Afrika Selatan mencatat lebih dari 24.000 kasus COVID-19 pada Jumat (2/7), jumlah kasus infeksi tertinggi sejak pandemi muncul, ketika gelombang ketiga virus menyebar di antara penduduk --yang hanya lima persen telah divaksinasi.
Lonjakan kasus di negara paling maju di Afrika telah membuat rumah sakit kewalahan, terutama di kota utama Johannesburg.
Lonjakan kasus COVID-19 membuat petugas kesehatan yang bekerja terlalu keras berjuang untuk menyediakan tempat tidur bagi para pasien yang sakit kritis.
Kegagalan birokrasi telah memperburuk krisis kesehatan.
Asosiasi Medis Afrika Selatan pada Kamis (1/7) mengancam untuk membawa pemerintah ke pengadilan karena lebih dari 200 dokter junior baru tidak dapat menemukan penempatan meskipun ada masalah yang membuat putus asa --soal kekurangan staf.
Afrika Selatan telah mencatat lebih dari dua juta kasus dan lebih dari 60.000 kematian selama pandemi, menurut data pemerintah, sementara 3,3 juta orang telah divaksinasi dari populasi di bawah 60 juta.
Presiden Cyril Ramaphosa pada Minggu (27/6) mengumumkan serangkaian tindakan, termasuk penangguhan penjualan alkohol dan larangan makan di dalam ruangan di restoran, selama dua minggu untuk meminimalkan dampak gelombang baru.
Menurut para ilmuwan, gelombang baru COVID-19 itu didorong oleh varian Delta yang sangat menular. Varian Delta terlebih dahulu ditemukan di India dan sekarang beredar luas di seluruh dunia.
Tingkat vaksinasi yang rendah di Afrika Selatan disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masalah parah terkait kekurangan vaksin. Pemerintah harus menghancurkan dua juta vaksin Johnson & Johnson yang terkontaminasi.
Keadaan itu antara lain disebabkan birokrasi Afrika Selatan yang lamban, dan negara-negara kaya dengan persediaan vaksin yang berlimpah menginokulasi warganya sendiri terlebih dahulu sementara sebagian besar negara berkembang menunggu dosis.
Presiden Cyril Ramaphosa sangat kritis terhadap apa yang disebutnya sebagai "apartheid vaksin" global.
Dia telah meminta perusahaan pembuat obat dan pemerintahan negara-negara Barat agar melepaskan perlindungan paten mereka untuk memungkinkan pembuatan dosis vaksin lokal darurat --yang sejauh ini tidak berhasil.
Sumber : Reuters
Baca juga: Ilmuwan catat varian COVID Delta mulai mendominasi di Afrika Selatan
Baca juga: Studi: Vaksin Novavax manjur 51 persen terhadap varian Afrika Selatan
Baca juga: Ilmuwan sebut ada bukti baru varian Afrika Selatan mengikat sel lebih mudah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Lonjakan kasus di negara paling maju di Afrika telah membuat rumah sakit kewalahan, terutama di kota utama Johannesburg.
Lonjakan kasus COVID-19 membuat petugas kesehatan yang bekerja terlalu keras berjuang untuk menyediakan tempat tidur bagi para pasien yang sakit kritis.
Kegagalan birokrasi telah memperburuk krisis kesehatan.
Asosiasi Medis Afrika Selatan pada Kamis (1/7) mengancam untuk membawa pemerintah ke pengadilan karena lebih dari 200 dokter junior baru tidak dapat menemukan penempatan meskipun ada masalah yang membuat putus asa --soal kekurangan staf.
Afrika Selatan telah mencatat lebih dari dua juta kasus dan lebih dari 60.000 kematian selama pandemi, menurut data pemerintah, sementara 3,3 juta orang telah divaksinasi dari populasi di bawah 60 juta.
Presiden Cyril Ramaphosa pada Minggu (27/6) mengumumkan serangkaian tindakan, termasuk penangguhan penjualan alkohol dan larangan makan di dalam ruangan di restoran, selama dua minggu untuk meminimalkan dampak gelombang baru.
Menurut para ilmuwan, gelombang baru COVID-19 itu didorong oleh varian Delta yang sangat menular. Varian Delta terlebih dahulu ditemukan di India dan sekarang beredar luas di seluruh dunia.
Tingkat vaksinasi yang rendah di Afrika Selatan disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masalah parah terkait kekurangan vaksin. Pemerintah harus menghancurkan dua juta vaksin Johnson & Johnson yang terkontaminasi.
Keadaan itu antara lain disebabkan birokrasi Afrika Selatan yang lamban, dan negara-negara kaya dengan persediaan vaksin yang berlimpah menginokulasi warganya sendiri terlebih dahulu sementara sebagian besar negara berkembang menunggu dosis.
Presiden Cyril Ramaphosa sangat kritis terhadap apa yang disebutnya sebagai "apartheid vaksin" global.
Dia telah meminta perusahaan pembuat obat dan pemerintahan negara-negara Barat agar melepaskan perlindungan paten mereka untuk memungkinkan pembuatan dosis vaksin lokal darurat --yang sejauh ini tidak berhasil.
Sumber : Reuters
Baca juga: Ilmuwan catat varian COVID Delta mulai mendominasi di Afrika Selatan
Baca juga: Studi: Vaksin Novavax manjur 51 persen terhadap varian Afrika Selatan
Baca juga: Ilmuwan sebut ada bukti baru varian Afrika Selatan mengikat sel lebih mudah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021