribusi dalam pemenuhan oksigen bagi penanganan COVID-19.

Fridy memaparkan bahan baku untuk memproduksi oksigen yaitu udara. Udara mengandung 78 persen nitrogen, 21 persen oksigen, dan 1 persen argon.

Udara yang disedot kemudian dipisahkan menggunakan mesin separator bertekanan tinggi untuk memisahkan kandungan nitrogen dan oksigen. Setelah terpisah, fasa oksigen dari hasil pemrosesan tersebut dapat langsung digunakan untuk kebutuhan industri melalui pipa.

Namun, sebagian dari oksigen tersebut ada yang dicairkan dan disimpan ke dalam tabung-tabung oksigen. Sebagian dari oksigen cair tersebut dapat disimpan sebagai stok untuk kebutuhan industri.

Sedangkan, untuk dapat menghasilkan oksigen medis, oksigen cair dalam tabung tersebut perlu melalui proses lanjutan untuk kembali ke fasa gas dan dapat digunakan oleh rumah sakit sebagai oksigen medis.

"Nah oksigen cair ini, dengan ada treatment lagi sesuai dengan standardnya Kemenkes, itu harus mencapai kemurnian misalnya hingga 99 persen, baru dapat diperuntukkan untuk medis," ujar Fridy.

Menurut Fridy, terdapat lima produsen oksigen terbesar di Indonesia yang saat ini memproduksi oksigen, baik untuk kebutuhan industri maupun medis. Namun, dengan keluarnya instruksi menperin tersebut, produsen oksigen lebih memprioritaskan produksi oksigen medis ketimbang oksigen industri. Seperti Samator yang akan memfungsikan unit liquefaction di Surabaya yang menambahkan pasokan oksigen. Sementara, Airliquide juga mengaktivasi kembali plant-nya di Cilegon.

PT Obsidian Stainless Steel, PT Sojitz Indonesia, PT Smelting yang memiliki oxygen plant bersedia meningkatkan produksi oksigennya untuk kebutuhan medis. Sementara itu, industri pupuk, seperti Pupuk Kaltim dan Pupuk Sriwijaya, juga memiliki beberapa oxygen plant yang juga dapat dimobilisasi.

"Berbagai industri juga turut berkontribusi mengirimkan oksigen yang mereka miliki, Umpamanya ada di Batam itu 100 ton, Bontang 500 ton. Kemudian dikumpulkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen medis," pungkas Fridy.

Menurut Fridy, hingga saat ini tidak terjadi gangguan pasokan oksigen gas untuk industri. Kemenperin juga memantau kapasitas produksi oksigen setiap harinya dengan mengumpulkan data dari industri untuk menjaga agar pasokan oksigen medis tetap terpenuhi.

"Namun, apabila kebutuhan oksigen medis berada di atas 2.500 ton per hari, kemungkinan akan terjadi gangguan untuk pasokan oksigen industri. Mau tidak mau kita harus impor. Tapi, kami sama sekali tidak mengharapkan hal itu terjadi," tukas Fridy.

Baca juga: Wali Kota Bogor kunjungi stasiun pengisian oksigen pastikan pasokan ke RS

Baca juga: Gubernur Jabar minta daerah bentuk posko distribusi oksigen
 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021