Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Indramayu, Jawa Barat, belum lama ini membongkar sindikat pengedar dan pencetak uang palsu setara Rp11,5 miliar. 

Uang palsu yang mencapai belasan miliar rupiah itu menjadi yang terbesar selama beberapa tahun terakhir dan menjadi kewaspadaan tersendiri bagi aparat hukum dan bank sentral Bank Indonesia. 

Tidak hanya di Indramayu saja, beberapa daerah di Jawa Barat juga ditemukan kasus peredaran uang palsu walau nominal nilanya lebih kecil. 

Banyak motif yang mendasari para pelaku pengedar dan pencetak uang palsu beraksi, di antaranya untuk keuntungan pribadi dan bahkan digunakan sebagai praktik perdukunan pengganda uang. 

Di Indramayu sendiri, terbongkarnya kasus sindikat peredaran uang palsu bermula dari aparat kepolisian saat patroli rutin menemukan dua orang sedang bertransaksi, namun aksinya mencurigakan. Saat dihampiri petugas, keduanya malah kabur mencari tempat persembunyian, sehingga ditangkap para petugas keamanan. 

"Satu berhasil kita tangkap, sedangkan satu lainnya berhasil kabur," kata Kepala Kepolisian Resor Indramayu AKBP Hafidh S Herlambang. 

Dari satu tersangka yang berhasil ditangkap, kemudian diselidiki dan petugas selanjutnya menangkap tiga orang lainnya, yang masing-masing mempunyai peranan sendiri. 

Dua tersangka yang berinisial CAR (52) dan SAM (42) merupakan pengedar, sementara GUF (45) serta IM (46) sebagai pencetak uang palsu. 

Dari hasil pemeriksaan, sindikat pemalsuan uang itu telah beraksi dari Januari tahun 2020, dan mereka telah mencetak uang palsu setara Rp24 miliar, sedangkan yang berhasil disita itu hanya setara Rp11,5 miliar. 

Sedangkan dari pengakuan para tersangka, baru sekali berhasil menjual uang palsu dengan nominal setara Rp1 miliar dan dihargai uang asli senilai Rp5 juta. 

Akan tetapi itu masih pengakuan sementara, sedangkan mereka telah mencetak uang palsu dan mengedarkannya sejak Januari 2020 dengan mencetak kurang lebih Rp24 miliar. 

Tentu masih ada puluhan miliar rupiah palsu lagi yang diduga kuat telah diedarkan oleh para tersangka, sehingga kondisi ini meresahkan masyarakat. 

Kewaspadaan

Rasa khawatir akan peredaran uang palsu menjadi lumrah mengingat ketika sudah di tangan, maka rugi menjadi taruhannya. 

Masyarakat yang rentan akan peredaran uang palsu menurut Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Cirebon Hermawan Novianto di antaranya pedagang pasar tradisional dan pemilik warung pinggir jalan. 
 
Petugas polisi mengamankan barang bukti uang palsu saat rilis di Mapolres Indramayu, Jawa Barat, Minggu (23/5/2021). (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)


Cara bertransaksi yang dilakukan pengedar uang palsu pada umumnya di malam hari, dini hari atau di lokasi yang minim penerangan dengan cara cepat. 

Tidak hanya itu, pada masyarakat awam,  termasuk pedagang pasar atau pemilik warung biasanya tidak memiliki alat pendeteksi keaslian uang. Mereka mengenal uang hanya dengan pemahaman indra, baik penglihatan maupun raba. 

"Tingkat pendidikan dan daerah juga sangat berpengaruh besar terhadap kemudahan peredaran uang palsu," kata Hermawan. 

Data KPw BI Cirebon peredaran uang palsu di Wilayah Cirebon yang terdiri dari Kabupaten/Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan baik yang bersumber dari masyarakat, perbankan, dan kepolisian, pada tahun 2018 sampai 2020 memang menunjukkan penurunan, di mana di tahun 2018 ditemukan uang palsu sebanyak 5.219 lembar. 

Kemudian pada tahun 2019 terdapat 4.633 lembar, di tahun 2020 turun menjadi 3.316. Sementara tahun 2021 hingga bulan April terdapat 940 lembar dan itu sebelum adanya pengungkapan kasus sindikat peredaran uang palsu di Kabupaten Indramayu.

Sedangkan data peredaran uang palsu yang berhasil diungkap oleh pihak Kepolisian pada tahun 2018 terdapat 230 lembar, 2019 turun menjadi 178 lembar, selanjutnya di tahun 2020 naik 874 lembar dan pada tahun 2021 sampai bulan April mencapai 277 lembar dan tentu akan bertambah signifikan setelah pengungkapan sindikat peredaran uang palsu. 

Cinta rupiah
 
Tugas memberantas peredaran uang palsu sejatinya tidak hanya di tangan aparat keamanan saja, tapi BI sebagai pencetak dan pengedar uang rupiah yang sah sebagai alat tukar di wilayah NKRI bertugas mengedukasi masyarakat agar memahami ciri uang yang asli dari yang palsu serta cinta rupiah asli. 

BI Cirebon yang membawahi Indramayu mengklaim terus mengedukasi masyarakat terkait kebijakan dalam pengelolaan uang rupiah, agar dapat cinta, bangga dan paham rupiah.

Dengan cinta rupiah artinya masyarakat mampu mengenal karakteristik dan desain rupiah, sehingga bisa terhindar dari kejahatan peredaran uang palsu.

Sementara bangga rupiah merupakan perwujudan dari kemampuan masyarakat memahami rupiah sebagai alat pembayaran yang sah, simbol kedaulatan NKRI, dan alat pemersatu bangsa.

Sedangkan paham rupiah ini perwujudan kemampuan masyarakat memahami peran rupiah dalam peredaran uang, stabilitas ekonomi, dan fungsinya sebagai alat penyimpan nilai.

Semua itu ketika sudah masuk ke dalam hati masyarakat, maka peredaran uang palsu tentu bisa musnah dengan sendirinya, karena tidak ada lagi yang dapat tertipu dengan bujuk rayu para sindikat. 

Selain itu pemahaman terkait uang rupiah juga harus tertanam kepada setiap individu masyarakat Indonesia, agar tidak mudah terkelabui para pengedar. 

Minimal dengan 3D yaitu, dilihat, diraba  dan diterawang. Karena dengan 3D ciri-ciri uang rupiah asli sudah dapat diketahui.

Untuk itu ketika masyarakat mendapatkan uang palsu, maka harus dilaporkan kepada bank, kepolisian, atau langsung ke kantor Bank Indonesia terdekat, dan jangan sampai malah kembali disebarluaskan, karena itu bisa merugikan.

"Kalau saat bertransaksi mendapat uang palsu, maka seyogyanya kita harus menjelaskan bahwa uang yang digunakan diragukan keasliannya, tapi dengan cara yang santun," kata Hermawan. 

Seorang pedagang di pasar tradisional Kabupaten Indramayu Umiyati mengaku sekarang lebih memahami ciri uang rupiah asli dari uang palsu setiap kali transaksi terutama menggunakan uang pecahan besar yaitu dari Rp50 ribu dan Rp100 ribu.

"Kalau ada pembeli membayar pakai uang pecahan besar, maka saya  langsung mengidentifikasi dengan 3D yaitu dilihat, diraba dan diterawang. itu semua untuk memastikan apakah uang yang ditransaksikan itu asli ataukah palsu, dan ketika kedapatan palsu, mak pasti langsung dikembalikan lagi," kata Umiyati. 

Ketika sudah cinta dan paham rupiah asli, maka dapat dipastikan orang tersebut bisa terhindar dari peredaran uang palsu, karena tentu bisa membedakan antara asli dan yang palsu. 

Semakin luas masyarakat cinta dan paham rupiah asli sebagai salah satu simbol kedaulatan suatu bangsa dan alat tukar yang menjaga stabilitas ekonomi, maka diharapkan tidak ada lagi yang tergiur mengikuti mengedarkan uang palsu dari para sindikat, apalagi tertipu yang merugikan dirinya atau masyarakat. 

Pada akhirnya jualan atau peredaran uang palsu diharapkan bisa terkikis hingga hilang sendirinya di tengah masyarakat dan dalam transaksi antarwarga, sehingga perekonomian daerah semakin sehat dan tidak ada lagi kekhawatiran masyarakat. 


 

Pewarta: Khaerul Izan

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021