Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan sebanyak tiga varian obat terapi bagi pasien COVID-19 mengalami kekosongan stok di jaringan apotek Kimia Farma, Rabu siang.
Dilansir melalui laman Farma Plus, stok obat yang dilaporkan kosong di 3.114 jaringan apotek Kimia Farma di seluruh provinsi di Indonesia, di antaranya Immunoglobulin, Remdesivir dan Tocilizumab.
Sementara 672 ribu lebih obat terapi bagi pasien COVID-19 yang masih tersedia di jaringan apotek yakni Azithromycin sebanyak 134 ribu, Favipiravir 349,9 ribu, Ivermectin 178,7 ribu, dan Oseltamivir 9.971.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam pemaparan secara virtual kepada Komisi IX DPR RI, Selasa (13/7) malam mengatakan pemerintah telah mengalokasikan tambahan suplai obat terapi COVID-19 secara bertahap sampai akhir Juli 2021.
Tambahan suplai obat tersebut, di antaranya Azithromycin sebanyak 11,2 juta lebih dari estimasi kebutuhan 1,5 juta lebih, Ivermectin sebanyak 6,2 juta lebih dari estimasi kebutuhan 1,7 juta lebih, Oseltamivir sebanyak 5,7 juta lebih dari estimasi kebutuhan 4,2 juta.
Kemudian Remdesivir sebanyak 1,4 juta dari kebutuhan sebanyak 1,6 juta, Favipiravir sebanyak 8 juta lebih dari kebutuhan 12 juta lebih, IV Immunogobulin sebanyak 73.660 dari kebutuhan 1,2 juta lebih, serta Tocilizumab (Actemra) sebanyak 3.800 dari total kebutuhan 60.162.
"Kita mendorong komitmen industri dalam dan luar negeri dalam pemenuhan suplai obat COVID-19. Untuk Tocilizumab dan IV Immunogobulin, kita mendorong produsen global (Actemra-Roche) untuk memprioritaskan suplai produknya ke Indonesia dan alternatif tambahan suplai dari produsen lain seperti Cina, melalui jalur Special Access Scheme (SAS) serta donasi," katanya.
Untuk kebutuhan Remdesivir, kata Budi, sedang didorong penambahan kuota produk impor dari India, Bangladesh, Mesir, dan China. Sedangkan Favipiravir dilakukan percepatan dan penambahan produksi dalam negeri.
"Kami juga mendorong distribusi obat merata antardaerah untuk mencegah kekosongan obat sporadis," katanya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi melalui telepon di Jakarta, Rabu siang, mengatakan pemerintah terus berkoordinasi dengan industri farmasi dan distributornya untuk memonitor ketersediaan obat di Indonesia.
"Kemenkes juga berkoordinasi rutin dengan industri farmasi dan jejaring distribusi guna memonitor ketersediaan obat yang diperlukan untuk penanganan COVID-19," katanya.
Siti Nadia Tarmizi menambahkan pemerintah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri terkait suplai obat terapi COVID-19 yang terhambat pada proses impor.
Kementerian Kesehatan pun sudah mengkaji kondisi di lapangan terkait harga obat untuk penanganan COVID-19 dan menerbitkan SK Menkes No.HK.07.07/Menkes/4826/2021 untuk mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) obat dalam masa pandemi COVID-19.
Baca juga: Pemerintah salurkan 300 ribu paket obat bagi pasien COVID-19
Baca juga: Kemenkes sediakan aplikasi pemantau obat terapi COVID-19 bagi publik
Baca juga: Gubernur Jabar: Ribuan warga ajukan bantuan vitamin-obat untuk isoman
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Dilansir melalui laman Farma Plus, stok obat yang dilaporkan kosong di 3.114 jaringan apotek Kimia Farma di seluruh provinsi di Indonesia, di antaranya Immunoglobulin, Remdesivir dan Tocilizumab.
Sementara 672 ribu lebih obat terapi bagi pasien COVID-19 yang masih tersedia di jaringan apotek yakni Azithromycin sebanyak 134 ribu, Favipiravir 349,9 ribu, Ivermectin 178,7 ribu, dan Oseltamivir 9.971.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam pemaparan secara virtual kepada Komisi IX DPR RI, Selasa (13/7) malam mengatakan pemerintah telah mengalokasikan tambahan suplai obat terapi COVID-19 secara bertahap sampai akhir Juli 2021.
Tambahan suplai obat tersebut, di antaranya Azithromycin sebanyak 11,2 juta lebih dari estimasi kebutuhan 1,5 juta lebih, Ivermectin sebanyak 6,2 juta lebih dari estimasi kebutuhan 1,7 juta lebih, Oseltamivir sebanyak 5,7 juta lebih dari estimasi kebutuhan 4,2 juta.
Kemudian Remdesivir sebanyak 1,4 juta dari kebutuhan sebanyak 1,6 juta, Favipiravir sebanyak 8 juta lebih dari kebutuhan 12 juta lebih, IV Immunogobulin sebanyak 73.660 dari kebutuhan 1,2 juta lebih, serta Tocilizumab (Actemra) sebanyak 3.800 dari total kebutuhan 60.162.
"Kita mendorong komitmen industri dalam dan luar negeri dalam pemenuhan suplai obat COVID-19. Untuk Tocilizumab dan IV Immunogobulin, kita mendorong produsen global (Actemra-Roche) untuk memprioritaskan suplai produknya ke Indonesia dan alternatif tambahan suplai dari produsen lain seperti Cina, melalui jalur Special Access Scheme (SAS) serta donasi," katanya.
Untuk kebutuhan Remdesivir, kata Budi, sedang didorong penambahan kuota produk impor dari India, Bangladesh, Mesir, dan China. Sedangkan Favipiravir dilakukan percepatan dan penambahan produksi dalam negeri.
"Kami juga mendorong distribusi obat merata antardaerah untuk mencegah kekosongan obat sporadis," katanya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi melalui telepon di Jakarta, Rabu siang, mengatakan pemerintah terus berkoordinasi dengan industri farmasi dan distributornya untuk memonitor ketersediaan obat di Indonesia.
"Kemenkes juga berkoordinasi rutin dengan industri farmasi dan jejaring distribusi guna memonitor ketersediaan obat yang diperlukan untuk penanganan COVID-19," katanya.
Siti Nadia Tarmizi menambahkan pemerintah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri terkait suplai obat terapi COVID-19 yang terhambat pada proses impor.
Kementerian Kesehatan pun sudah mengkaji kondisi di lapangan terkait harga obat untuk penanganan COVID-19 dan menerbitkan SK Menkes No.HK.07.07/Menkes/4826/2021 untuk mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) obat dalam masa pandemi COVID-19.
Baca juga: Pemerintah salurkan 300 ribu paket obat bagi pasien COVID-19
Baca juga: Kemenkes sediakan aplikasi pemantau obat terapi COVID-19 bagi publik
Baca juga: Gubernur Jabar: Ribuan warga ajukan bantuan vitamin-obat untuk isoman
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021