Sumedang, 29/8 (ANTARA) - Jika disebut istilah harum manis, maka yang terpikirkan oleh kita adalah buah mangga asal Indramayu yang terkenal karena rasanya manis, dan baunya yang harum sehingga menggugah orang untuk memakannya.
Di Sumedang pun akan dikenalkan dengan istilah harum manis, namun 'si harum manis' ini bukanlah jenis buah mangga, tetapi ditujukan pada gula merah yang dibuat dari pohon aren, kata salah seorang pengrajin gula aren, Encep (52), di Sumedang, Ahad.
Namanya gula Wado, memiliki kekhasan selain rasa manisnya yang beda dengan jenis gula aren lainnya, gula aren daerah Wado tersebut dikenal karena wanginya.
Tidak heran jika harga gula Wado lebih mahal dibanding gula merah sejenisnya. Memasuki bulan puasa dan menghadapi lebaran, gula Wado banyak dicari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan membuat makanan dan minuman, katanya.
Gula aren Wado sangat dibutuhkan, ketika masyarakat menyiapkan penganan berbuka puasa seperti kolak atau candil, begitu juga menjelang lebaran untuk membuat berbagai macam kue.
Selama bulan Ramadhan dan menjelang lebaran harga gula Wado pun mengalami peningkatan. Gula aren Wado di pasar dijual Rp16 ribu sampai Rp18 ribu per kilogramnya.
Memasuki bulan Ramadhan, harga perkilo gula tersebut naik berkisar antara Rp20 ribu sampai Rp21 ribu, menjelang lebaran harga tersebut mencapai Rp24.000 ribu, ujar dia.
Encep mengatakan, pengrajin gula aren Wado banyak dijumpai di Desa Cimaningtin, Cipeundeuy, Banjarsari dan Cidarma, Kecamatan Jatinunggal.
"Kenapa di masyarakat lebih populer nama gula Wado bukan Jatinunggal, karena dulunya sebelum ada pemekaran wilayah, Kecamatan Jatinunggal masuk ke kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang," jelasnya.
Dari para pengrajin, gula Wado dijual dengan perbonjor seharga Rp4.000 sampai Rp5.000, atau perkilo gram Rp13 ribu sampai Rp15 ribu. Para pengrajin tidak menjual langsung ke pasar, karena biasanya para pedagang dari pasar yang datang untuk membeli gula aren Wado tersebut.
Masyarakat memiliki kemampuan membuat gula aren dari dari orang tua mereka, yang diturunkan secara turun temurun.
Bahan-bahan untuk membuat gula merah itu, seperti sari pohon aren atau kawung banyak ditemui di pinggir hutan atau perkebunan milik warga. ******
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010
Di Sumedang pun akan dikenalkan dengan istilah harum manis, namun 'si harum manis' ini bukanlah jenis buah mangga, tetapi ditujukan pada gula merah yang dibuat dari pohon aren, kata salah seorang pengrajin gula aren, Encep (52), di Sumedang, Ahad.
Namanya gula Wado, memiliki kekhasan selain rasa manisnya yang beda dengan jenis gula aren lainnya, gula aren daerah Wado tersebut dikenal karena wanginya.
Tidak heran jika harga gula Wado lebih mahal dibanding gula merah sejenisnya. Memasuki bulan puasa dan menghadapi lebaran, gula Wado banyak dicari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan membuat makanan dan minuman, katanya.
Gula aren Wado sangat dibutuhkan, ketika masyarakat menyiapkan penganan berbuka puasa seperti kolak atau candil, begitu juga menjelang lebaran untuk membuat berbagai macam kue.
Selama bulan Ramadhan dan menjelang lebaran harga gula Wado pun mengalami peningkatan. Gula aren Wado di pasar dijual Rp16 ribu sampai Rp18 ribu per kilogramnya.
Memasuki bulan Ramadhan, harga perkilo gula tersebut naik berkisar antara Rp20 ribu sampai Rp21 ribu, menjelang lebaran harga tersebut mencapai Rp24.000 ribu, ujar dia.
Encep mengatakan, pengrajin gula aren Wado banyak dijumpai di Desa Cimaningtin, Cipeundeuy, Banjarsari dan Cidarma, Kecamatan Jatinunggal.
"Kenapa di masyarakat lebih populer nama gula Wado bukan Jatinunggal, karena dulunya sebelum ada pemekaran wilayah, Kecamatan Jatinunggal masuk ke kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang," jelasnya.
Dari para pengrajin, gula Wado dijual dengan perbonjor seharga Rp4.000 sampai Rp5.000, atau perkilo gram Rp13 ribu sampai Rp15 ribu. Para pengrajin tidak menjual langsung ke pasar, karena biasanya para pedagang dari pasar yang datang untuk membeli gula aren Wado tersebut.
Masyarakat memiliki kemampuan membuat gula aren dari dari orang tua mereka, yang diturunkan secara turun temurun.
Bahan-bahan untuk membuat gula merah itu, seperti sari pohon aren atau kawung banyak ditemui di pinggir hutan atau perkebunan milik warga. ******
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010