Center of Reform on Economics (CORE) menyebut Bank Indonesia harus memetakan potensi risiko sebelum mengeluarkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).
“Yang perlu dipertegas atau diperdalam oleh Bank Indonesia adalah mengeluarkan atau meneliti seberapa besar risiko yang ada di balik transaksi mata uang digital ini, karena saya yakin masyarakat masih awam betul soal mata uang digital ini,” kata Ekonom Core Yusuf Rendy saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Meski risiko mata uang digital masih abu-abu, lanjut Yusuf, pertimbangan tersebut harus dikaji secara mendalam oleh Bank Indonesia (BI) termasuk risiko yang akan ditimbulkan dari infrastruktur teknologi digital.
“Risiko apa yang bisa didapat ketika suatu jaringan digital di suatu daerah padam, apakah nanti nilai transaksinya hilang atau bagaimana ini yang harus dipersiapkan,” ungkap Yusuf.
Karenanya ia turut menyarankan agar BI memperkuat koordinasi dengan stakeholders terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan operator telekomunikasi guna memastikan pemerataan infrastruktur teknologi digital.
Selain itu, BI juga perlu berkoordinasi dengan industri keuangan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pengawasan mata uang digital dan Kementerian Keuangan terkait penerapan uang digital.
“Terkait kesiapan mereka dalam melakukan pengawasan apakah ada regulasi yg perlu ditambahkan, itu yg perlu didiskusikan dengan OJK,” tutur Yusuf.
Lebih lanjut Yusuf menyampaikan BI harus mempertimbangkan literasi keuangan masyarakat Indonesia karena berdasarkan survei OJK pada 2019, indeks literasi keuangan Indonesia baru mencapai 38,03 persen.
“Meskipun regulasinya sudah matang kemudian infrastrukur sudah disiapkan, tetapi ketika literasi masyarakat terhadap produk keuangan dalam hal ini currency digitalnya masih kurang, ini menjadi pekerjaan rumah berikutnya,” jelas dia.
Kendati perlu mempersiapkan banyak hal sebelum menerapkan mata uang digital, CORE menyambut baik rencana BI untuk menerapkan uang digital karena keuangan digital sudah banyak diterapkan dalam transaksi keuangan baik berupa pembayaran maupun investasi.
“Ini suatu hal yg sulit dihindari, cepat atau lambat Indonesia akan berada dalam penggunaan mata uang digital. Jadi BI sudah mengambil ancang ancang untuk mempersiapkan mata uang digital,” ujarnya.
Adapun Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan akan mengeluarkan mata uang digital dan pihaknya mempunyai tiga pertimbangan terkait rencana tersebut.
Pertama, mata uang digital merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dijabarkan melalui UU Mata Uang dan UU Bank Indonesia.
Kedua, mata uang digital akan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran termasuk persiapan dari infrastruktur pasar keuangan, valuta asing, dan sektor keuangan.
Dan pertimbangan ketiga adalah teknologi yang akan digunakan dengan melihat teknologi atau platform yang digunakan oleh negara lain.
Baca juga: Bank Indonesia rencanakan penerbitan mata uang rupiah digital
Baca juga: BI catat transaksi uang elektronik tumbuh 42,46 persen pada Maret 2021
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021